Senin, 18 Juni 2012

Raja Fadzillah C8


Sistimatika Jurnal

Judul :
Penerapan Alih Kode di Lingkungan Kampus

Nama              : Raja Fadzillah
Nim                 : 100388201013
Kelas               : C-8

1.1  Abstrak

Tanjungpinang merupakan tanah Melayu yang mayoritas penduduknya adalah suku Melayu. Walau sudah masuk berbagai macam suku di Tanjungpinang ini, namun budaya Melayu dan Dialek-dialek Melayu masih tetap digunakan dan masih kental kedegarannya. Begitu juga di Uiversitas Maritim Raja Ali Haji, mayoritas mahasiswanya bersuku Melayu yang masih kental dengan dialeknya yang berasal dari berbagai macam Kepulauan Riau disekitar Bintan. Akan tetapi walau Mahasiswa tersebut sama-sama bersuku Melayu, namun dalam pengucapannya ada yang berbeda, karena bahasa Melayu terbagi-bagi lagi menjadi beberapa macam, seperti bahasa melayu Tarempak, bahasa melayu Tambelan, bahasa Melayu Natuna dll. Dari berbagai macam paryasi bahasa tersebutlah yang menyebabkan interferensi dalam peralihan baik alih kode maupun campur kode. Karena tidak semua orang Melayu bisa berbahasa melayu dari berbagai macam tempat tersebut.

1.2  Kata Kunci
Persamaan suku dan perbedaan dialek.

Penerapan Alih Kode
di Lingkungan Kampus

1.3  Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu contoh Negara yang memiliki berbagai macam bahasa, karena Indonesia kaya akan suku bangsa. Selain kaya akan bahasa yaitu bahasa daerah, Indonesia juga menyerap bahasa asing dalam bahasa Indonesia.

Karena penguasaan beberapa bahasa tersebutlah Indonesia merupakan salah satu Negara yang biligualisme. Masyarakat yang menguasai lebih dari satu bahasa (biligualisme), tentu dalam percakapan sehari-hari sering terdapat alih kode dan campur kode. Yang terkadang peralihan tersebut bisa bersifat mengangu. Apalagi peralihan yang tidak sesuai pada tempatnya.

Salah satu contoh suku melayu yang memiliki berbagai macam bahasa melayu, walau sama-sama bersuku melayu namun keseluruhan dari bahasa tersebut tidak semua orang melayu bisa menguasainya. Sehingga dari hal tersebutlah dalam berbicara walau sesama orang melayu sering terjadi alih kode, dari tutur / dialek bahasa melayu lain ke dialek bahasa melayu yang dipahami bersama.

1.4  Pembahasan

A.    Alih Kode dari bahasa melayu  Natuna ke bahasa Indonesia

Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Misalnya dua orang  penutur menggunakan bahasa Melayu Natuna beralih menggunakan bahasa Indonesia dikarenakan ada penutur ketiga yang tidak bisa berbahasa Natuna. Namun dalam alih kode juga sering tergangu dengan bahasa-bahasa melayu yang jarang didengar atau bahasa melayu yang hanya daerah tertentu yang mengunakan bahasa tersebut. Sehingga menyebabkan terjadi peralihan kode.
Alih kode menurut para ahli adalah sebagai berikut:
§  Gumperz (1982:59) : peralihan satu ujaran ke ujaran lain di dalam dua system atau sistematis gramatika yang berbeda.
§  Hudson (1980:56) : penutur mengunakan variasi bahasa yang berbeda pada waktu yang berbeda.
§  Ward Haugt (1986) : alih kode dapat terjadi apabila penutur beralih kode dari satu varian ke varian lain atau dari satu bahasa satu ke bahasa lain.

Alih kode tidak bersifat manasuka tetapi memiliki aturan. Alihkode dikatagorikan sebagai peristiwa bahasa yang positif, karena peralihan tersebut disadari oleh pemakainya.

Sebab-sebab terjadinya alih kode tersebut adalah:
-          Penutur
-          Lawan tutur
-          Hadirnya penutur ke tiga
-          Perubahan situasi
-          Topic pembicaraan

B.     DESKRIPSI ALIH KODE
Contoh peralihan kode dari bahasa melayu Natuna ke bahasa Indonesia/ bahasa Melayu pada umumnya.

J     : mende keje dok?
M   : sek keje, bersekan musola je.
J     : Oh, de acare mbe.
M   : dak de, kesoi je tegok musola beserak.
J     : oh.
S    : hei, lagi buat bersih-bersih ya?
       Saya bantu ya?
J     : ya, bantulah biar cepat siapnya.
M   : Iya makin ramai makin baik.
Keterangan
  1. Modus pembicaraan: tatap muka secara lisan.
  2. Topik dan subtopik Pembicaraan
    Topik Pembicaraan: membuka percakapan
    Subtopik: membersihkan musola
  3. Fungsi dan Tujuan Berbahasa
    Fungsi kalimat (1): membuka percakapan
    Fungsi kalimat (2): menjelaskan keadaan
    Fungsi kalimat (3): menayakan sebab
    Fungsi kalimat (4): menjawab sebab
    Fungsi kalimat (5): menanggapi
    Fungsi kalimat (6): hadir penutur bahasa lain dan member tawaran
    Fungsi kalimat (7) dan (8): member tangapan

  1. Bahasa, Ragam, dan Tingkat Tutur
    Bahasa yang mula-mula digunakan adalah bahasa Melayu Natuna (kalimat 1-5). Bahasa yang kemudian digunakan adalah bahasa Indonesia dengan tingkat tutur biasa (kalimat 6-8). Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam santai/non-formal dan sopan.
Dari analisis data  dapat dikemukakan bahwa pada dialog ini terjadi alih kode, yaitu pada kalimat (5) dan (6). Alih kode dapat dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
  1. Jenis alih kode adalah alih kode bahasa
  2. Tataran alih kode adalah tataran kalimat
  3. Sifat alih kode sementara tergantung situasi
  4. Faktor penyebab alih kode ialah Responden (S) hadir ditengah-tengah pembicaraan.
1.5  Kesimpulan

Negara Indonesia adalah Negara yang biligualisme. Maksudnya yaitu Negara yang mengunakan bahasa lebih dari satu. Terlebih lagi Indonesia merupakan Negara yang kaya akan suku bangsa yang memiliki bahasa yang berbeda-beda. Perbedaan bahasa yang sering digunakan dan dipariasikan tersebutlah yang dinamakan alih kode.
Salah satu contoh bahasa melayu yang memiliki beberapa dialek pengucapan yang berbeda-beda.
Alih kode yang digunakan disesuaikan dengan dengan situasi pada siapa kita sedang berbicara dan topic pembicaraan.


DAFTAR PUSTAKA

Nababan, Pwj. 1992. Sosiolinguistik suatu pengantar . Bandung: Angkasa

Rihan, Eka. 2012. Sosiolinguistik. Tanjungpinang: UMRAH

Yuliana


Nama                   :  Yuliana
NIM                     :  100388201171
Kelas                    :  C8
Mata Kulia            :  Sosiolinguistik
Tugas Individu
ARTIKEL
Campur Kode
Pembicaraan mengenai ahli kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kesamaan yang ada antara ahli kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dan perbedaan antara ahli kode dan campur kode tetaplah ada. Pada artikel ini saya hanya focus ke campur kode.
Ahli kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing – masing, dilakukan dengan sadar dan sengaja. Sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode – kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur hanyalahh berupa serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
Menurut Fasold campur kode ialah fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu. Serpihan disini dapat berbentuk kata, frasa atau unit bahasa yang lebih besar. Campur kode memiliki ciri-ciri yakni tidak ditentukan oleh pilihan kode, tetapi berlangsung tanpa hal yang menjadi tuntutan seseorang untuk mencampurkan unsur suatu varian bahasa ke dalam bahasa lain, campur kode berlaku pada bahasa yang berbeda, terjadi pada situasi yang informal, dalam situasi formal terjadi hanya kalau tidak tersedia kata atau ungkapan dalam bahasa yang sedang digunakan.
Pada campur kode yang terjadi bukan peralihan kode, tetapi bercampurnya unsur suatu kode ke kode yang sedang digunakan oleh penutur. Ternyata, bentuk campur kode banyak digunakan, juga dalam tataran kata. Kita banyak mencampur-campur kosakata asing dengan morfem lokal.
Kecenderungan tersebut memang sudah merebak di kalangan mana pun. Para selebriti, para politikus, bahkan para pendeta dan hamba Tuhan tidak kalah bermain-main dengan bahasa yang demikian. Salah satu penyebabnya, bisalah disebutkan, adanya budaya latah. Entah dari mana datangnya.Saking latahnya, banyak di antara mereka yang tidak mengerti bahwa bentuk di atas sebenarnya mubazir. Betapa tidak, kata manage saja sudah diartikan sebagai ‘mengelola’. Maka kalau ditambah prefiks atau awalan meN- memanage, jelas menjadi tidak beres lagi. Apa arti yang timbul dari kata memengelola?
Bentuk-bentuk turunan lain yang juga sering muncul ialah seperti berikut ini.
Ø  meng-handle
Ø  di-manage
Ø  men-support
Ø  men-supply
Ø  men-sustain
Pada penelitian saya ini keluarga yang terdiri dari 2 suku Tiong hua dan Jawa, dalam keluarga ini sering terjadinya campur kode dalam percakapan sehari – harinya. Percakapan yang kadang terjadi misalnya seorang ayahnya yang bersuku tiong hua sering melakukan percakapan bahasa Indonesia yang diselipkan bahasa tiong hua, begitu sang ibu.

Sumber bacaan :
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Adisumarto, Mukidi. 1993. Pengantar Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Yogyakarta: FPBE IKIP Yogyakarta.
Deskripsi Penelitian
            Penelitian yang saya lakukan di keluarga saya sendiri, yang mana ayah saya bersuku Tiong hua dan ibu saya jawa. Dalam kehidupan sehari – hari kami sering melakukan campur kode yang sengaja maupun tidak. Ayah saya yang sangat totok dalam berbahasa tiong hua pasti akan menyelipkan bahasa – bahasa tiong hua nya bila melakukan percakapan kepada anak – anaknya dan bahkan ke ibu saya.
Ibu saya yang sudah menjadi pendamping hidup ayah mulai terbiasa dengan percakapan seperti itu, beliaupun mulai mengerti makna – makna kata yang diucapkan ayah. Bukan hanya itu ibu saya juga terkadang melakukan hal yang sma seperti ayah lakukan. Ibu menyelipkan bahasa jawa dalam percakapan terhadap kami.
Contoh percakapan ayah dan saya yang mengalami campur kode, dari bahasa Indonesia terselip bahasa tiong hua :
-           “ Pergi caeng e me!”
( cepat pergi mandi )
-          “Ihh ayah ni kepo lah.”
(  ihh ayah ni cerewet )
Kata pergi ( B.Indonesia ) dicampur dengan kata caeng e me (Tiong hua) merpuakan serpihan bahasa tiong hua yang terselip dalam percakapan tersebut. Sama halnya kata kepo dalam ihh ayah ni kepo lah yang merupakan sisipan berarti cerewat dalam bahasa tiong huanya. Sang anak menggunkan bahasa tiong hua dalam percakapanmnya sehingga terjadinya pencampuran kode
Contoh percakapan ibu dan saya yang mengalami campur kode, dari bahasa Indonesia terselip bahasa jawa :
-          “ mau pergi neng endih koe?”
( Mau pergi kemana kamu? )
-          “Arep ke rumah neh bedul.”
(  Mau ke rumahnya bedul )
Kata arep dan neh dalam percakapan arep kerumah neh bedul merupakan pencampuran kode yang tidak sengaja di ucapkan karena sang ibu bertanya menggunakan bahasa jawa, dalam kata arep dan neh di selipkan bahasa Indonesia ke rumah. Maka penguunaan 2 bahasa ini termasuk dalam pencampuran kode karena sang anak menjawab tanpa adanya unsur kesengajaan.

Dwi Octaviani

TUGAS INDIVIDU
Sosiolinguistik “ Alih Kode “

Disusun Oleh  : 
Nama  : DWI OCTAVIANI
Kelas   : C 8
Nim     : 100388201034

DOSEN PEMBIMBING : Eka Rihan. K, S.Pd, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas study kasus  yang berjudul Alih Kode Bahasa melayu,  Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi  pada proses antara penjual danpembeli ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.Terutama kepada Ibu Nur yang telah membantu dalam mengangkat study kasus ini dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bentuk alih kode bahasa Melayu dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia  serta faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode tersebut. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari para pembaca. Sekian yang dapat saya sampaikan saya ucapkan terima kasih.

                                                                     Tanjungpinang, 15 Juni 2012


  Penulis
BAB I
Abstrak dan Kata Kunci
1.  Latar Belakang
Peristiwa komunikasi merupakan peristiwa yang dialami oleh setiap orang dengan berbagai bahasa. Peristiwa komunikasi merupakan suatu peristiwa yang sangat majemuk. Komunikasi merupakan peristiwa penyampaian pesan dari komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Agar pesan tersebut sampai kepada komunikan, seorang komunikator harus menggunakan bahasa yang juga dipahami oleh komunikan. Ketika seorang komunikator menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh komunikan maka pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak akan sampai pada komunikan. Dalam hal ini bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting.
Namun, tidak semua penutur dan  lawan  tutur memiliki penguasaan bahasa yang sama. Sering sekali terjadi penutur harus berganti bahasa ketika akan berbicara dengan  lawan  tuturnya yang tidak menguasai bahasa penutur. Peralihan bahasa inilah yang disebut dengan alih kode. Peristiwa alih kode sering kali terjadi pada komunikasi dalam masyarakat Indonesia. Peristiwa alih kode tersebut bisa terjadi di pasar, di sekolah, di kampus, di kantor. Maupun dilingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan kemajemukan bahasa yang ada di Indonesia. Bahkan masih banyak lagi penyebab terjadinya alih kode.
Didalam penelitian di kehidupan sehari – hari ( keluarga ), banyak sekali percakapan yang melakukan peristiwa alih kode dalam dialog percakapannya. Hal ini terjadi karena banyak orang yang berasal dari luar daerah Tanjungpinang yang berbelanja di warung. Oleh karena itu, dalam makalah yang berjudul Alih Kode  Bahasa Melayu dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia ini akan dibahas peristiwa alih kode pada salah satu pembeli yang bernama Ibu Didit yang berasal dari Malaysia.

1.  2. Rumusan Masalah
Dalam makalah yang saya teliti ini memberikan batasan pada masalah yang akan diteliti. Masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut, yaitu :
a)      Bagaimana bentuk alih kode  bahasa Melayu dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada Ibu Didit yang berasal dari Malaysia.

b)      Apa faktor - faktor penyebab terjadinya alih kode  bahasa Melayu dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada Ibu Didit yang berasal dari Malaysia.


1.  3. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
a)        Untuk mengetahui bentuk alih kode  bahasa Melayu dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada Ibu Didit yang berasal dari Malaysia.

b)        Untuk faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode  bahasa Melayu dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada Ibu Didit yang berasal dari Malaysia.

BAB II
ISI
2.  Pengertian Alih Kode
Appel (dalam Chaer, 2004:107) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Berbeda dengan Appel yang mengatakan bahwa alih kode terjadi antar bahasa, Hymes (dalam Chaer, 2004: 107) mengatakan bahwa alih kode bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam – ragam atau gaya - gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Dari dua pengertian alih kode di depan dapat disimpulkan bahwa alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa dan peralihan ragam - ragam atau gaya - gaya yang terdapat dalam satu bahasa karena berubahnya situasi.

3.   Penyebab Terjadinya Alih Kode
Penyebab terjadinya alih kode menurut Abdul Chaer (2004: 108) adalah sebagai berikut:
1. Pembicara atau penutur.
2. Pendengar atau lawan tutur.
3. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga.
4. Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya.
5. Perubahan topik pembicaraan.
Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu. Hal ini bisa terjadi pada saat penutur dan lawan tutur memiliki bahasa ibu yang sama.

Pembicaraan tersebut akan beralih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah. Dengan berbahasa daerah rasa keakraban pun lebih mudah dijalin dari pada menggunakan bahasa Indonesia.
Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bukan bahasa pertamanya.
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atu varian yang harus digunakan.
Perubahan situasi bicara juga dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Misalnya, perubahan dari situasi formal ke informal (santai) atau sebaliknya. Hal ini akan mengakibatkan berubahnya ragam atau gaya bahasa yang digunakan. Begitu juga dengan perubahan topik pembicaraan yang dapat menyebabkan terjadinya alih kode.

4.  Bentuk Alih Kode Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada dialog pembicaraan antara penjual dan pembeli.
Dalam berjualan wajar sekali adanya multilingualisme. Multilingual itu terjadi karena adanya penggunaan tiga bahasa, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa Melayu. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya alih kode. Alih kode dalam dialog pembicaraan antar penjual dan pembeli ini terjadi antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia.
Dalam dialog - dialog tersebut terjadi peralihan penggunaan bahasa, yaitu dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia atau sebaliknya. Sementara terdapat tiga dialog yang menunjukkan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya.

Satu contoh dialog yang menunjukkan adanya alih kode dari bahasa Melayu ke bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
Ibu Nur    :    “Mau beli soto buk.”
Ibu Didit  :   “Iye, satu mangkok nye berape ? “ (Satu mangkoknya berapa ?.)
Ibu Nur  :      “Murah kok Cuma 8000 aja “
Ibu Didit   : “ Bolehla nak pesan 1 saje “ ( pesan 1 saja )
Pada contoh di atas Ibu Nur melakukan alih kode dari bahasa Melayu ke bahasa Indonesia. Hal ini disesabkan terjadinya komunikasi.
Sementara contoh dialog yang menunjukkan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa adalah sebagai berikut.
Ibu Fatimah : “Jual apa aja buk?”
Ibu Ria : “ jual Nasi Rames”
Ibu Fatimah : “ tak ada soto ya buk ?”
Ibu Nur  : “ada juga kok buk.”
Ibu Fatimah : “Pesan dua ya buk?”
Ibu Ria  : “Bude bungkuske soto kaleh yo De “ (Bude bungkuskan soto dua ya Bude!)
Pada contoh di depan Ibu Nur melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Hal itu dikarenakan Ibu Nur ingin mengakrabkan diri dengan Ibu Fatimah karena dia ingin memperkenalkan bahasa Jawa kepada pembelinya.

5.  Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode Bahasa Melayu dan Bahasa Jawa dalam Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia pada proses antar penjual dan pembeli.
Terjadinya suatu peristiwa alih kode terkadang tidak disadari oleh para pelakunya. Tetapi semua peristiwa alih kode tersebut mempunyai sebab – sebab tersendiri. Begitu pula peristiwa alih kode dalam proses komunikasi antara penjual dan pembeli. Faktor penyebab terjadinya alih kode bahasa Jawa dan Bahasa Melayu dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang akan dipaparkan secara rinci sebagai berikut :
A.   Pembicara atau penutur ingin lebih akrab dengan lawan tutur
Terdapat dua dialog yang menunjukkan alih kode tersebut dilakukan dari faktor pembicara atau penutur. Pembicara atau penutur melakukan alih kode dengan maksud tertentu.
Contoh dialog yang menunjukkan alih kode dilakukan karena faktor penutur.
Ibu Didit : “ Mau pesan soto 1 ya buk “
Ibu Nur : “ enggeh buk, setunggal ae ?” ( iya buk, satu aja ? )
Pada dialog di atas melakukan alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Hal itu dilakukan karena Ibu Nur ingin memperkenalkan bahasa jawa kepada masyarakat Tanjungpinang. Dia mengucapkan kalimat enggeh buk, setunggal ae ? yang merupakan bahasa Indonesia yang berarti iya buk, satu aja ?. Ibu Nur ingin mendekatkan dirinya dengan Ibu didit. Oleh karena itu, dia lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dari pada bahasa Indonesia agar terjalin keakraban.
Contoh dialog kedua yang menunjukkan adanya alih kode dengan sebab penutur adalah sebagai berikut.
Ibu Didit : “Jual apa aja buk?”
Ibu Nur : “Soto, Bakso, Nasi Rames.”

Ibu Didit : “ Boleh buk satu aja “
Ibu Nur  : “ apa lagi buk ?”
Ibu Didit : “tidak la buk satu aja”
Ibu Nur : “enggeh buk, monggo lenggah disik buk!
Dialog di atas menunjukkan bahwa Ibu Nur melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, yaitu dengan mengucapkan enggeh buk, monggo lenggah disik buk! yang artinya iya buk, silahkan duduk dulu buk . Hal itu dikarenakan Ibu Nur ingin mengakrabkan diri dengan Ibu Didit.
B.   Pembicara atau penutur ingin melakukan proses
Selain pembicara atau penutur ingin mengakrabkan diri dengan lawan tutur, alih kode juga dilakukan penutur untuk melakukan proses.
Ibu Nur : “bude buatknan soto satu”
Ibu Ria : “ iya Buk.”
Ibu Didit: “ berapa buk harganya ?”
Ibu Nur : “ Wolongewu ae buk
Kyai melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa jawa dengan mengucapkan “ Wolongewu ae buk ” yang artinya “8000 aja buk”. Ibu Nur mengucapkan Wolongewu untuk menjawab harga yang ditanyakan oleh Ibu Didit. Ibu Nur mengucapkan bahasa jawa karena Ibu Didit juga mengerti sedikit bahasa jawa.

BAB III
Simpulan dan Saran

6.  Simpulan
Pada percakapan antara penjual dan pembeli ini ditemukan dialog - dialog yang menunjukkan adanya alih kode. Alih kode tersebut terjadi antara bahasa jawa dengan bahasa Indonesia dan bahasa melayu dengan bahasa Indonesia.
Faktor - faktor penyebab terjadinya alih kode dalam percakapan antara penjual dan pembeli adalah pembicara / penutur ingin lebih akrab dengan lawan tutur.

7.  Saran
Alih kode dan seharusnya digunakan pada kondisi dan situasi yang tepat. Seharusnya hanya digunakan pada situasi informal saja sementara pada situasi formal seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baku.



DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni.2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Sabtu, 16 Juni 2012

Siti Atun C8


PERUBAHAN BAHASA INDONESIA
SEBUAH BENTUK KREATIVITAS DAN SEKALIGUS FENOMENA MELEMAHNYA KARAKTER BANGSA
“TEORI ALIH KODE”

  
NAMA       : siti atun
NIM           : 100388201131






PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2012


Abstrak:

Semua bahasa pasti mengalami perubahan karena sifatnya dinamis
bukan statis. Perubahan bahasa Indonesia, misalnya, dapat di pengaruhi oleh
beberapa hal.
·         Pertama, semakin banyaknya kosa kata dan frase bahasa asing
khususnya bahasa Inggris yang dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia. Proses ini
lazim disebut alih kode (code switching) yaitu tindakan memasukkan kosa kata
dan frase dari bahasa tertentu ke bahasa lain. Alih kode seringkali dilakukan oleh
penutur asli bahasa Indonesia terutama generasi muda, baik di dalam komunikasi
lisan maupun tulisan.
·         Ke dua, penyingkatan kata-kata bahasa
Indonesia(shortening words) yang menyebabkan beberapa kosa kata berubah dari
aturan ‘baku’nya.
·         Ke tiga, muncul dan berkembangnya ragam bahasa slang.
Makalah ini bertujuan untuk membahas dampak positif dan negatif perubahan
bahasa Indonesia.Di satu sisi, perubahan tersebut bisa dinilai sebagai sebuah
bentuk kreativitas.Alih kode, penyingkatan kata-kata, dan slang dapat
memperkaya kosa kata bahasa Indonesia.Selain itu, ketiga fenomena kebahasaan
ini menumbuhkembangkan rasa empati yang mempererat hubungan antar penutur
karena alih kode, penyingkatan kata-kata, dan slang lazim digunakan oleh
sekelompok orang yang telah memiliki kesamaan nilai-nilai. Di sisi lain, ada
kemungkinan seorang penutur asli justru tidak mampu berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Selain itu, linguistic imperialism sangat mungkin terjadi.
Hal ini berarti bahwa penutur asli bahasa Indonesia didominasi oleh bahasa asing
(dalam hal ini bahasa Inggris) dan beranggapan bahwa bahasa asing bernilai lebih
tinggi daripada bahasa Nasional. Dengan kata lain, muncul fenomena
 melemahnya karakter bangsa.
Di dalam dunia pendidikan (khususnya di tingkat Perguruan Tinggi), salah satu
hal yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengantisipasi dampak
negatif tersebut adalah dengan cara mengarahkan persepsi para pelajar bahwa
tidak ada superioritas antar bangsa. Dengan mempelajari dan menguasai sebuah
bahasa asing, misalnya, seseorang diharapkan akan mampu bersaing di era global
dengan tetap mempertahankan kearifan lokal.
Kata kunci:
 alih kode; penyingkatan kata- kata, slang, linguistic imperialism,
kearifan lokal.
 Pendahuluan

Bahasa berfungsi sebagai media komunikasi.Melalui bahasa manusia berusaha
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.Oleh karena sifatnya yang dinamis
maka setiap bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia, pasti mengalami
perubahan yang berdampak positif dan negatif.Di dalam kasus bahasa Indonesia,
perubahan bisa dipengaruhi oleh beberapa hal.
·         Pertama, meningkatnya jumlah kosa
kata dan frase bahasa asing khususnya bahasa Inggris yang dimasukkan ke dalam
bahasa Indonesia. Proses ini lazim disebut alih kode (code switching)yaitu
tindakan memasukkan kosa kata dan frase dari bahasa tertentu ke bahasa lain.
Penutur asli bahasa Indonesia terutama generasi mudaseringkali melakukan alih
kode baik di dalam komunikasi lisan maupun tulisan.
·         Ke dua, penyingkatan katakata
bahasa Indonesia(shortening words) yang menyebabkan beberapa kosa kata
berubah dari aturan ‘baku’nya.Faktor ke tiga adalah muncul dan berkembangnya
ragam bahasa slang.
Makalah ini akan membahas dampak positif dan negatif perubahan bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, istilah alih kode, penyingkatan kata-kata, dan ragam
bahasa slang beserta contohnya akan dijelaskan terlebih dahulu. Kemudian, peran
pendidik (khususnya di tingkat Perguruan Tinggi) untuk mengantisipasi
kemungkinan dampak negatif perubahan bahasa Indonesia akan dipaparkan.
 I.Pembahasan

Alih Kode, Penyingkatan Kata-Kata, dan Ragam Bahasa ‘Slang’

a.Alih Kode

Istilah alih kode mengacu kepada tindakan seorang penutur yang memasukkan
kosa kata dan frase dari bahasa tertentu ke dalam bahasa yang digunakannya.Ada
tiga macam alih kode yaitu situational, methaporical, dan conversational.
Meskipun demikian, di dalam makalah initidak semua tipe alih kode akan
dijelaskan tetapi hanya tipe ke tiga yaitu conversational(khususnya alih kode dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris) karena jenis alih kode inilah yang
paling sering digunakan oleh penutur asli bahasa Indonesia terutama generasi
muda. Gumperz (di dalam Hudson, 1980) menjelaskan bahwa tipe alih kode
conversational mengacu kepada tindakan penutur bahasa tertentu yang beralih
menggunakan kosa kata bahasa lain ketika mereka sedang berkomunikasi.
Peralihan ini sangat sering terjadi, bahkan di dalam satu kalimat yang dituliskan
ataupun diucapkan oleh penutur tersebut.
Tipe alih kode conversationaltelah menjadi bagian hidup sebagian anggota
masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka yang memiliki akses untuk masuk
ke dalam jaringan sosial dunia.Komunikasi secara tertulis (misalnya melalui
media internet dan telepon genggam)maupun lisan dapat menjadi contoh nyata
berkembangnya penggunaan alih kode.Nurhayani (2005) di dalam penelitiannya
mengenai alih kode menyatakan bahwa fenomena ini berhubungan erat dengan
gaya hidup dan prestise. Dengan menggunakan alih kode, seorang penutur asli
bahasa Indonesia merasa memiliki status sosial yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan mereka yang tidak mengenal dan mempraktekkannya.
Fenomena alih kode ini juga tidak terlepas dari kenyataan menguatnya kedudukan
bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional pertama yang dipelajari di seluruh
dunia termasuk di Indonesia.Para pembelajar yang terbiasa menggunakan bahasa
Inggris di dalam kelas telah membawa kebiasaan tersebut ke dalam pergaulan
sehari-hari. Mereka menggabungkan bahasa Indonesia dan Inggris ketika
berkomunikasi dengan lawan tutur. Sejalan dengan Nurhayani, Onishi (2010) juga
berpendapat bahwa berkembangnya alih kode di kalangan generasi muda
Indonesia memang terkait erat dengan gayahidup. Sebagian besar masyarakat
kelas menengah ke ataslebih memilih sekolah swasta berstandar internasional
yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di dalam proses
belajar-mengajar. Ironisnya, sebagian pembelajar tersebut merasa bangga bila
tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Sebenarnya perkembangan penggunaan alih kode telah menjadi perhatian para
ahli bahasa Indonesia, seperti Charlie (1999), Moeliono di dalam Sugono (2003),
Sugihastuti (2003), dan Soedjatmoko di dalam Anwar (2004) yang
menyatakanbahwa bahasa Indonesia telah mengalami perubahan leksikal. Salah
satu perubahan tersebut terjadi di dalam hal peminjaman kata dari bahasa Inggris
ke bahasa Indonesia (di dalam Hajar, 2005, hal.1).Hajar kemudian
menjelaskanbahwa perubahan leksikal ini lambat laun berubah menjadi fenomena
alih kode.
Berikut ini beberapa contoh penggunaan alih kode di dalam bahasa tulis melalui
media internet.Meskipun demikian, contoh kalimat yang dipaparkan di sini juga
sering digunakan di dalam komunikasi lisan.

Contoh Alih : KodeKalimat Sumber
Jangan in your mind ajee dong darrr sini dehhh...
 Twitter
Apapun substansi & discourse "positioning" yg kt
maksud, semua akan kembali ke muara
"keselarasan". Yg ptg hdp ini hrs balance dlm sgl
aspect.
Facebook
Gue juga gak maksud apa-apa siih…Cuma wanna
know aja…
Detik Forum

b.Penyingkatan Kata-Kata

Penyingkatan kata-kata merupakan bentuk variasi bahasa Indonesia. Fenomena
kebahasaan ini seringkali terjadi di dalam komunikasi lisan dan tulisanmelalui
media internet dan telepon genggamyang dinilai berpotensi merusak bahasa
Indonesia ‘baku’. Beberapa contoh kata bahasa Indonesia yang mengalami
penyingkatan adalah terima kasih menjadi trims; akhiran –nya menjadi x;dan
murah meriah menjadi murmer.

c.Ragam Bahasa ‘Slang’

Burridge (2002, di dalam Harwati, 2010) menyatakan bahwa istilah slang
mengacu kepada “kosa kata dan idiom rahasia yang dipergunakan oleh sebuah
kelompok tertentu yang antar anggotanya telah memiliki kesamaan nilai-nilai”
(hal.182).Di dalam bahasa Indonesia, padanan istilah bahasa slang adalah bahasa
gaul. Harwati juga menjelaskan bahwa di dalam perkembangannya, bahasa
gaulbanyak dipergunakan oleh kaum remaja sebagai ‘identitas’ dan media
komunikasi antar mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahasa
gaulsangat dekat dengan kehidupan para remaja.
Kosa kata bahasa (Indonesia)gaulantara lain dibentuk dengan cara
mengkombinasikan huruf dengan angka serta huruf dengan angka bahasa Inggris.
Beberapa contoh kata yang termasuk ragam bahasa gaulantara laint4 dibaca
tempat; j4n9n dicob4 dibaca jangan dicoba; s2 dibaca situ (Damhuri, 2010, hal.1).
Beragam kosa kata tersebut digunakan oleh penutur asli bahasa Indonesia ketika
mereka berbincang melalui media internet (chatting) dan menulis pesan singkat
melalui telepon genggam. Contoh kosa kata bahasa gaul lainnya yang seringkali
dugunakan di dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan adalah kaya menjadi
tajir; jijikmenjadi jijay; ayah ibu menjadi bokap nyokap, dan sebagainya.
 II. Dampak Perubahan Bahasa Indonesia
 a. Dampak Positif
Burridge (2002, hal.102) menyatakan bahwa “there is always something good in
bad language” (pasti ada sesuatu yang baik di balik bahasa yang dinilai
menyalahi aturan baku). Pendapat ini berarti bahwa bahasa yang dianggap ‘salah’
pasti memiliki sisi positif.Fenomena alih kode dapat menunjukkan bahwa penutur
memiliki kemampuan berbahasa Inggris.Di era globalisasi dewasa ini,
kemampuan tersebut dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk mengakses
informasi dan ilmu pengetahuan secara lebih luas. Selain itu, kemampuan
berbahasa Inggris juga memungkinkan seseorang untuk dapat mempelajari budaya
bangsa lain karena bahasa merupakan bagian dari budaya dan sebaliknya. Dengan
menguasai bahasa Inggrisseseorang juga akan mampu menembus sekat yang
memisahkan bangsa-bangsa di dunia. Bahasa Inggris telah menjadi lingua franca
yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain secara
lebih mudah.
Sementara itu, penyingkatan kata-katadapat memperkaya perbendaharaan kata
bahasa Indonesia.Variasi bahasa ini juga dapat membantu para penutur untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia dan keakraban antar mereka.Hal
ini berdasarkan alasan bahwa para penutur pada umumnya lebih familiar dengan
kosa kata yang telah mengalami penyingkatan karena lazim digunakan di dalam
komunikasi sehari-hari.
Mengenai bahasa gaul, Burridge (2002) lebih jauh menjelaskan bahwa ragam
bahasa ini memiliki fungsi solidaritas. Bahasa gauldapat meningkatkan empati
antar penutur karena pada umumnya bahasa gaul dipergunakan oleh sekelompok
orang tertentu yang telah memiliki kesamaan nilai-nilai. Dengan demikian, tidak
sepenuhnya bijaksana bila dikatakan bahwa bahasa gaulberpotensi merusak
kaidah bahasa Indonesia.
 b. Dampak Negatif
Berdasarkan kenyataan bahwa ketiga fenomena kebahasaan yaitu alih kode,
penyingkatan kata-kata, dan ragam bahasa gaul telah menjadi bagian dari gaya
hidup para penuturnya maka muncul kekhawatiran bahwa mereka tidak mampu
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar khususnya secara formal, baik di
dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Kemungkinan dampak negatif yang lain
adalah terjadinya linguistic imperialism. Gilbert Ansre (di dalam Tang, 2006 via
Harwati, 2010, hal.180) menyatakan bahwa definisi linguistic imperialism adalah
“any situation in which the speaker of one language is dominated by another
language” (sebuah situasi dimana seorang penutur bahasa tertentu didominasi
oleh bahasa lain).Istilah linguistic imperialism ini sejak awal memang mengacu
kepada ketidakseimbangan posisi antara bahasa Inggris sebagai bahasa
Internasional pertama dan bahasa-bahasa lain.
Braj Kachru (di dalam Tang, 2006, hal.7) lebih jauh menjelaskan bahwalingusitic
imperialism dapat terjadi ketika sebuah negara dijajah oleh negara lain yang
berbahasa Inggris. Negara penjajah memegang peranan penting untuk menjadikan
bahasa Inggrisberkedudukan lebih kuat daripada bahasa asli negara jajahan.Ada
tiga cara yang lazim digunakan oleh negara penjajah untuk memperkuat
kedudukan bahasa Inggris.Pertama, mengganti bahasa asli negara jajahan dengan
bahasa Inggris.Ke dua, memposisikan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi.Ke
tiga, menanamkan sikap ‘menerima’ bahasa Inggris terhadap negara jajahan
sehingga muncul berbagai variasi ‘lokal’bahasa tersebut.
Bila dilihat dari sudut pandang sejarah,jejak-jejak kolonialisme negara Inggris di
Indonesia memang tidak terlalu signifikan.Dengan demikian, mungkin sebuah
pertanyaan akan muncul: apakah bukan sebuah kekhawatiran yang berlebihan bila
bangsa Indonesia akan mengalami linguistic imperialism? Menurut pendapat
penulis, kekhawatiran tersebut bukanlah sesuatu yang berlebihan dan tanpa
alasan.Seperti yang telah dipaparkan di bagian awal makalah ini bahwa bahasa
Inggris telah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian anggota masyarakat
Indonesia.
Frase ‘sebagian anggota masyarakat’ mengacu kepada mereka yang memiliki
akses lebih luas terhadap pendidikan dan jaringan sosial dunia.Mereka inilah yang
diharapkan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih mengenai cara
untuk mempertahankan kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi ini.
Meskipun demikian, kenyataan yang ada saat ini sangat bertolak
belakang.Sebagian masyarakat Indonesia yang menjadikan bahasa Inggris sebagai
bagian dari gaya hidup tersebut justru berpendapat bahwa bahasa Inggris lebih
penting daripada bahasa Indonesia untuk meningkatkan status sosial mereka.
Dengan demikian, fenomena berkembangnya penggunaan bahasa Inggris di
kalangan masyarakat Indonesia ini dapat dikaitkan dengan melemahnya karakter
bangsa.Hal iniakan dibahas lebih lanjut pada sub bab berikut.
 III. Karakter Bangsa Indonesia dan Peran Pendidik
 Mengingat bahwa sebagian besarkelompok masyarakat yang menjadikan bahasa
Inggris sebagai bagian dari gaya hidup adalah generasi muda maka para pendidik
(makalah ini mengkhususkan kepada para pendidik di tingkat Perguruan Tinggi)
memiliki peran yang cukup penting untuk mengantisipasi kemungkinan dampak
negatif dari dominasi bahasa Inggris.Para pendidik diharapkan mampu untuk
mengarahkan persepsi pembelajar bahwa mempertahankan karakter bangsa adalah
hal yang penting.
Meskipun demikian, bukanlah sesuatu yang mudah untuk mendefinisikan istilah
karakter bangsa Indonesia.Negara ini bersifat majemuk, terdiri dari berbagai
suku, bahasa, tatanan nilai, dan kepercayaan.Sifat ‘keindonesiaan’ bangsa ini
justru tercermin dari berbagai perbedaan tersebut.Sudarsono (2010) menyatakan
bahwa “setiap percikan budaya dari setiap suku bangsa, setiap daerah, itu bagian
dari mahligai, mahkota tentang keindonesiaan” (hal.1).Dengan kata lain,
kebhinekaan adalah karakter bangsa Indonesia. Salah satuhal yang berfungsi
sebagai pengikat keberagaman tersebut adalah bahasa Nasional yaitu bahasa
Indonesia.Oleh karena itu, sudah selayaknya jika setiap elemen bangsa ini
terutama generasi muda berkewajiban untuk mencintai dan menjaga kelestarian
bahasa Indonesia mengingat bahwa mereka adalah pilar penting untuk membawa
bangsa ini ke masa depan yang lebih baik.
Usaha untuk memupuk rasa cinta terhadap bahasa Indonesia di kalangan generasi
muda memang dapat dilakukan secara informal, misalnya dimulai dari lingkungan
keluarga, maupun secara formal melalui dunia pendidikan. Seperti telah dijelaskan
di bagian sebelumnya bahwa makalah ini hanya akan membahas cara ke dua.Di
dalam ranah pendidikan tinggi, para pendidik khususnya mereka yang
berkecimpung di bidang pengajaran bahasa asing, memiliki peran yang sangat
penting untuk mengarahkan persepsi para pembelajar bahwa tidak ada superioritas
antar bangsa.Setiap bangsa memiliki penciri budaya dan salah satunya adalah
bahasa.
Meskipun di dalam makalah ini fenomena perkembangan penggunaan bahasa
Inggris di kalangan masyarakat Indonesia yang menjadi fokus bahasan, menurut
pendapat penulis semua pengajar bahasa asing memiliki peran yang sama untuk
menjembatani pemahaman para pembelajar tentang perbedaan budaya antar
bangsa. Hal ini berdasarkan alasan bahwa ada kemungkinan para pembelajar
bahasa asing selain bahasa Inggris jugaakan terkena dampak linguistic
imperialism. Mereka didominasi oleh bahasa asing yang sedang dipelajari hingga
memiliki penilaian bahwa bahasa asing tersebut berkedudukan lebih tinggi
daripada bahasa Indonesia.
Satu hal yang penting untuk dilakukan oleh pangajar bahasa asing adalah
memasukkan unsur kearifan lokal di dalam proses belajar-mengajar. Sartini
(2004) menyatakan bahwa kearifan lokal adalah “gagasan setempat (local) yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya” (hal.119). Berdasarkan definisi tersebut, bahasa
Indonesia dapat dikategorikan sebagai kearifan lokal, salah satu hasil gagasan
yang bernilai luhur dan kemudian dijadikan sebagai identitas nasional. Dalam
kaitannya dengan proses pembelajaran bahasa asing, bukanlah hal yang mudah
bagi pengajar untuk memposisikan diri secara seimbang. Di satu sisi, mereka
diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembelajar
mengenai bahasa (dan budaya) asing. Di sisi lain, para pengajar tersebut juga
dituntut untuk tetap mempertahankan nilai-nilai lokal.
Penulis sebagai seorang pengajar bahasa Prancis misalnya, berusaha untuk
memahami bahwa setiap pembelajar memiliki hak untuk mempertahankan bahasa
Nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Nunan (1999, di dalam Harwati, 2010,
hal.181) bahwa “pedagogical action need to be sensitive to the cultural and
environment contexts in which teaching takes place” (proses pengajaran harus
melibatkan kepekaan terhadap budaya lokal dimana proses tersebut berlangsung).
Meskipun para pembelajar diharapkan untuk dapat secara aktif memparaktekkan
kemampuan berbahasa Prancis baik di dalam dan di luar kelas, mereka harus tetap
memiliki kepekaan.Kapan, di mana, dan dengan siapa mereka sedang
berkomunikasi.Mempelajari bahasa asing bukan berarti bahwa para pembelajar
harus terus-menerus menggunakan bahasa tersebut tanpa memahami situasi
kebahasaan yang sedang mereka hadapi.Menguasai bahasa asing adalah modal
penting bagi mereka agar mampu bersaing di era global tanpa harus meninggalkan
kearifan lokal.
 Kesimpulan

Perubahan bahasa Indonesia yang ditengarai oleh setidaknya tiga hal yaitu alih
kode, penyingkatan kata-kata, dan berkembangnya bahasa gaul,telah membawa
dampak positif dan (kemungkinan) negatif. Di satu sisi, perubahan tersebut dapat
memperkaya kosa kata bahasa Indonesia, meningkatkan rasa empati antar penutur,
serta menunjukkan bahwa penutur asli bahasa Indonesia juga memiliki
kemampuan berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Di sisi lain, ada
kemungkinan bahwa penutur asli kurang mampu berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar terutama ragam bahasa formal serta terkena dampak linguistic
imperialism.
Di sektor pendidikan, para pengajar bahasa asing memiliki peran yang sangat
penting untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif tersebut.Menanamkan
pemahaman kepada para pembelajar bahwa mempertahankan karakter bangsa
dengan cara mencintai dan melestarikan kearifan lokal adalah unsur penting untuk
mampu bertahan dan bersaing tanpa harus terpengaruh arus globalisasi.
 Daftar Pustaka

Burridge, K. (2002). Blooming English: Observations on the Roots, Cultivation,
and Hybrids of the English Language. Sydney: ABC Books.
Damhuri (2010).Bahasa Indonesia vs Bahasa SMS. Diakses pada tanggal
7 September 2010, dari
http://damhuri.info/index.php?option=com_content&view=article&id=87:bahasaindonesia-
vs-bahasa-sms&catid=44:tugas-kuliah&Itemid=63
Hajar, S. (2005).‘Why me- + English Words?’ di dalam prosiding untuk
CONEST2. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Atmajaya, hal. 1-9.
Harwati, L.N. (2010). ‘Pemertahanan Identitas Lokal dalam Proses Pengajaran
Bahasa Prancis’ di dalam prosiding untukSeminar Internasional PELANTRA.
Surabaya, Indonesia: Universitas PGRI Adi Buana, hal. 179-184.
Hudson, R.A. (1980). Sociolinguistics. University College London: Cambridge
University Press.
http://www.facebook.com
http://www.forum.detik.com
http://www.twitter.com
Nurhayani, I. (2005). Alih kode dalam Wacana Siaran Musik untuk Anak Muda
pada Radio-Radio FM di Yogyakarta: Studi Kasus pada Acara Musik Sunday
Morning di Radio Star FM, Sansero dan Good Morning Youngsters di Radio
Geronimo FM, dan Hits di Radio Prambors FM. Universitas Gadjah Mada:
Sekolah Pasca Sarjana Linguistik.
Onishi, N. (2010).As English Spreads, Indonesians Fear for their Language.
Diakses pada tanggal 7 September 2010, dari
http://www.nytimes.com/2010/07/26/world/asia/26indo.html?_r=1&hpw
Sartini (2004).Menggali Kearifan Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Filsafati.
Jurnal Filsafat Edisi Agustus, Jilid 37, Nomor 2.
Sudarsono, J. (2010). Pendidikan Karakter Bangsa dimulai di Rumah. Diakses
pada tanggal 18 September 2010, dari http://kabar.in/2010/indonesiaheadline/
rilis-berita-depkominfo/03/03/juwono-sudarsono-pendidikan-karakterbangsa-
dimulai-di-rumah.html
Tang, W. (2006). Linguistic Imperialism in Medium of Instruction Policies in Pre
and Post 1997 Hong Kong. Hong Kong: BMC East Asian Studies Thesis (tidak
dipublikasikan).