Rabu, 13 Juni 2012

Yulihilma C8

TUGAS STUDI KASUS
MASALAH INTERFESENASI BAHASA DI IKLAN THERMOLYTE PLUS
MATA KULIAH : SOSIOLINGUISTIK


NAMA YULIHILMA
NIM : 100388201070
KELAS C8



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
(UMRAH)
TANJUNGPINANG 2012



Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak
            Penelitian ini mengkaji interferensi bahasa Indonesia (BI) terhadap bahasa inggris (BI) yang terjadi pada penyampaian iklan termolyte plus . terjadinya interferensi merupakan akibat dari sifat bilingualitas yang dimiliki pemakai bahasa, dalam hal ini pengajian dilakukan dengan pendekatan sosiolingustik.
            Kondisi bahasa yang digunakan oleh iklan thermolyte plus sangat berdampak negative dikarenakan ketidak tahuan pemakai dalam berbicara atau berujar, maka apabila interferensi tidak dicegah maka bahasa indonesia akan mengalami ketidakjelasan dalam berbahasa.
 Kata Kunci      : Masalah Interferensi, bahasa, di Iklan Thermolyte plus.
KATA PENGANTAR
Asallamualaikum Wrwb.
Puji syukur ke hadiran Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga samapai saat ini penulis bisa menulis proposal dengan berjudu
Masalah Interferensi Bahasa Di Iklan Thermolyte Plus”
Penulis mengucapakan terima kasih kepada :
1.      Eka Rihan.K, S.Pd, M.Pd  selaku dosen pembimbing mata kuliah Penelitian Pengajaran yang telah mengajarkan dan membimbing untuk menyelesaikan penulisan proposal  penelitian.
2.      Kawan-kawan satu kelas yang telah membantu dalam peminjaman buku dan peminjaman alat-alat lainya.
            Penulis menyadari  penulisan proposal ini tidak begitu sempurna karna kekurangan referensi sehingga membuat penulis mengandalkan hanya beberapa referensi saja  dari pada itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat  membangun, dan mudah-mudahan proposal ini berguna untuk kita semua.
                                                                                                        Tanjungpinang, Juni 2012

penulis 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Negara Indonesia memiliki beragam budaya, ras dan bahasa. Karena keragaman bahasa mengakibatkan interferensi antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Karena banyak penggunaan tidak terkawal baik secara kaidah maupun jati diri, bahasa itu menjadi kabur (tidak jelas). Dengan kurangnya ketidaktahuan masyarakat tentang infeterensi yang bisa merusak bahasa, maka sering kita mendengar pembicara dan lawan bicara menggabungkan bahasa daerah yang satu dengan yang lain tanpa memikirkan dampak negatif dalam pengucapan atau ujarannya yang bisa merusak jati diri bahasa daerah maupun bahasa Indonesia.
Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting namun hal itu terkadang kurang dipahami penuturnya, sehingga tidak terasa sebuah peradaban dapat diubah dengan keberadaan suatu bahasa. Di samping itu, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya.
Alwasilah (1985:131) mengatakan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik). The errors by carrying over the speech habits of the native language or dialect into a second language or dialect. (Hartman dan Stork 1972:115). (Kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. (Suwito,1985:55).
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang disampaikan di atas, ada beberapa masalah yang menjadi rumusan antara lain:
1.      Apa pengertian interferensi?
2.      Bagaimana hasil penilitian mengenai interferensi?
3.      Apa yang akan terjadi apabila interferensi tidak dicegah?
4.      Bagaimana cara pencampuran bahasa ini digunakan masyarakat kampung bugis? 
C.     Tujuan Penelitian
1.      Untuk memberikan kejelasan bahasa yang baik
2.      Memberikan perbaikan bahasa agar tidak terjadi interferensi 
D.    Manfaat Penelitian
1)        Menambah pengetahuan mengenai interferensi dalam bahasa.
2)        Membantu kesulitan mahasiswa dalam menemukan referensi yang tepat mengenai interferensi.

BAB II
Pembahasan
A.    Landasan Teoritis
1.      Pengertian interferensi
            Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
            Interferensi, menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.
Untuk memantapkan pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini akan diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli dibidang sisiolinguistik yang telah mendefinisikan peristiwa ini.
            Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
            Abdulhayi (1985:8) mengacu pada pendapat Valdman (1966) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai konsekuensinya, terjadi transfer atau pemindahan unsur negatif dari bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran.
            Pendapat lain mengenai interferensi dikemukakan oleh Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk, bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakupi pengucapan satuan bunyi, tata bahasa dan kosakata. Suhendra Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakata.
            Pengertian lain dikemukakan oleh Jendra (1995:187)  menyatakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan  pada sistem fonemik bahasa penerima.
            nterferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya akan kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam perkembangannnya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan bahasa donor. Gejala interferensi dari bahasa  yang satu kepada bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak lepas dari perilaku penutur bahasa penerima.
            Alih kode menurut Chaer dan Agustina (1995:158) adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan sengaja. Sementara itu, campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling  memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang mengenal lebih dari satu  bahasa. Penyebab  terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu.
2.      Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
            Selain kontak bahasa, menurut Weinrich (1970:64-65) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain:
(1) Kedwibahasaan peserta tutur
            Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.
2)  Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
            Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber  yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
3)      Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
            Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.
            Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.
4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
            Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.
            Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
5) Kebutuhan akan sinonim
            Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.
            Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi.
6)   Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
            Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut.  Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan
7). Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
            Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat  terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing.  Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
            Sikap negatif bahasa akan menyebabkan orang acuh tak acuh terhadap pembinaan dan pelestariaan bahasa. Mereka menjadi tidak bangga lagi memakai bahasa sendiri sebagai penanda jati diri bahkan mereka merasa malu memakai bahasa itu. Dalam keadaan demikian orang mudah beralih atau berpindah bahasa, biasanya dalam satu masyarakat bilingual atau mulitilingual terjadi beralih bahasa kepada yang lebih bergengsi dan lebih menjamin untuk memperoleh kesempatan disektor modern dan semacamnya.
            Sikap negatif bahasa tersebut terbentuk apabila orang yang bersangkutan sudang mengetahui atau sudah diberi tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan, tetapi enggan berusaha memperbaikinya. Orang yang kurang terampil berbahasa dapat menunjukkan sikap positif jika ia belajar dari kesalahan, memperhatikan saran, petunjuk, atau pendapat orang yang ahli, serta mengupayakan perbaikan pemakaian bahasanya. Jika itu dilakukan, orang akan tahu letak kesalahan pada kalimat. Di bawah ini adalah contoh penggunaan kalimat yang mencerminkan sikap negatif bahasa:
ـ                       Sekolah adalah cara untuk memajukan kehidupan manusia.
ـ                       Kamu jangan meng-judge orang tanpa dasar yang kuat!
Kalimat-kalimat di atas tidak menggunakan kaidah yang benar dan mengandung kata-kata asing yang kurang tepat. Kalimat-kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat yang mencerminkan ‘sikap positif’ terhadap bahasa Indonesia. Perhatikan perbaikan kalimat di bawah ini:
·                     Sekolah adalah salah satu sarana untuk memajukan kehidupan manusia.
·                     Kamu jangan menghakimi orang tanpa dasar yang kuat! 
            Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut.
a)                       Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b)                       Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c)                       Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d)                      Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
            Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.
a)                       Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia. Misalnya, page, background, reality, alternatif, airport, masing-masing untuk “halaman”, “latar belakang”, “kenyataan”, “(kemungkinan) pilihan”, dan “lapangan terbang” atau “bandara”.
b)                       Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai bermacam-macam kamus bahasa asing tetapi tidak mempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik. Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah. Misalnya, pengggunaan kata yang mana yang kurang tepat, pencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.
BAB III
Deskripsi Data
A.      Lokasi Pengambilan Data
            Iklan Thermolyte plus merupakan pruduk buatan USA yang menawarkan tentang obat pelansing wanita dan pria. Obat ini sangat berhasiat sekali untuk ibu yang sedang selesai melahirkan untuk melangsingkan badan semula. Iklan thermolyte plus berdurasi 30 detik, untuk menarik pelanggan iklan ini pun merekut artis yaitu Meisya siregar untuk menambah minat pembeli.
Tidak hanya mencampuradukkan bahasa asing ke dalam kalimat bahasa Indonesia, mereka selalu berbicara dengan kaidah bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). 
B.       Data
            Meisya Siregar ( Selebriti ) : Dulu setelah melahirkan berat badan aku naik 23 Kg. untungnya aku minum Thermolyte plus pelangsing tubuh dari Ekstra herbal alami dengan keungulan Four in one mengurangi nafsu makan, menghambat peyerapan lemak, membakar lemak menjadi tenaga. Plus mengencangkan tubuh hasilnya ecak ( efektif, cepat, dan aman ) Termolyte plus. Plus langsingnya, plus kencangnya.
            Dari dialog iklan yang di peragakan oleh meisya siregar terdapat kesalahan dalam penuturan atau ujaran yang mengakibatkan interferensi bahasa. Meisya siregar mengabungkan antara bahasa indonesia dengan bahasa inggris. Dari kata-kata diatas penulis memberi tanda dengan menggariskan kata yang salah dalam penuturannya.
Kesimpulan dan Saran
A.      Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji interferensi bahasa Indonesia (BI) terhadap bahasa inggris (BI) yang terjadi pada penyampaian iklan termolyte plus . terjadinya interferensi merupakan akibat dari sifat bilingualitas yang dimiliki pemakai bahasa, dalam hal ini pengajian dilakukan dengan pendekatan sosiolingustik.
Kondisi bahasa yang digunakan oleh iklan thermolyte plus sangat berdampak negative dikarenakan ketidak tahuan pemakai dalam berbicara atau berujar, maka apabila interferensi tidak dicegah maka bahasa indonesia akan mengalami ketidakjelasan dalam berbahasa.

B.       Saran 

Daftar Rujukan
       Chaer, abdul dan leony agustin. 1995. Sosiolinguistik : perkenalan awal. Jakarta : PT Rineka cipta
       Chaer, abdul dan leony agustin. 2004. Sosiolinguistik : perkenalan awal. Jakarta : PT Rineka cipta

       PwJ Nababan. 1984. Sosiolinguistik : suatu pengantar. Jakarta : gremedia
       Dr. mansoer Pateda. 1987. Sosiolinguistik . Bandung : Angkasa bandung
A.  Chaedar Alwasilah. 1993. Pengantar sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa bandung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar