TUGAS STUDI KASUS
MASALAH INTERFESENASI BAHASA DI IKLAN THERMOLYTE PLUS
MATA KULIAH : SOSIOLINGUISTIK
NAMA YULIHILMA
NIM : 100388201070
KELAS C8
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
(UMRAH)
TANJUNGPINANG 2012
Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak
Penelitian ini mengkaji interferensi
bahasa Indonesia (BI) terhadap bahasa inggris (BI) yang terjadi pada
penyampaian iklan termolyte plus . terjadinya interferensi merupakan akibat
dari sifat bilingualitas yang dimiliki pemakai bahasa, dalam hal ini pengajian
dilakukan dengan pendekatan sosiolingustik.
Kondisi bahasa yang digunakan oleh
iklan thermolyte plus sangat berdampak negative dikarenakan ketidak tahuan
pemakai dalam berbicara atau berujar, maka apabila interferensi tidak dicegah
maka bahasa indonesia akan mengalami ketidakjelasan dalam berbahasa.
Kata
Kunci : Masalah Interferensi, bahasa, di Iklan Thermolyte plus.
KATA PENGANTAR
Asallamualaikum
Wrwb.
Puji
syukur ke hadiran Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada
penulis sehingga samapai saat ini penulis bisa menulis proposal dengan berjudu
“Masalah Interferensi Bahasa Di
Iklan Thermolyte Plus”
Penulis
mengucapakan terima kasih kepada :
1. Eka Rihan.K, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Penelitian
Pengajaran yang telah mengajarkan
dan membimbing untuk menyelesaikan penulisan proposal penelitian.
2. Kawan-kawan
satu kelas yang telah membantu dalam peminjaman buku dan peminjaman alat-alat
lainya.
Penulis
menyadari penulisan proposal ini tidak
begitu sempurna karna kekurangan referensi sehingga membuat penulis
mengandalkan hanya beberapa referensi saja
dari pada itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun, dan mudah-mudahan proposal ini
berguna untuk kita semua.
Tanjungpinang, Juni 2012
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Negara
Indonesia memiliki beragam budaya, ras dan bahasa. Karena keragaman bahasa
mengakibatkan interferensi antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.
Karena banyak penggunaan tidak terkawal baik secara kaidah maupun jati diri,
bahasa itu menjadi kabur (tidak jelas). Dengan kurangnya ketidaktahuan
masyarakat tentang infeterensi yang bisa merusak bahasa, maka sering kita
mendengar pembicara dan lawan bicara menggabungkan bahasa daerah yang satu
dengan yang lain tanpa memikirkan dampak negatif dalam pengucapan atau
ujarannya yang bisa merusak jati diri bahasa
daerah maupun bahasa Indonesia.
Keberadaan bahasa dalam kehidupan
manusia mempunyai peranan yang sangat penting namun hal itu terkadang kurang
dipahami penuturnya, sehingga tidak terasa sebuah peradaban dapat diubah dengan
keberadaan suatu bahasa. Di samping itu, bahasa merupakan alat komunikasi
yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya.
Alwasilah (1985:131) mengatakan
pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa
interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan
membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup
pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra
(1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan,
bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna
(semantik). The errors by carrying over the speech
habits of the native language or dialect into a second language or dialect. (Hartman
dan Stork 1972:115). (Kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan
ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. (Suwito,1985:55).
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang disampaikan
di atas, ada beberapa masalah yang menjadi rumusan antara lain:
1.
Apa pengertian interferensi?
2.
Bagaimana hasil penilitian
mengenai interferensi?
3.
Apa yang akan terjadi
apabila interferensi tidak dicegah?
4.
Bagaimana cara
pencampuran bahasa ini digunakan masyarakat kampung bugis?
C. Tujuan
Penelitian
1.
Untuk memberikan kejelasan bahasa
yang baik
2. Memberikan
perbaikan bahasa agar tidak terjadi interferensi
D. Manfaat
Penelitian
1)
Menambah pengetahuan
mengenai interferensi dalam bahasa.
2)
Membantu kesulitan
mahasiswa dalam menemukan referensi yang tepat mengenai interferensi.
BAB II
Pembahasan
A.
Landasan Teoritis
1. Pengertian interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan
pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi
merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan
pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan
satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109)
mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa
menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi),
tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik)
(Suwito,1985:55).
Interferensi, menurut Nababan (1984),
merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan
ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan
itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah
peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.
Untuk memantapkan pemahaman mengenai
pengertian interferensi, berikut ini akan diketengahkan pokok-pokok pikiran
para ahli dibidang sisiolinguistik yang telah mendefinisikan peristiwa ini.
Menurut pendapat Chaer (1998:159)
interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya
perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa
tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang
bilingual. Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan
suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa
dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai
peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair
(1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan
ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Abdulhayi (1985:8) mengacu pada
pendapat Valdman (1966) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan
sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam
penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai konsekuensinya,
terjadi transfer atau pemindahan unsur negatif dari bahasa ibu ke dalam bahasa
sasaran.
Pendapat lain mengenai interferensi
dikemukakan oleh Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi
berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk, bahwa interferensi merupakan kekeliruan
yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu
bahasa terhadap bahasa lain mencakupi pengucapan satuan bunyi, tata bahasa dan
kosakata. Suhendra Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama yang dapat
menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa
sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa melainkan juga
keragaman kosakata.
Pengertian lain dikemukakan oleh
Jendra (1995:187) menyatakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan
sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul karena
dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam
sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau
penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima.
nterferensi merupakan gejala
perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam perkembangan bahasa.
Dalam bahasa besar, yang kaya akan kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab
pun, dalam perkembangannnya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama
untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan bahasa donor.
Gejala interferensi dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain sulit
untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak lepas dari perilaku
penutur bahasa penerima.
Alih kode menurut Chaer dan Agustina
(1995:158) adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang
penutur karena adanya sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan sengaja.
Sementara itu, campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan
saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara
konsisten. Interferensi merupakan topik dalam sosiolinguistik yang terjadi
sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh seorang
dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih dari satu bahasa.
Penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam
menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain
(Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan bahasa kedua,
dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu.
2.
Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Selain kontak bahasa, menurut
Weinrich (1970:64-65) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
interferensi, antara lain:
(1)
Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur
merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari
bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan
terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada
akhirnya dapat menimbulkan interferensi.
2)
Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan
terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal
itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan
pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasai penutur secara tidak
terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa
penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
3)
Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa
pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang
terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang
dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan
baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu.
Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru
tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa sumber untuk
mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam
kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak
cukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu
konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya
interferensi.
Interferensi yang timbul karena
kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai
bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih
cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk
memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.
4)
Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang
jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti
kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa
tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan
kembali kosakata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan
terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari
bahasa sumber.
Interferensi yang disebabkan oleh
menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti
interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu
unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena
unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
5)
Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa
mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata
untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa
mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa
dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian
kata secara berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup
penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan
atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada
bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat
mendorong timbulnya interferensi.
6)
Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat
mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa
dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut.
Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa
untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu
biasanya berupa pamakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang
dipergunakan
7).
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa
ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena
kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal
ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua,
baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua,
pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah
kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua
yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan
dikuasainya.
Sikap
negatif bahasa akan menyebabkan orang acuh tak acuh terhadap pembinaan dan
pelestariaan bahasa. Mereka menjadi tidak bangga lagi memakai bahasa sendiri
sebagai penanda jati diri bahkan mereka merasa malu memakai bahasa itu. Dalam
keadaan demikian orang mudah beralih atau berpindah bahasa, biasanya dalam satu
masyarakat bilingual atau mulitilingual terjadi beralih bahasa kepada yang
lebih bergengsi dan lebih menjamin untuk memperoleh kesempatan disektor modern
dan semacamnya.
Sikap
negatif bahasa tersebut terbentuk apabila orang yang bersangkutan sudang
mengetahui atau sudah diberi tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan, tetapi
enggan berusaha memperbaikinya. Orang yang kurang terampil berbahasa dapat
menunjukkan sikap positif jika ia belajar dari kesalahan, memperhatikan saran,
petunjuk, atau pendapat orang yang ahli, serta mengupayakan perbaikan pemakaian
bahasanya. Jika itu dilakukan, orang akan tahu letak kesalahan pada kalimat. Di
bawah ini adalah contoh penggunaan kalimat yang mencerminkan sikap negatif
bahasa:
ـ
Sekolah adalah cara
untuk memajukan kehidupan manusia.
ـ
Kamu jangan meng-judge
orang tanpa dasar yang kuat!
Kalimat-kalimat di atas
tidak menggunakan kaidah yang benar dan mengandung kata-kata asing yang kurang
tepat. Kalimat-kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat yang
mencerminkan ‘sikap positif’ terhadap bahasa Indonesia. Perhatikan perbaikan
kalimat di bawah ini:
·
Sekolah adalah salah
satu sarana untuk memajukan kehidupan manusia.
·
Kamu jangan menghakimi
orang tanpa dasar yang kuat!
Fenomena
negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain
sebagai berikut.
a)
Banyak orang Indonesia
memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun
mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b)
Banyak orang Indonesia
merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah
merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c)
Banyak orang Indonesia
menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa
dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d)
Banyak orang Indonesia
merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa
asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang
sempurna.
Kenyataan-kenyataan
tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik.
Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia.
Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak
percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya
dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari
kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.
a)
Banyak orang Indonesia
lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing,
padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dipakai dalam bahasa
Indonesia. Misalnya, page, background, reality, alternatif, airport,
masing-masing untuk “halaman”, “latar belakang”, “kenyataan”, “(kemungkinan)
pilihan”, dan “lapangan terbang” atau “bandara”.
b)
Banyak orang Indonesia
belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik tetapi menguasai bahasa
Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai
bermacam-macam kamus bahasa asing tetapi tidak mempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia.
Seolah-olah seluruh kosakata bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik.
Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang
sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas dengan cara
sederhana dan mudah. Misalnya, pengggunaan kata yang mana yang kurang tepat,
pencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya,
kami, kita yang tidak jelas.
BAB III
Deskripsi Data
A. Lokasi
Pengambilan Data
Iklan Thermolyte plus merupakan pruduk
buatan USA yang menawarkan tentang obat pelansing wanita dan pria. Obat ini
sangat berhasiat sekali untuk ibu yang sedang selesai melahirkan untuk
melangsingkan badan semula. Iklan thermolyte plus berdurasi 30 detik, untuk
menarik pelanggan iklan ini pun merekut artis yaitu Meisya siregar untuk
menambah minat pembeli.
Tidak
hanya mencampuradukkan bahasa asing ke dalam kalimat bahasa Indonesia, mereka
selalu berbicara dengan kaidah bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD).
B. Data
Meisya
Siregar ( Selebriti ) : Dulu setelah melahirkan berat badan aku naik 23 Kg.
untungnya aku minum Thermolyte plus pelangsing tubuh dari Ekstra herbal alami
dengan keungulan Four in one mengurangi nafsu makan, menghambat peyerapan lemak,
membakar lemak menjadi tenaga. Plus mengencangkan tubuh hasilnya
ecak ( efektif, cepat, dan aman ) Termolyte plus. Plus langsingnya, plus
kencangnya.
Dari
dialog iklan yang di peragakan oleh meisya siregar terdapat kesalahan dalam
penuturan atau ujaran yang mengakibatkan interferensi bahasa. Meisya siregar
mengabungkan antara bahasa indonesia dengan bahasa inggris. Dari kata-kata
diatas penulis memberi tanda dengan menggariskan kata yang salah dalam
penuturannya.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji interferensi bahasa Indonesia (BI) terhadap
bahasa inggris (BI) yang terjadi pada penyampaian iklan termolyte plus .
terjadinya interferensi merupakan akibat dari sifat bilingualitas yang dimiliki
pemakai bahasa, dalam hal ini pengajian dilakukan dengan pendekatan
sosiolingustik.
Kondisi bahasa yang digunakan oleh iklan thermolyte
plus sangat berdampak negative dikarenakan ketidak tahuan pemakai dalam
berbicara atau berujar, maka apabila interferensi tidak dicegah maka bahasa
indonesia akan mengalami ketidakjelasan dalam berbahasa.
B. Saran
Daftar Rujukan
Chaer, abdul dan leony agustin.
1995. Sosiolinguistik : perkenalan awal.
Jakarta : PT Rineka cipta
Chaer, abdul dan leony agustin.
2004. Sosiolinguistik : perkenalan awal.
Jakarta : PT Rineka cipta
PwJ Nababan. 1984. Sosiolinguistik : suatu pengantar. Jakarta : gremedia
Dr. mansoer Pateda. 1987.
Sosiolinguistik . Bandung : Angkasa bandung
A. Chaedar
Alwasilah. 1993. Pengantar sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar