Nama : Yuliana
NIM : 100388201171
Kelas : C8
Mata Kulia :
Sosiolinguistik
Tugas
Individu
ARTIKEL
Campur
Kode
Pembicaraan mengenai ahli kode
biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kesamaan yang ada
antara ahli kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, dua
varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dan perbedaan antara
ahli kode dan campur kode tetaplah ada. Pada artikel ini saya hanya focus ke
campur kode.
Ahli kode setiap bahasa atau ragam
bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing – masing,
dilakukan dengan sadar dan sengaja. Sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode
utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya,
sedangkan kode – kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur hanyalahh berupa
serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
Menurut Fasold campur kode ialah
fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode
terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur,
tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu. Serpihan disini
dapat berbentuk kata, frasa atau unit bahasa yang lebih besar. Campur kode
memiliki ciri-ciri yakni tidak ditentukan oleh pilihan kode, tetapi berlangsung
tanpa hal yang menjadi tuntutan seseorang untuk mencampurkan unsur suatu varian
bahasa ke dalam bahasa lain, campur kode berlaku pada bahasa yang berbeda,
terjadi pada situasi yang informal, dalam situasi formal terjadi hanya kalau
tidak tersedia kata atau ungkapan dalam bahasa yang sedang digunakan.
Pada campur kode yang terjadi bukan peralihan kode, tetapi
bercampurnya unsur suatu kode ke kode yang sedang digunakan oleh penutur. Ternyata,
bentuk campur kode banyak digunakan, juga dalam tataran kata. Kita banyak
mencampur-campur kosakata asing dengan morfem lokal.
Kecenderungan
tersebut memang sudah merebak di kalangan mana pun. Para selebriti, para
politikus, bahkan para pendeta dan hamba Tuhan tidak kalah bermain-main dengan
bahasa yang demikian. Salah satu penyebabnya, bisalah disebutkan, adanya budaya
latah. Entah dari mana datangnya.Saking latahnya, banyak di antara mereka yang
tidak mengerti bahwa bentuk di atas sebenarnya mubazir. Betapa tidak, kata manage
saja sudah diartikan sebagai ‘mengelola’. Maka kalau ditambah prefiks atau
awalan meN- memanage, jelas menjadi
tidak beres lagi. Apa arti yang timbul dari kata memengelola?
Bentuk-bentuk
turunan lain yang juga sering muncul ialah seperti berikut ini.
Ø meng-handle
Ø di-manage
Ø men-support
Ø men-supply
Ø men-sustain
Pada penelitian saya ini keluarga yang terdiri dari 2 suku
Tiong hua dan Jawa, dalam keluarga ini sering terjadinya campur kode dalam
percakapan sehari – harinya. Percakapan yang kadang terjadi misalnya seorang
ayahnya yang bersuku tiong hua sering melakukan percakapan bahasa Indonesia
yang diselipkan bahasa tiong hua, begitu sang ibu.
Sumber
bacaan :
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007.
Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina.
1995. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Adisumarto, Mukidi. 1993. Pengantar
Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Yogyakarta: FPBE IKIP Yogyakarta.
Deskripsi Penelitian
Penelitian
yang saya lakukan di keluarga saya sendiri, yang mana ayah saya bersuku Tiong
hua dan ibu saya jawa. Dalam kehidupan sehari – hari kami sering melakukan
campur kode yang sengaja maupun tidak. Ayah saya yang sangat totok dalam
berbahasa tiong hua pasti akan menyelipkan bahasa – bahasa tiong hua nya bila
melakukan percakapan kepada anak – anaknya dan bahkan ke ibu saya.
Ibu saya yang sudah menjadi
pendamping hidup ayah mulai terbiasa dengan percakapan seperti itu, beliaupun
mulai mengerti makna – makna kata yang diucapkan ayah. Bukan hanya itu ibu saya
juga terkadang melakukan hal yang sma seperti ayah lakukan. Ibu menyelipkan
bahasa jawa dalam percakapan terhadap kami.
Contoh percakapan ayah dan saya
yang mengalami campur kode, dari bahasa Indonesia terselip bahasa tiong hua :
-
“
Pergi caeng e me!”
( cepat pergi mandi )
-
“Ihh ayah ni kepo lah.”
( ihh ayah ni cerewet )
Kata pergi ( B.Indonesia ) dicampur
dengan kata caeng e me (Tiong hua) merpuakan serpihan bahasa tiong hua yang
terselip dalam percakapan tersebut. Sama halnya kata kepo dalam ihh ayah ni
kepo lah yang merupakan sisipan berarti cerewat dalam bahasa tiong huanya. Sang
anak menggunkan bahasa tiong hua dalam percakapanmnya sehingga terjadinya
pencampuran kode
Contoh percakapan ibu dan saya yang
mengalami campur kode, dari bahasa Indonesia terselip bahasa jawa :
-
“ mau pergi neng endih koe?”
( Mau pergi kemana
kamu? )
-
“Arep ke rumah neh bedul.”
(
Mau ke rumahnya bedul )
Kata arep dan neh dalam
percakapan arep kerumah neh bedul merupakan pencampuran kode yang tidak sengaja
di ucapkan karena sang ibu bertanya menggunakan bahasa jawa, dalam kata arep
dan neh di selipkan bahasa Indonesia ke rumah. Maka penguunaan 2 bahasa ini
termasuk dalam pencampuran kode karena sang anak menjawab tanpa adanya unsur
kesengajaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar