Disusun Oleh:
SAID SUBHAN CHANDRA FANI
100388201177
Campur kode
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap
saat. Bahasa
merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa lambang bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,
1982:19). Manusia menggunakan
bahasa dalam komunikasi dengan sesamanya pada
seluruh bidang kehidupan.
Sebagai alat komunikasi dengan sesamanya bahasa
terdiri atas dua bagian
yaitu bentuk atau arus ujaran dan makna atau isi.
Bentuk bahasa adalah bagian
dari bahasa yang diserap panca indera entah dengan
mendengar atau membaca.
Sedangkan makna adalah isi yang terkandung didalam
bentuk-bentuk tadi, yang
dapat menimbulkan reaksi tertentu (Keraf,1982:6)
Hubungan antara bahasa dengan sistem sosial dan
sistem komunikasi
sangat erat. Sebagai sistem sosial pemakaian bahasa
dipengaruhi oleh faktorfaktor
sosial seperti usia, tingkat pendidikan, tingkat
ekonomi dan profesi.
Sedanga kan sebagai sistem komunikasi, pemakaian
bahasa dipengaruhi oleh
faktor situasional yang meliputi siapa yang
berbicara dengan siapa, tentang apa
(topik) dalam situasi bagaimana, dengan tujuan apa,
jalur apa (tulisan, lisan) dan
ragam bagaimana (Nababan, 1986:7)
Berdasarkan sarana tuturnya bahasa dapat dibedakan
menjadi dua macam
yaitu bahasa lisan dan bahas tulisan. Pada bahas
lisan pembicara dan pendengar
saling berhadapan secara langsung sehingga mimik,
gerak dan intonasi pembicara
dapat memperjelas maksud yang akan disampaikan.
Sedangkan untuk bahasa
tulisan walaupun penulis dan pembaca tidak
berhadapan langsung, tulisan dapat
dimengerti oleh pembaca berkat pengunaan tanda baca,
pengunaan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami.
Seorang petugas customer service dalm hal ini
bertindak sebagai penutur
dituntut memiliki kemahiran berbahasa, terutama
secara lisan. Kemampuan
berbahasa sangat berguna bagi petugas customer
service, agar ia dapat memetakan
makna kalimat yang akan ia sampaikan dan untuk
memahami makna kalimat yang
diucapkan oleh mitra bicaranya. Dengan demikian
seorang individu disamping
memiliki kompetensi komunikasi juga dituntut
memiliki kompetensi lain yang
lebih luas daripada kompetensi komunikasi
(Hymes:1972) .
Bahasa sebagai objek dalam sosiolinguistik tidak
dilihat atau didekati
sebagai bahasa, sebagaimana linguistik umum tetapi
sebagai sarana komunikasi
dalam masyarakat. Dalam masyarakat manusia bahasa
merupakan faktor yang
penting untuk menentukan lancar tidaknya suatu
komunikasi . Oleh karena itu
ketepatan berbahasa sangat diperlukan demi
kelancaran komunikasi. Ketepatan
berbahasa tidak hanya berupa ketepatan memilih kata
dan merangkai kalimat
tetapi juga ketepatan melihat situasi. Artinya
seorang pemakai bahasa selalu harus
tahu bagaimana menggunakan kalimat yang baik atau
tepat., juga harus melihat
dalam situasi apa dia berbicara:kapan; kapan;
dimana; dengan siapa; untuk tujuan
apa dan sebagainya.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas ada beberapa permasalahan
yang dikaji oleh
penulis diantaranya :
1. Wujud dan tipe campur kode apa yang terjadi pada
tuturan Customer
Service saat
berkomunikasi?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
campur kode pada
komunikasi Customer Service dengan pelanggan
?
3. Apakah fungsi campur kode dalam strategi
komunikasi pada Customer
Service dengan
pelanggan ?
1.3 Alasan Pemilihan Judul
Ketertarikan penulis untuk meneliti komunikasi
antara Customer Service
dan pelanggan merupakan dialog yang menarik karena
seorang Customer Service
harus dapat meyakinkan dan memberi kepercayaan pada
pelanggan. Hal ini
didukung dengan adanya fenomena bahasa yang
digunakan. Fenomena bahasa
tersebut berupa campur kode.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Merujuk pada topik campur kode pada Customer
Service, penulis
membatasi penelitian pada hal-hal berikut :
1. Pencarian data berwujud campur kode dalam proses
komunikasi, data dalam
peneletian ini merupakan studi kasus pada Customer
Service. .
2. Mengidentifikasi faktor-faktor kebahasaan dan non-kebahasaan
yang
mempengaruhi penggunaan campur kode tersebut.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap campur kode sebagai strategi
komunikasi masih sedikit
dibahas khususnya campur kode sebagai strategi
komunikasi Customer Service.
Dalam tugas ini penulis mencoba menganalisis campur
kode sebagai strategi
Customer Service yang dinilai penulis memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi dengan calon customer. Sebagai
bahan panduan penulis mengacu
pada beberapa penelitian terdahulu seperti :
Campur kode Bahasa Batak dalam Penggunaan Bahasa
Indonesia Sehari-hari
(di Kalangan Gereja HKBP tanjungpinang)”. Merupakan
studi kasus campur kode
di kalangan pemuda Gereja HKBP tanjungpinang.
Tujuan penelitian tersebut adalah
(a) mengetahui konteks-konteks tutur yang
melatarbelakangi terjadinya alih kode
dan campur kode pada para pemuda HKBP tanjungpinang.
(b)
mengetahui pokok -pokok pembicaraan apa alih kode dan campur kode yang sering
terjadi
(c)meneliti faktor-faktor penyebab terjadinya alih
kode dan campur kode dan fungsi
sosialnya. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif..
1.6 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Identifikasi strategi komunikasi yang digunakan
pada tuturan customer service
yang mengandung unsur campur kode.
2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk campur kode
3. Identifikasi faktor-fakor penyebab terjadinya
campur kode pada Customer
Service.
1.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan
metode sampling
dengan teknik random sampling yaitu semua
anggota populasi mempunyai
peluang yang sama untuk dimasukkan menjadi anggota
sampel ( Sutrisno, 1998
:303 ). Peneliti memperoleh data induk sejumlah 45
buah tuturan. Data tersebut
adalah tuturan-tuturan yang terjadi antara customer
service dengan calon
pelanggan saat penawaran produk dan persetujuan service.
Penulis hanya
mengambil 45 buah data dengan alasan (1) keseluruhan
data yang diperoleh
memiliki kesamaan karakteristik pola tuturan yaitu
pola tuturan pendahuluan (ice
greating),
pola tuturan isi (information) dan pola tuturan penutup (closing).
Durasi
waktu rekaman data pada setiap kali melakukan
penawaran ataupun persetujuan
service membutuhkan
waktu 10-15 menit. Penulis menganggap bahwa sampel
yang diambil memiliki karakteristik populasi
induknya (parameter populasi) dan
dianggap representatif sehingga dapat
digeneralisasikan pada populasi yang sama
darimana sampel tersebut diambil. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian
kualitatif, sebab yang diamati berupa fenomena
kebahasaan pada Customer
Service. Penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang
orang-orang dengan perilaku yang
dapat diamati (Moelong dan Aminudin,1990:14). Hal
ini berarti penekanan
penelitian kualitatif diberikan pada kealamiahan
sumber data. Artinya bahwa data
diambil dengan memperhatikan konteks penggunaanya.
Metode adalah cara yang
harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara
melaksanakan metode
(Sudaryanto, 1993:9). Metode merupakan cara untuk
dapat memahami objek yng
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (
Koentjaraningrat, 1993:7).
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1.7.1 Tahap Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah tuturan yang digunakan
oleh para Customer
Service.
Data di sini adalah tuturan yang dihasilkan penutur dalam hal ini adalah
tuturan seorang petugas Customer Service saat
meyakinkan calon pelanggan.
Tuturan yang dikaji adalah tuturan yang mengandung
peristiwa campur kode.
Penentuan sampel berdasarkan random sampling yaitu
menentukan penentuan
sampel secara acak ( Singarimbun, 1981 : 110 ).
Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode simak
atau penyimakan dan metode wawancara. Penyimakan
yang dimaksud adalah
menyimak penggunaan bahasa. Teknik-teknik yang
digunakan adalah teknik
sadap, teknik simak bebas libat cakap (teknik SBLC),
teknik rekam dan teknik
catat. Metode simak meliputi beberapa teknik yaitu :
1. Teknik dasar : Teknik Sadap
Teknik dasar yang digunakan pada penelitian ini
meliputi teknik sadap,
yaitu penyimakan dengan meyadap penggunaan bahasa
seseorang atau
beberapa orang. Teknik sadap cara memperoleh data
dengan menyadap
dan menyimak penggunaan bahasa petugas customer
service dengan calon
pelanggan.
2. Teknik Lanjutan I : Teknik Simak Bebas Libat
Cakap
Teknik simak bebas libat cakap merupakan lanjutan
teknik sadap, dalam
teknik SBLC penulis tidak terlibat langsung dalam
menentukan calon data,
penulis hanya menjadi pemerhati atau pengamat
terhadap tuturan yang
muncul diperistiwa kebahasaan yang ada di luar
dirinya.
3. Teknik Lanjutan II : Teknik Rekam
Agar data yang diperoleh lebih akurat dibutuhakn
teknik rekam yang
dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data.
Setelah seluruh calon
data terkumpul, dilakukan transkripsi data untuk
selanjutnya dipilih
berdasarkan objek penelitian.
4. Teknik Lanjutan III : Teknik Catat
Di samping kegiatan perekamnan penulis juga
melakukan pencatatan.
Pencatatan dilakukan langsung pada saat teknik satu
dan kedua selesai di
gunakan dan pada saat perekaman sudah dilakukan.
Metode selanjutnya adalah metode wawancara. Metode
wawancara
digunakan untuk mendapatkan data tambahan, dengan
cara mewawancarai
sejumlah informan melalui beberapa pertanyaan yang
berhubungan dengan
objek analisis. Data tambahan adalah data pendukung
diluar objek penelitian
misalnya tentang usia, pendidikan terakhir,
penguasaan terhadap bahasa
daerah dan asing dan karakteristik calon pelanggan.
Alasan penulis memusatkan perhatian pada dua cara
tersebut adalah untuk
memudahkan dalam pengumpulan data. Dua cara tersebut
dimungkinkan
peneliti memiliki latar belakang yang sama dengan
partisipan yang terlibat
dalam tuturan yang diamati. Latar belakang tersebut
membantu peneliti dalam
memahami aspek-aspek apa saja yang terkandung dalam
tuturan customer
service.
1.7.2 Tahap Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya adalah tahap
analisis data. Pada tahap
ini digunakan metode deskriptif fungsional
bedasarkan fungsinya sebagi alat
komunikasi. Analisis fungsional dilakukan dengan
menggunkan metode
kontekstual (pendekatan yang memperhatikan konteks
situasi) dalam tuturan
penawaran barang dan persetujuan service, bahasa
tidak hanya berfungsi
sebagai penyampai informasi tapi dengan bahasa dan
strateginya seseorang
dapat melakukan sesuatu. Selain itu data dianalisis
berdasarkan wujud dan
latar belakang campur kode setelah hasil analisis
didapatkan, selanjutnya
dilakukan pembahasan untuk bahan penarikan
kesimpulan.
1.7.3 Tahap Penyajian Hasil
Hasil penelitian ini disajikan secara informal.
Penyajian secara informal
merupakan penyajian berupa perumusan dengan
menggunakan kata-kata biasa
( Sudaryanto, 1993 : 144-157 ). Data-data yang telah
terkumpul kemudian
diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan
campur kode serta penyebab
terjadinya fungsi sosial. Kemudian hal yang terakhir
masing-masing kegiatan
campur kode dianalisis sebagai strategi komunikasi
pada customer service
serta melakukan penafsiran hasil analisis yang
berisi pembahasan penyebab
serta latar belakang terjadinya campur kode yang
ditemukan pada data.
1.8 Sistematika Penulisan
Skripsi disajikan dengan susunan sebagai berikut :
BAB I Menampilkan pendahuluan yang terdiri atas
latar belakang,
permasalahan, alasan pemilihan judul, ruang lingkup
penelitian,
landasan teori, tujuan penelitian, , metode dan
teknik penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Menampilkan tentang tinjauan pustaka,
landasan teori tentang campur
kode.
BAB III Menampilkan analisis bentuk, tipe campur
kode, campur kode sebagai
strategi komunikasi dan faktor-faktor yang
melatarbelakangi
terjadinya campur kode.
BAB IV Simpulan dan saran
BAB III
CAMPUR KODE SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI
CUSTOMER SERVICE
3.1 Pengantar
Berhasil atau tidaknya kegiatan komunikasi secara
efektif, banyak
ditentukan oleh strategi komunikasi (Effendi,
1993:229). Dalam proses
persetujuan perbaikan dan penawaran barang seorang
petugas CS harus
menentukan strategi komunikasi yang sekiranya dapat
digunakan untuk mencapai
tujuan yakni pelanggan dapat memahami, menyetujui,
dan akhirnya membeli
produk yang ditawarkan.
Customer Service merupakan setiap kegiatan yang diperuntukkan atau
ditujukan untuk memberikan kepuasan melalui
pelayanan yang diberikan
seseorang secara memuaskan kepada pelanggan (http//www.tanadisantoso.com).
Pelayanan yang diberikan termasuk menerima keluhan
atau masalah yang sedang
dihadapi, sehingga seorang CS harus pandai
dalam mencari jalan keluar untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pelanggan.
Pentingnya sebuah perusahaan menggunakan petugas CS
adalah untuk
memahami keluhan dan menerima pengaduaan dari
pelanggan. Pelanggan yang
datang memiliki karakteristik yang berbeda satu sama
lain, sehingga kemampuan
berbahasa oleh petugas CS dalam hal ini
sangat dibutuhkan.
Strategi komunikasi dapat digunakan oleh CS ketika
seorang pelanggan
yang datang dalam keadaaan marah, sehingga intonasi
berbicaranya tinggi.
Biasanya seorang pelanggan dengan kasus tersebut
akan dihadapai oleh dengan
pendekatan secara personal.
Pendekatan secara personal menurut Lili (2005:3)
adalah menyapa
pelanggan dengan menggunakan nama pelanggan bukan panggilan
umum seperti
bapak, ibu, atau saudara. Dengan penyebutan nama,
dapat lebih mengakrabkan
komunikasi yang terjalin antara pelanggan dengan
petugas CS. Selain itu hal lain
yang dapat dilakukan adalah dengan tidak memotong
pemicaraan pelanggan,
sebab dengan cara ini dapat menunjukan rasa empati
atas keluhan pelanggan.
Pemberian solusi kepada pelanggan dengan bahasa yang
mudah dipahami dan
tidak berbelit-belit sehingga dapat menimbulkan rasa
puas atas layanan yang
diberikan. Hal inilah yang akhirnya ingin dicapai
yaitu kepuasan pelanggan.
3.2 Kuantitas Masuknya Bahasa Tercampur kedalam
Bahasa Sasaran
Suyanto dalam skripsinya (1993:39) mengatakan bahwa
campur kode
melibatkan dua bahasa yang mendudukan bahasa-bahasa
tersebut pada posisi yang
berbeda. Satu bahasa akan berkedudukan sebagai
bahasa utama penutur dalam
tindak tuturnya yang disebut dengan bahasa sumber
atau bahasa sasaran,
sedangkan yang lain merupakan bahasa tercampur yang
menyusup kedalam
bahasa utama.
Campur kode yang terjadi antara penutur dengan lawan
tutur dalam dialog
memiliki persentase yang akan ditampilkan dalam
daftar tabel berikut:
Data Jumlah
Jumlah Dialog 210
Masuknya Unsur Tercampur 60
Dari keseluruhan dialog yang berjumlah 210 kalimat,
60 kalimat
didalamnya terjadi kasus berupa campur kode. Campur
kode tersebut dapat
dikatakan cukup tinggi penggunaannya sebab terdapat
28.5% dari keseluruhan
dialog yang ada yang ada.
Namun jumlah dialog tersebut tidak termasuk
didalamnya pola tuturan
pendahuluan (ice greeting) dan tuturan
penutup (closeing) karena pada disetiap
dialog terdapat pola tuturan tersebut meskipun
terdapat campur kode pada tuturan
tersebut. Tuturan pendahuluan (ice greeting)
yang dijumpai pada data adalah
penggunaan kalimat sapaan saat akan memulai
pembicaraan atau penyambutan
contohnya adalah kata selamat pagi, selamat
siang, morning mam, selamat sore,
dan mempersilahkan duduk yang muncul disetiap awal
dialog. Sementara tuturan
penutup (closeing) adalah kalimat yang
digunakan saat menutup dialog, biasanya
berupa ucapan terima kasih dan kalimat berpamitan.
Jumlah dialog yang diambil hanya pada pola tuturan
isi (information).
Contoh pada dialog berikut :
CS : “Selamat pagi ibu, silahkan duduk ada yang bisa
dibantu ?”.
CP : “Ini lho mbak , ini hpnya kok sering
mati-mati sendiri masih garansi”.
CS :” O,iya saya cek sebentar ya bu, bawa kartu
garansinya ibu?”
( sambil membongkar hp)
CP : “Bawa mbak”
CS :”Ibu dari imeinya memang masih garansi dan
kondisi fisik handphonenya
juga bagus, jadi garansinya bisa kita cover .
Untuk servicenya harus
ditinggal kurang lebihnya tiga hari ya”.
CP : “Iya, mba, nanti saya telepon dulu atau
langsung?”
CS : “Kalau mau telepon dulu boleh. Terimakasih Ibu,
selamat siang.”
Dari contoh tersebut jumlah kalimat yang ada hanya
tujuh buah kalimat
sebab tiga kalimat lainnya adalah tuturan ice
greeting dan closeing. Sementara 60
jumlah tuturan unsur tercampur pada dialog termasuk
didalamnya adalah
penggunaan lebih dari satu kali bentuk campur kode
yang sama pada kalimat
dialog yang berbeda. Contoh pada penggunaan kata member
berikut ini yang
muncul dengan frekuensi lebih dari satu kali
pemakaian oleh penutur :
CS : “Jika Bapak mau jadi member ada
biayanya, coba nanti Bapak tanya di atas,
terima kasih Pak”. (Tgl 10 Jan 2007, Pk. 16.30diBag
Service)
CP : “Permisi Mas, kalo saya mau tambah aplikasi
caranya gimana ya?”
CS : “Maaf sebelumnya sudah jadi member?” (05
Jan 2007, Pk. 12.30 diBag.
Penjualan)
CP : “Harganya?”
CS : “Cukup Rp5000.000 mbak sudah bisa
mendapatkannya termasuk free untuk
jadi member disini”. (07 Jan 2007, Pk. 13.00
diBag. Penjualan
Unsur tercampur yang tidak ikut dalam penghitungan
data adalah kata
service, handphone. Kata service yang
merupakan bahasa asing telah ada dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:1053) dan telah
terintegrasi dengan kata
servis yang berarti ’layanan’, ’pelayanan’ atau
’perbaikan atas suatu barang yang
rusak’. Sehingga kata service tidak ikut
dalam sumber data. Sementara kata
handphone yang
juga merupakan kata dalam bahasa asing yang memiliki padanan
dalam bahasa Indonesia yaitu ’telepon genggam’ namun
penggunaannya kurang
populer dibanding dengan istilahnya dalam bahasa
asing, sehingga kata tersebut
tidak dimasukkan dalam data campur kode.
Wujud campur kode itu sendiri menurut Soewito (1985)
terbagi atas
campur kode berupa kata, baster, perulangan kata,
frasa dan idiom. Daftar berikut
menunjukan jumlah campur kode antara penutur dengan
lawan tutur:
.
Dari pengamatan di atas dapat dikatakan bahwa sumber
bahasa campur
kode yang dominan digunakan dalam strategi komunikasi
adalah bahasa Inggris
yaitu sebanyak 39 tuturan yang dominasi terbesarnya
yaitu berupa kata sebesar
33 tuturan dari 45 tuturan keseluruhannya yang
meliputi penyusupan berupa
baster 8 tuturan dan terakhir berupa perulangan kata
2 tuturan. Sisanya
penyusupan berupa frasa 12 tuturan Sedangkan
penyusupan berupa idiom atau
ungkapan tidak ditemukan. Tidak ditemukannya campur
kode berupa bentuk
idiom atau ungkapan dikarenakan oleh penutur dalam
memberi penjelasan kepada
pelanggan tidak diperbolehkan bebelit-belit,dan
untuk efsiensi waktu untuk
menjelaskan.
Terdapat dua tipe campur kode menurut Soewito (1985)
seperti telah
dijelasakan sebelumnya yaitu campur kode intern
yaitu campur kode yang
bersumber dari bahasa daerah dan campur kode ekstern
yaitu campur kode yang
bersumber dari bahasa asing diluar bahasa penutur.
Jumlah bahasa tercampur tipe
Wujud Campur Kode Jumlah
CK berupa Kata 33
CK berupa Frasa 12
Total 45
intern pada data sangat rendah pemunculannya. Dari
45 tuturan yang ada hanya 3
tuturan yang merupakan tipe campur kode interen,
sementara 42 tuturan
merupakan campur kode ekstern yaitu bahasa Inggris.
Hal ini terkait dengan latar
belakang pendidikan dan status sosial.
Penutur yang semuanya menempuh pendidikan tinggi
dapat dikatakan
menguasai penggunaan bahasa asing terutama bahasa
Inggris yang merupakan
bahasa internasional, selain itu status sosial yang
ingin dicapai oleh penutur
adalah seorang yang terpelajar yang mengikuti
perkembangan teknologi dimana
dalam dunia teknologi banyak istilah yang
menggunakan bahasa asing, hal lain
yang mendorong penggunaan campur kode ekstern yaitu
karena kebiasaan dalam
masyarakat penutur yang menggunakan bahasa tercampur
saat berdialog dengan
lawan tutur.
Sementara penyusupan interen yaitu bahasa Jawa
terjadi karena sebagai
orang jawa yang harus menerapkan tata krama bertutur
atau ’undha-usuk’ yang
ada dalam masyarakat tutur. Sedikitnya penggunaan
tipe campur kode intern
disebabkan karena pelanggan yang datang sebagian
besar adalah seorang yang
juga menguasai bahasa asing dan tidak menggunakan
bahasa daerah dalam
berkomunikasi.
Dari penjelasan diatas maka penulis ingin
mengungkapkan wujud atau
bentuk campur kode dan tipe apa saja yang terdapat
pada data. Dan hal-hal apa
yang melatar belakangi terjadinya campur kode oleh
penutur.
3.3 Wujud dan Tipe Campur Kode
3.3.1 Campur Kode Berupa Kata
Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil.
Maksudnya tidak dapat
dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
yang masing-masing
mengandung makna (Kentjono, 1982:44). Berdasarkan
bentuknya kata dapat
dibedakan menjadi empat macam yaitu : kata dasar,
kata turunan, kata ulang, dan
kata majemuk. Selain itu menurut Ramlan (1981:22)
kata dapat terbagi menjadi
tujuh kategori yaitu kata benda (nomina),
kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva),
kata keterangan (adverbia), kata bilangan (numeralia)
dan kata tugas.
Penyusupan unsur berupa kata dalam dialog antara
penutur dengan lawan
tutur terdapat 33 tuturan, yang terbagi atas 29
tuturan dalam bahasa asing yaitu
bahasa Inggris dan 4 tuturan adalah bahasa daerah
yaitu bahasa Jawa. Campur
kode berupa kata yang ditemukan pada data ialah kata
dasar, kata berimbuhan
atau baster dan kata ulang.
3.3.1.1 Berupa Kata Dasar
Kata dasar dalam KBII (1997) artinya adalah elemen
terkecil dari sebuah
bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan merupakan
realisasi kesatuan perasaan
dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.
Berikut penyusupan unsur berupa kata dasar dengan
tipe ekstern yang ada
terdapat pada data : cover, load, confirm, cash,
charge, trouble, pending, indent,
member, free, original, merchandise, launching,
support, sending, software,
complain, handsfree, joystick, speaker, N series.
Bentuk campur kode berupa kata dasar dalam bahasa asing
yang
menyusup kedalam bahasa sasaran dalam dialog masih
ada yang sesuai dengan
makna asalnya dan ada yang sudah tidak sesuai dengan
makna asalnya. Dari
tuturan tersebut terdapat empat tuturan yang
maknanya menyimpang dari makna
aslinya pada kamus.
Berikut contoh kata yang pengunannya oleh penutur
masih setia dengan makna
aslinya.
(1) CP : “Saya mau cari handfree untuk hp saya”.
CS : “Kita disini menyediakan handfree original untuk
hp Mas supaya
menghasilkan suara jernih dan bagus”. (Tgl 03 Jani
2007, Pk
12.15 diBag Penjualan)
(2) CP : “Ya udahlah, tapi saya tunggu ya
CS : ”Maaf Ibu untuk servicenya tidak bisa
ditunggu karena load kita
hari ini ramai. Kemungkinan besok baru bisa
diambil”.
CP : “Ya udahlah Mbak yang penting beres, tapi kalo
nanti sore saya
mau tanya bisa?”. ( 04 Jan, Pk.11.00 di Bag. Service
)
(3) CP : “ Ini Mbak saya punya hp N71 sudah bisa 3G
belum ya
Mas?”
CS : “ Semua tipe Nseries sudah support 3G
Mbak, tapi Mbak
harus pakai kartu yang juga sudah menyediakan
jaringan 3G. Nanti
jika sudah tinggal daftar saja”( Tgl 09 Jan 2007, pk
14.00 bag.
Penjualan).
Kata original dalam dialog (1) berarti
’asli’, ’orisinil’ (Echols :1996)
penggunaan kata original sebenarnya dapat
diganti dengan makna aslinya oleh
penutur. Namun ternyata penutur menganggap bahwa
penggunaan kata original
dapat lebih meyakinkan lawan tutur yang dalam hal
ini adalah seorang pelanggan
yang sedang mencari sesuatu. Makna kata original sama
dengan orisinil seperti
yang terdapat dalam KBBI (1996: 912) yang telah
diserap namun karena faktor
kebiasaan kata padanannya dalam bahasa Inonesia
hampir tidak pernah
digunakan. Kadang penutur hanya menggunakan kata ori
untuk menyingkat kata
original tersebut
dan biasanya lawan tutur sudah dapat memahami maksud
penutur.
Kata load berarti ’beban’, ’ muatan’, ’isi’
(Echols:1996), kata load
ternyata memiliki tiga makna dalam bahasa Indonesia
namun pada dialog (2)
makna yang dimaksud adalah makna muatan yaitu
banyaknya pelanggan yang
datang pada hari itu. Kata load dirasa lebih
sopan untuk menolak dan
menginformasikan keinginan pelanggan.
Sementara kata support pada dialog (3)
berarti ’sokongan’, ’bantuan’,
’sandaran’ (Echols :1996). Jika dilihat dari dialog
antara penutur dengan lawan
tutur kata support menunjuk pada arti ’sokongan’
sebab pada dialog tersebut
penutur ingin menyatakan bahwa layanan 3G mendapat
sokongan oleh operator
jaringan. Penggunanan kata support biasanya
diartikan sebagai dukungan. Hal ini
ternyata salah sebab dukungan dalam bahasa Inggris
seharusnya adalah
’endorsment’ dalam KII (1996:151). Namun ternyata penggunaan kata
support
lebih sering digunakan oleh penutur untuk
menggantikan makna dukungan yang
sebenarnya dalam bahasa Inggris.
Kata lain seperti kata cover, cash, trouble,
pending, member free,
launching dan
sending ternyata penggunannya dalam kalimat masih sesuai dengan
makna aslinya dalam kamus. Kata – kata tersebut
muncul hampir pada setiap
dialog dengan lawan tutur pada kasus yang sama.
Selain kata yang tersebut terdapat kata confirm,
charge, indent dan
merchandise yang maknanya tidak sesuai lagi dengan makna
aslinya. Berikut ini
penggunaanya dalam dialog dengan lawan tutur :
(4) CS : “Bisa Ibu, nanti tlp kesini dulu, atau
nanti kita confirm ke
nomer Ibu kalau sudah jadi. Terimakasih”( 04 Jan,
Pk.11.00 di
Bag. Service)
(5)CS : ”Ini joysticknya akan kita ganti,
untuk pembayarannya cash pak?
CP : “Iya cash saja, kalau pake card bisa?
CS : ”Bisa tapi kena charge 3 %
CP : “Cash ajah Mbak (Tgl 04 Jan 2007, Pk.
13.00 bag.Service)
(6) CP: “Handphone saya gak ada suaranya kalo
ada telepon masuk gak
denger”.
CS : “ Bisa pinjam hpnya sebentar, biasanya
kerusakan seperti ini
karena speakernya trouble, tapi maaf
untuk penggantian speaker
masih pending, jadi bapak harus indent dulu,
mungkin sekitar dua
minggu” (Tgl 07 Jan 2007, Pk. 17.30 bag. Service)
(7)CP : “Harga disini lebih mahal ya Mbak, kemarain
saya tanya
ditempat lain gak segitu Mbak, kok dipusatnya
malah lebih mahal?”
CS : “Iya memang Ibu disini lebih mahal, sebab jika
Ibu pembelian
diluar Ibu mau isi gambar atau lagu nanti kena biaya,
tapi kalau Ibu
belinya disini Ibu gratis dan kita ada merchandise
untuk Ibu” (Tgl
05 Jan 2007, Pk. 14.00 di Bag. Penjualan)
Pada dialog (4) penutur menyusupkan kata confirm,
jika dilihat dari
kalimatnya, penutur seolah-olah akan menghubungi
kembali pelanggan yaitu
lawan tutur jika perbaikan sudah selesai. Hal ini
ditunjukkan dengan kata
dibelakangnya ”ke nomer ibu”. Nomer disini berarti
nomer telepon yang dapat
dihubungi. Sebenarnya kata confirm memiliki
makna ’memperkuat’,
’membaptiskan’ (Echols, 1996:137). Jika diambil
salah satu dari makna tersebut
yang paling mendekati adalah makna ’menegaskan’,
namun penggunaan kata
confirm masih
belum tepat. Penutur sering menggunakan kata confirm untuk
menggantikan kata konfirmasi atau pemberitahuan.
Kata konfirmasi ternyata
dalam bahasa Inggris yaitu confirmation, sementara
penggunaan kata confirm
adalah untuk menyingkat kata tersebut. Namun
terjadinya pemengggalan kata
yang sebenarnya maknanya salah tersebut, dapat
dipahami maksudnya oleh lawan
tutur. Dialog (5), (6) dan (7) penyusupan kata yang
salah yaitu kata charge,
indent dan
merchandise. Charge diartikan oleh penutur sebagai ’biaya tambahan’
jika pelanggan melakukan pembayaran dengan kartu
kredit. Indent digunakan
untuk menggantikan kata ’pesanan’ sementara kata merchandise
seolah digunakan
untuk menyatakan ’hadiah’.
Makna yang dimaksud oleh penutur tersebut adalah
sebuah kesalahan,
sebab makna kata yang digunakan oleh penutur
tersebut menyimpang dari makna
sebenarnya dalam KII, seharusnya jika penutur
bermaksud untuk menyatakan
biaya tambahan kata yang digunakan terdiri atas dua
kata yaitu charge ’biaya’ dan
add ’tambahan’
namun ternyata gabungan dari kata ini justru membuat lawan
tutur bingung akan maknanya. Penutur menggunakan kata
charge untuk
pengganti kata biaya tambahan.
Indent yang dimaksud sebagai pesanan ternyata
memiliki makna asli yaitu
’memasukan’(Echols, 1996:318), namun seolah penutur
menggunakan kata
tersebut untuk menyarankan pada pelanggan untuk
memesan. Kata indent dapat
berfungsi untuk menyingkat maksud penutur yaitu
memasukan ke dalam daftar
pesanan.
Demikian halnya dengan kata merchandise pada
dialog (7) yang
digunakan oleh penutur untuk menggantikan kata
hadiah yang sebenarnya
menurut (Echols, 1996:378) berarti ’barang
dagangan’. Penutur menggunakan
kata merchandise saat melakukan penawaran
adalah untuk menarik minat
pelanggan. Kata hadiah itu sendiri dalam bahasa
Inggris yaitu ’gift’, tapi ternyata
penutur beranggapan bahwa kata ’gift’
penggunaannya lebih untuk hadiah
perseorangan bukan hadiah karena pembelian sebuah
produk. Penggunaan kata
merchandise juga terjadi pada beberapa penawaran produk lain
pada brosur iklan
dengan mencantumkan kata merchandise untuk
menggantikan kata hadiah.
Kejadian ini seolah telah menjadi sebuah kebiasaan
pada masyarakat karena
meskipun penutur dalam hal ini menyampaikan kata
yang maknanya menyimpang
dari makna aslinya, lawan tutur tetap dapat memahami
maksud penutur hal ini
seolah telah menjadi kebiasaan pada masyarakat
tutur. Kata yang merupakan
istilah dalam bahasa asing yang ditemukan pada data
adalah kata-kata berikut:
software, handsfree, joystick, speaker, N series. Kata software merupakan
istilah
yang ada dalam dunia teknologi yang berarti ‘
perangkat lunak’, sementara kata
handsfree, joystick, speaker dan N series merupakan istilah untuk nama
komponen dan produk.
Unsur bahasa tercampur berupa kata dalam bahasa
daerah yaitu bahasa
Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang ditemukan pada
data adalah penggunaan
kata matur dan monggo. Penggunaan kata
dalam bahasa Jawa tersebut merupakan
bahasa Jawa pada tingkat krama yang biasanya
digunakan pada seorang yang
belum dikenal atau lebih tua. Penutur menggunakan
kata matur dan monggo
memiiki makna yaitu ’katakan’ dan ’silahkan’ dalam
bahasa Indonesia. Oleh
penutur dalam dialog oleh penutur adalah sebagai
pengganti kata perintah.
Seperti yang dapat dilihat pada dialog di bawah ini
:
(8) YS : ” Iya lebih baik, bapak matur dulu
saja takutnya pemilik
hpnya
tidak setuju” (08 Jan 12.15 bag. Service).
3.3.1.2 Berupa Kata Berimbuhan
Afiks atau imbuhan adalah semacam morfem non dasar
yang secara
struktural dilekatkan pada kata dasar atau bentuk
dasar unutk membentuk katakata
baru. Bentuk kata dasar merupakan bentuk yang
dijadikan landasan untuk
tahap pembentukan berikutnya. Sedangkan menurut
Ramlan (1983:47) dalam kata
berimbuhan penyusupan unsur yang terjadi
pertimbangannya sama dengan kata
dasar, yang membedakan yaitu bahwa kata dasar
merupakan morfem bebas
sedangkan kata berimbuhan terdiri dari morfem bebas
dan terikat, sehingga sudah
berwujud kata kompleks.
Bentuk penyusupan berupa baster yang terdapat pada
data adalah sebagai
berikut: terinstall, dicover, costnya,
direplace, vibratnya, budgetnya, diaturi,
dicancel. Dari keseluruhan bentuk baster
tersebut proses afiksasi atau
pembubuhan afiks dapat dilihat dari posisi
melekatnya pada bentuk dasar
sehingga bentuk baster dapat dibedakan menjadi
prefiks, yaitu afiks yang
diimbuhkan dimuka bentuk dasar.
Bentuk baster yang termasuk dalam kategori prefiks
adalah sebagai
berikut, ter-install, di-cover, di-replace,
di-aturi, di-cancel yang semuanya
merupakan bentuk prefiks dalam bahasa Indonesia yang
dibubuhkan kedalam
bentuk dasar dalam bahasa asing atau bahasa Inggris.
Sementara ditemukan
bentuk dasar dalam bahasa Jawa yang mendapat prefiks
di-, yaitu kata di-aturi.
Berikut contoh kasus bentuk baster:
(15) CS : “Sebentar dicek dulu ya Mbak, kondisi hpnya
sudah sangat
parah kemungkinan besar jika diperbaiki akan sama
dengan hp
baru, gimana mau diservice atau dicancel saja?”
(Tgl. 13 Jan
2007 Pk. 11.35 Bag. Service)
Dicancel merupakan
bentuk campur kode ekstern yang memiliki kata dasar
cancel yang
berarti ’batal’, mendapat prefiks di-. Penutur berusaha menjelaskan
tentang parahnya kondisi hp pelanggan dan biaya yang
harus dikeluarkan,
sehingga penutur memberi pilihan untuk tetap
diperbaiki atau dibatalkan saja.
Dicancel terdengar
lebih halus untuk memberitahukan pada pelanggan bahwa
kondisi hpnya sudah tidak dapat diperbaiki
lagi
(16)CP :“Nggeh, mangkeh kulo matur Bapak
dulu, Masnya
tolong ditulis disini biayanya berapa?”
CS : “Lebih baik, yang punya hp saja diaturi dateng
kesini”. (
Tgl (08 Jan 2007, Pk. 12.15 bag.Service)
Diaturi merupakan
penyusupan unsur campur kode berupa kata berimbuhan
yang termasuk dalam bentuk campur kode intern.
Memiliki kata dasar aturi yang
dalam Kamus Bahasa Jawa berarti ’suruh’, mendapat
prefiks di- menjadi kata
’disuruh’. pelanggan bukan merupakan pemilik hp,
karena terdapat beberapa data
dan persyaratan yang harus disetujui, maka penutur
meminta si pemilik hp untuk
datang. Termasuk dalam campur kode intern sebab kata
tersebut berasal data
bahasa Jawa, tempat terjadinya penelitian sehingga
pelanggan yang datang
sebagian besar merupakan orang-orang dari sekitar
Jawa Tengah dan dapat
berbahasa daerah.
(17) CS : “Untuk virus tidak dicover garansi,
costnya Rp 100.000
datanya hilang semua, gimana?” (Tgl 04 Jan 2007 ,
Pk.11.00)
Dicover merupakan
kata yang mendapat prefiks di- untuk menjelaskan kata
sebelumnya bahwa kerusakan hp pelanggan tidak
mendapat garansi karena bukan
merupakan kesalahan produk melainkan kesalahan
pemakai.. Kemudian kata
costnya, cost berarti ’biaya’ mendapat sufiks –nya untuk
menegaskan biaya yang
akan dikenakan.
Selain bentuk prefiks, proses afiksasi yang terjadi
dapat pula berupa bentuk
sufiks. Yang dimaksud dengan sufiks adalah afiks
yang diimbuhkan pada posisi
akhir bentuk dasar (Chaer :1995). Pada keseluruhan
data sufiks yang terjadi
adalah bnetuk sufiks –nya. Hal ini terjadi pada
bertuk dasar dalam bahasa asing.
Penggunaan bentuk baster yang masuk kedalam kategori
sufiks adalah : cost-nya,
vibrat-nya,
budget-nya. Ketiga bentuk dasar kata tersebut menutur Echols (1996)
berarti ’ biaya’, ’getar’, ’anggaran’ mendapat
sufiks –nya yang digunakan oleh
penutur untuk menegaskan kata sebelumnya yang
menggunakan bahasa Inggris.
Dalam bahasa Inggris sebenarnya terdapat bentuk
sufiks seperti bentuk – ion dan
sufiks – s. Bentuk sufiks dalam bahasa asing
tersebut biasanya muncul pada kata:
constitution dan books. Namun dalam penyusupan campur kode
berupa bentuk
baster, penyusupan yang terjadi adalah adanya bentuk
dasar baik berupa kata
dalam bahasa Inggris atau pun bentuk dasar dalam
bahasa daerah. Berikut ini
contoh terjadinya penyusupan bentuk baster pada
kategori sufiks –nya :
(18) CP : “Siang Mbak, saya cari hp yang ada
kameranya Mbak, tapi
jangan yang mahal-mahal”
CS : “Tipe yang ini tidak telalu mahal ibu, budgetnya
dibawah 2
juta”. (Tgl 05 Jan 2007, Pk. 14.00 bag. Penjualan)
Budget-nya
merupakan bentuk campur kode berimbuhan yang terdiri dari
kata budget sufiks –nya, budget berarti
’anggaran belanja’. Anggaran belanja
disini maksudnya adalah harga hp yang ingin dibeli
disesuaikan dengan kondisi
dengan pelanggan. CP dalam dialog diatas sedang
mencari hp berkamera yang
harganya tidak terlalu mahal. Kemudian CS menawarkan
salah satu tipe yang
anggaran belanjanya dibawah dua juta. Dengan cara
ini CS berusaha menjual
produknya sesuai dengan kebutuhan dan dana
pelanggan.
3.3.1.3 Berupa Kata Ulang
Ramlan (1983:60) menyatakan bahwa kata ulang
merupakan kata yang
telah mengalami proses morfologis berupa pengulangan
bentuk dasarnya, baik
pengulangan seluruh, sebagian ataupun pengulangan
dengan perubahan bunyi.
Bentuk perulangan kata sama halnya dengan
reduplikasi.
Reduplikasi menurut Chaer (1995) adalah proses
morfemis yang
mengulang bentuk bentuk dasar, baik secara
keseluruhan, secara sebagian maupun
dengan perubahan bunyi. Bentuk perulangan yang
terdapat pada data termasuk
dalam bentuk perulangan secara keseluruhan atau
bentuk reduplikasi penuh.
Dalam linguistik Indonesia digunakan sejumlah
istilah sehubungan dengan
perubahan perulangan kata dalam bahasa Jawa yaitu
istilah dwilingga yakni
perulangan bentuk dasar. Perulangan ini berlaku atas
kedua bentuk data yang
diperoleh yaitu :
(19) CP : “Iya Mas, eman-eman hp baru, matur
nuwun Mas”
CS :”Iya Ibu, sami-sami”.(Tgl 12 Jan 18.45
bag. Service)
Dari salah satu contoh perulangan kata sami-sami merupakan
tipe campur kode
intern dalam bahasa daerah yaitu bahasa Jawa yang
bersifat darivasional yaitu
membentuk kata baru atau kata yang identitas
leksikalnya berbeda dengan bentuk
dasarnya. Seperti kata sami-sami yang
digunakan oleh penutur untuk
mengungkapkan kembali rasa terimakasih yang
sebelumnya telah digunakan oleh
lawan tutur. Kata sami-sami atau berarti
’sama- sama’ memiliki bentuk dasar sami
yang mengalami perulangan secara penuh.
Sementara bentuk perulangan lain yang ditemukan pada
data adalah perulangan
dalam bahasa asing yaitu kata : restart-restart yang
memiliki bentuk dasar start
yang mendapat prefiks re- kemudian mengalami proses
perulangan secara utuh
yang menghasilkan identitas yang sama dengan kata
dasarnya yaitu ’mulai’,
’menjadi’, ’mengulang kembali’ atau ’memulai
kembali’. Restart-restart memiliki
sifat perulangan paradigmatis yaitu tidak mengubah
identitas leksikal melainkan
hanya memberi makna gramatikal. Penggunaan kata restart
oleh penutur adalah
untuk lebih menyingkat maksud tuturan dengan hanya
menggunakan perulangan
kata sebagai strateginya.
3.3.2 Campur Kode Berupa Frasa
Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata
atau lebih yang mestinya
mempertahankan makna kata dasarnya. Sementara
gabungan itu menghasilkan
suatu relasi tertentu dan tiap pembentuknya tidak
dapat berfungsi sebagai subjek
dan predikat dalam konstruksi tersebut (Keraf,
1991:175).
Sudaryanto (1992) menyatakan bahwa secara semantik
ada beberapa frasa
yang telah meninggalkan makna asalnya, sebab makna
yang kemudian muncul
sulit ditentukan proses gramatikalnya. Frasa kambing
hitam yang artinya orang
yang dipersalahkan. Makna yang muncul kemudian jelas
sudah meninggalkan
makna aslinya yaitu kambing yang berwarna hitam.
Selain itu (Ramlan, 1981:138)
mengatakan bahwa frasa adalah satuan gramatik yang
terdiri atas dua kata atau
lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur
klausa.
Bentuk campur kode unsur berupa frasa yang muncul dalam
kalimat data
sebanyak 12 buah tuturan yang semuanya merupakan
frasa dalam bahasa asing
yaitu bahasa Inggris sehingga termasuk dalam tipe
campur kode ekstern. Frasa
yang muncul pada keseluruhan kalimat adalah sebagai
berikut : blackmarket, id
card, product knowlage, overload, free of charge,
repair order, misuse, searching
network, sales packaged, internal memory,
touchscreen, price list. Frasa
dapat
dibedakan atas dua kategori yaitu frasa endosentris
dan frasa eksosentrik.
3.3.2.1 Frasa Endosentris
Frasa endosentris yaitu frasa yang salah satu
unsurnya memiliki perilaku sintaksis
yang sama dengan unsur keseluruhan. Frasa
endosentris salah satu unsurnya dapat
berupa kata nomina dan kata verba.
Frasa yang masuk dalam kategori frasa endosentris
yang salah satu unsurnya
berupa nomina dari 12 buah tuturan tersebut adalah :
id card, product knowlage,
pricelist.
Penyusupan tersebut dapat dilihat pada contoh berikut :
(9) CS : (CS hanya mendengarkan dan
mengangguk-anggukkan kepala).
”Sebelumnya saya konfirmasi ke Bapak dulu, kalo kita
hanya
bisa bantu blokir garansi bukan blokir imei Pak. Dan
nanti kita
akan konfirmasi ke Bapak jika HP Bapak masuk ke
distributor
kita. Tapi sebelumnya, Bapak harus memberikan
kelengkapan ke
kita berupa kartu garansi, id-card, surat
kehilangan dari
kepolisian. Nanti data-data yang Bapak beri akan
kita urus ke
Nokia Indonesia”
Id card merupakan
penyusupan unsur berupa frasa yang memiliki unsur
inti berupa kata nomina yang berarti ’ katu
pengenal’ dalam KII. Penggunaan
frasa id card oleh penutur sebenarnya
merupakan akronim dari frasa identity card
hal ini dilakukan untuk lebih mempermudah penjelasan
pada lawan tutur bahwa
kelengkapan yang harus disertakan dapat berupa Kartu
Tanda Penduduk atau KTP
dan dapat pula berupa kartu pengenal lainnya yang
menunjukan identitas
pelanggan.
(10) CP : ”Mas, tipe 9300i supaya bisa untuk kirim
email gimana?”
CS : ”Untuk penjelasan lebih lanjut tentang
penggunaan dan product
knowladge Mas
bisa tanyakan langsung di lantai atas dibagian
penjualan, sebentar saya hubungi dulu ya Mas”
( Tgl 10 Jan 2007, pk.16.30 bag. Service)
Product knowladge berarti ’ilmu pengetahuan produk’, produk yang
dimaksud adalah produk dari barang yang ditawarkan.
Ilmu pengetahuan
merupakan unsur inti yang berupa kata nomina Product
knowladge biasanya
digunakan oleh penutur untuk memberitahukan
fasilitas-fasilitas yang terdapat
handphone. Penggunaan frasa tersebut oleh penutur
digunakan untuk
memperhalus frasa dalam bahasa Indonesia ilmu
pengetahuan produk yang dirasa
kurang tepat jika digunakan untuk berbicara dengan
lawan tutur.
(11) AP “Iya silahkan Ibu, ini kami ada pricelist
kalau mau dilihat dulu”.
CP : “O, iya makasih mas. Mas ini harganya
berubah-ubah gak”.
(10 Jan 2007, pk. 16.00 bag. Penjualan)
Sama halnya dengan id card dan product
knowlage diatas pricelist
merupakan frasa nomina sebab salah satu unsurnya
merupakan kata nomina.
Pricelist berarti
’daftar harga’. Daftar harga yang dimaksud adalah daftar
keseluruhan harga produk yang ditawarkan dibuat
dalam daftar yang dapat dilihat
oleh pelanggan sehingga pelanggan dapat menyesuaikan
dengan kebutuhan
pelanggan saat memilih atau membeli salah satu
produk yang ditawarkan.
Sementara frasa endosentris yang termasuk kategori
frasa verba dalam
data tersebut adalah blackmarket, misuse dan searching
network. Penggunaan
frasa blackmarket berarti ’menjual
barang-barang dipasar gelap’ (Echols:1996)
digunakan oleh penutur untuk memperhalus maksud
tuturan yaitu barang yang
dimiliki oleh pelanggan tidak memiliki garansi resmi
atau dengan kata lain
merupakan barang selundupan. Penggunaan frasa blackmarket
digunakan agar
pelanggan tidak merasa tersingung ataupun marah.
Berikut penggunannya dalam
kalimat :
(12) CP : ”Maksudnya mas?”
CS : ”Hpnya blackmarket jadi tidak
diperjualbelikan diIndonesia.
Kalo diservice selain datanya hilang ada resiko
terburuk mati total,
gimana?” (02 Jan 2007, pk. 10.15 bag. Service)
Frasa blackmarket termasuk dalam frasa verba
karena makna frasa tersebut
adalah menjual yang berarti kata kerja. Sebenarnya
pelanggan disini bukanlah
penjual dari barang selundupan tersebut melainkan
pembeli yang membeli dari
penjual barang-barang yang ada dipasar gelap
tersebut.
Frasa lainnya yang masuk kategori frasa endosentris
verba adalah frasa
misuse dan
searching network yang berarti ’ kesalahan penggunaan’ dan ’mencari
jaringan’ salah satu unsurnya merupakan kata kerja
yaitu penggunaan dan
mencari. Kesalahan penggunaan tersebut berarti
kesalahan yang terjadi karena
pemakaian seperti handphone yang terkena cairan ataupun
jatuh. Sementara
mencari disini berarti menyatakan kerusakan yang
terdapat pada hp tersebut.
Penutur disini menegaskan kembali apa yang
dikeluhkan oleh pelanggan sebagai
lawan tutur seperti pada kalimat dialog berikut ini
:
(13) CP : ”gak ada mba, telepon juga gak lama tapi
signalnya sulit
CS : ”sering searching network ya, ini yang
mengakibatkan battrei
jadi cepet habis dan panas, sudah dicoba dengan
simcard lain?”(12
Jan pk.18.45, bag. Service)
Terlihat dalam dialog sebelumnya lawan tutur telah
mengungkapkan kerusakan
pada hpnya dalam bahasa Indonesia dengan mengganti
istilah jaringan dalam
bahasa Inggris yaitu kata signal. Penutur
menggunakan frasa dalam bahasa asing
sebab lawan tutur lebih dulu menjelaskan dengan
adanya penyusupan istilah
dalam bahasa asing
3.3.2.2 Frasa Eksosetrik
Frasa eksosentrik adalah frasa yang komponennya
tidak memiliki perilaku yang
sama dengan keseluruhan unsurnya. Frasa eksosentrik
juga terbagi atas frasa
eksosentris direktif yaitu frasa eksosentris yang
salah satu komponennya memiliki
preposisi yaitu di, dari, pada. dan frasa
eksosentris nondiriktif yaitu salah satu
unsurnya digunakan untuk memperhalus dengan kata
yang atau para (Chaer
:1995).
Bentuk frasa lainnya yaitu frasa eksosentrik yang
terdapat pada data adalah
sebagai berikut: free of charge, repair order,
sales packed, internal memory dan
touchscreen. Masuk dalam kategori frasa eksosentrik yang terbagi
lagi dalam
frase eksosentrik derektif diantaranya adalah free
of charge, repair order, sales
packaged sebab
salah terdapat kata preposisi pada maknanya dalam bahasa
Indonesia. Contoh penggunaannya dalam kalimat dialog
oleh penutur :
(14) CP : “Tapi free ya Mbak?”
CS : “Free of charge Ibu, kan handphonenya
masih garansi” (11 Jan
2007, Pk. 11.55 bag. Service)
Free of charge berarti ‘bebas dari biaya’ kata dari menunjukan
preposisi dari kata
biaya. Demikian halnya dengan frasa repair order berarti
‘perintah untuk
memperbaiki’ dan sales packed berarti ‘paket
pada penjualan’, kedua frasa ini
temasuk dalam frasa enksosentrik direktif karena
terdapat preposisi untuk dan
pada dalam salah satu unsurnya. Namun kata preposisi
tersebut ternyata
digunakan oleh penutur secara eksplisit dalam bahasa
asing. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa kata dalam bahasa asing kadang
merupakan frasa dalam bahasa
Indonesia. Sementara frasa eksosentrik nondirektif,
komponennya terdapat kata
yang dan
kata para dalam data yang termasuk dalam kategori ini adalah internal
memory dan
touchscreen. Internal memory menurut (Echols:1996) adalah ’ingatan
yang ada didalam’ dan touchscreen adalah
’layar yang disentuh’. Kata yang dalam
frasa tersebut menunjukan bahwa frasa tersebut masuk
dalam kategori frasa
eksosentrik nondirektif. Penutur menggunakan kata
tersebut untuk memberi
penjelasan pada lawan tutur.
Campur kode berupa ungkapan atau idiom tidak
ditemukan pada data sehingga
bentuk ini diabaikan.
3.4 Campur Kode sebagai Strategi Komunikasi
Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting
dalam kehidupan
manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat
terjadi pada setiap gerak
langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang
tergantung satu sama lain
dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain
dilingkungannya. Satu-satunya
alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain
dilingkungannya adalah
komunikasi baik secara verbal maupun non verbal (
bahasa tubuh dan isyarat
yang banyak dimengerti oleh suku bangsa).
Dari penertian diatas maka diperoleh beberapa
definisi komunikasi yakni:
1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang
yang mengandung
arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak
yang terlibat dalam
kegiatan komunikasi (Astrid).
2. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan
penyampaian pesan atau
informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
3. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi
dan pengertian dari satu
orang ke orang lain (Davis, 1981).
4. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan
persamaan dengan orang lain
(Schram,W)
5. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan
dari satu orang kepada
orang lain, komunikasi merupakan proses sosial
(Modul PRT, Lembaga
Administrasi).
Dari beberapa definisi tersebut maka tujuan
komunikasi dianatranya adalah :
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi perilaku seseorang
3. Mengungkapkan perasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang
lain
5. Berhubungan dengan orang lain
6. Menyelesaian sebuah masalah
7. Mencapai sebuah tujuan
8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang
lain
(Hewit, 1981 :158)
Campur kode sebagai strategi komunikasi pada customer
service memiliki
maksud tertentu untuk mencapai tujuan tertentu,
yakni membeli maupun
memperbaiki handphone. Penggunaan campur kode
dalam strategi komunikasi
dapat dilihat pada penggunaan kata indent,
confirm, support, free, restart-restart
yang digunakan oleh penutur untuk menyingkat maksud
tuturan.
Selain itu campur kode juga berfungi sebagai
strategi komunikasi untuk menolak
keinginan pelanggan, contoh pada kata load, yang
digunakan oleh penutur saat
pelanggan meminta perbaikan hpnya untuk
ditunggu. Penutur menggunakan kata
load untuk
menunjukan bahwa volume perbaikan sudah banyak sehingga
prosesnya tidak dapat ditunggu.
Campur kode juga dapat berfungsi untuk lebih
memperhalus maksud tuturan, hal
ini terlihat pada penggunaan kata blackmarket,
misuse, charge, budget, overload.
Kata maupaun frasa tersebut digunakan oleh penutur
agar pelanggan dalam hal ini
sebagai lawan tutur tidak merasa tersinggung atau
malu, sebab dalam kegiatan
custome service seorang peneliti harus menghargai dan menghormati
setiap
pelanggan yang datang.
Pengunaan campur kode sebagai strtegi komunikasi
juga dapat dilihat pada
penggunaan istilah dalam bahasa asing, contoh pada
kata software, hang, restart,
blank yang
merupakan istilah dalam bahasa asing yang sudah sangat populer
dibandingklan dengan bahasa Indonesia.
3.5 Latar Belakang Terjadinya Campur Kode
Faktor pendorong terjadinya campur kode oleh Suwito
(1985:77) dapat dibedakan
atas latar belakang sikap (atitudinal type)
atau non- kebahasaan dan latar belakang
kebahasaan (lingustic type).
3.5.1 Faktor Non-Kebahasaan
1) Need for Synonim maksudnya adalah penutur
menggunakan bahasa lain
untuk lebih memperhalus maksud tuturan.
Contohnya sebagai berikut:
CS : ”Hpnya blackmarket jadi tidak
diperjualbelikan di Indonesia. Kalau
diservice selain datanya hilang ada resiko
terburuk mati total,
gimana?” (02 Jan 2007, pk. 10.15 bag. Service)
Blackmarket disini sengaja digunakan oleh penutur untuk
memberitahukan
pada pelanggan bahwa hp tersebut termasuk
dalam kategori hp selundupan
yang tidak memiliki izin resmi di Indonesia. Namun
jika penutur
menggunakan kata dalam bahasanya sendiri
dikhawatirkan pelanggan akan
tersinggung atau malu. Sehingga kata blackmarket yang
merupakan unsur
dalam bahasa Inggris dapat memperhalus maksud
tuturan.
2) Social Value, yaitu penutur sengaja
mengambil kata dari bahasa lain dengan
mempertimbangkan faktor sosial. Pada kasus disini
penutur cenderung
bercampur kode dengan bahasa asing yaitu bahasa Inggris
dengan maksud
menunjukan bahwa penutur merupakan seorang yang
berpendidikan dan
modern sehingga dalam berkomunikasi dengan pelanggan
banyak
menyisipkan kata atau istilah dalam bahasa asing.
3) Perkembangan dan Perkenalan dengan Budaya Baru,
hal ini turut menjadi
faktor pendorong munculnya campur kode oleh penutur,
sebab terdapat
banyak istilah dan strategi penjualan dalam bidang
telekomunikasi yang
mempergunakan bahasa asing. Sehingga hal ini
mempengaruhi prilaku
pemakaian kata-kata bahasa asing oleh penutur yang
sebenarnya bukan
merupakan bahasa asli penutur.
Sementara menurut Suyanto (1993:83) terdapat faktor
psikologis, yaitu
faktor yang mengungkap potensi kebahasaan penutur
baik dengan penguasaan
bahasa yang bersangkutan maupun kondisi psikologis
yang mewarnai tuturan
yang terekspresi dalam campur kode tersebut.
Faktor psikologis dapat dilihat dari warna emosi
penutur yaitu marah dan terkejut.
Warna emosi marah tidak terjadi pada tuturan
penutur, sebab penutur di sini harus
memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dan dapat
meredam kemarahan pelanggan.
Berikut contoh dialog saat pelanggan marah dan
bahasa yang digunakan oleh
penutur:
CS : ”Siang Bapak, ada masalah apa?”
CP : “Mbak saya mau complain, Mbak gimana sih,
data saya kok jadi
hilang. Mbak tahu berapa banyak nomer-nomer penting
di hp
saya?”
CS : ”Maaf Bapak, diawal persetujuan service kemarin
saya sudah
katakan bahwa kehilangan bukan menjadi tanggungjawab
kami.
Dan kemarin Bapak sudah menyetujui dan membubuhkan
tandatangan diform repair order”.( sambil
menunjukan bukti tanda
tangan)
CP : ”Gimana nih, pelayanananya gak beres
nih”
CS : ”Kami mohon maaf Bapak, tapi memang untuk data
baik dihp
maupun dikartu memori sepenuhnya bukan tanggung
jawab kami”.
Strategi komunikasi yang digunakan oleh penutur
lebih sopan dan tidak
menunjukkan kemarahan.
Warna emosi terkejut biasanya terjadi jika dituduh
melakukan hal negatif atau
mendengar pernyataan yang tidak diduga sebelumnya.
Pada kasus ini penutur juga
harus memiliki strategi komunikasi agar tidak
menyinggung atau menimbulkan
kemarahan pada pelanggan. Tuturan berikut merupakan
contohnya:
CS : ” Maaf Bu, memorycardnya dibawa?”
CP :” Kan, saya tinggal disini kemarin, mbak”.
CS:”Ibu, diformulir servicenya dituliskan
bahwa semua kelengkapan
hpnya
tidak ditinggal.”
Selain itu latar belakang terjadinya campur kode
dilihat dari faktor nonkebahasaan
ialah dengan menggunakan beberapa konsep teori
komponen tutur
yang dibahas oleh Dell Hymes (melalui Nababan,
1993:7) yaitu setting, scene,
participant, end., Norm of interaction and interpretation
1. Setting and scene, unsur yang dimaksud yaitu,
keadaan serta situasi
penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini adalah di
pelayanan jasa Nokia Care
Centre Bimasakti Semarang. Scene tuturan
meliputi situasi puas, marah,
terkejut, bingung.
2. Participant, yaitu siapa yang terlibat
dalam peristiwa tutur tersebut. Dalam
penelitian ini adalah customer service sebagai
penutur yang menggunakan
campur kode sebagai strategi komunikasi dan pelanggan
sebagai lawan tutur.
3. Norm of interaction and interpretation,
unsur norma atau tuturan yang harus
dimengerti dan ditaati dalam suatu komunikasi. Dalam
penelitian ini norma
interaksi meliputi norma bertanya, norma menjawab,
norma meminta maaf,
norma memberitahu, norma berterimakasih dan norma
menyapa. Norma
bertanya bertujuan untuk mengawali maksud. Norma
menjawab meliputi
jawaban dengan syarat dan jawaban tanpa syarat.
Norma meminta maaf
meliputi meminta maaf dengan menggunakan kata maaf.
Norma memberitahu
meliputi pujian untuk meyakinkan dan untuk mengawali
maskud. Sedangkan
norma interpretasi berupa pemakian bahasa Jawa dalam
tingkat krama dan
bahasa asing yaitu
3.5.2 Faktor Kebahasaan
Latar belakang kebahasaan yang menyebabkan seseorang
melakukan
campur kode disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1) Low frequency of word, yaitu karena
kata-kta dalam bahasa asing tersebut
lebih mudah diingat dan lebih stabil maknanya.
Contoh dalam penelitian ini adalah pada dialog :
CS : “Kita disini menyediakan handset original untuk
hp mas supaya
menghasilkan suara jernih dan bagus”. (Tgl 03 Jani
2007, Pk 12.15
diBag Penjualan)
Kata original merupakan penyusupan unsur
bahasa asing yaitu bahasa
Inggris yang lebih mudah dan sering didengar oleh
pelanggan alat
telekomunikasi. Jika penutur menggunakan makna
sebenarnya yaitu
‘asli; maka makna tesebut akan menjadi tidak stabil
sebab dalam istilah
telekomunikasi asli dapat berarti kualitas kelas
satu atau dua yang
sebenarnya tidak masuk dalam kategori asli. Namun jika
menggunakan
kata original pelanggan pasti lebih yakin bahwa
barang tersebut benarbenar
asli.
2) Pernicious Homonimy, maksudnya adalah jika penutur
menggunakan
kata dari bahasanya sendiri maka kata tersebut dapat
menimbulkan
masalah homonim yaitu makna ambigu. Contohnya dalam
dialog
berikut:
CS : “ Untuk speakernya Ibu sudah kami urgentkan
dipusat
mudah-mudahan dalam minggu ini sudah datang dan hpnya
bisa segera kami perbaiki “.
Urgent berarti
‘darurat’ namun jika kata tersebut digunakan oleh CS saat
berkomunikasi dengan pelanggan maka yang muncul
adalah makna yang
ambigu. Sebab kata darurat biasanya ada dalam
istilah kedokteran.
Dengan menggunakan kata urgent maka penutur
telah berusaha
meyakinkan pelanggan bahwa apa yang diinginkannya
lebih di
prioritaskan.
3) Oversight, yaitu keterbatasan kata-kata
yang dimiliki oleh bahasa
penutur. Banyaknya istilah dalam bidang
telekomunikasi yang berasal
dari bahasa asing menyebabkan penutur sulit
menemukan padanannya
dalam bahasa penutur. Contohnya : software,
install, flash, restart, hang,
blank
4) End (Purpose and Goal), yaitu akibat atau
hasil yang dikehendaki. End
(tujuan) meliputi membujuk, dengan meyakinkan,
menerangkan. Untuk
mencapai hasil tersebebut penutur harus menggunakan
campur kode. Hal
ini dapat dilihat pada beberapa contoh berikut :
CS : ”Maaf Ibu ,untuk charger tidak bisa diservice,
tapi kalo selama 6
bulan dari tanggal pembelian dapat direplace tapi
kita kirim ke
jakarta, diganti charger baru ”.
Pada kalimat tersebut penutur berusaha menjelasakan
tentang solusi yang akan
ditempuh oleh pelanggan jika mengalai kerusakan pada
charger. Kalimat
lain yang menunjukan penutur membujuk pelanggan
adalah dengan
menwarkan beberapa faislitas yang didapat, contoh
berikut ini :
CS :”Begini, kalo adiknya mau install apilkasi
gratis sebelumnya harus
jadi member dulu disini biayanya Rp 300.000
untuk satu tahun”
CP : ”Bisa apa aja?”
CS : ”Selain adik bisa pasang aplikasi gratis juga
bisa download
wallpaper hp. Bagaimana?”
Dengan penggunaan kata ’bagaimana’ dibagian akhir
kalimat, setelah
menginforamsikan beberapa kemudahan yang akan
ddidapat setelah
menjadi anggota, tampak disini penutur berusaha
membujuk
pelanggannya.
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR .......................................................................................
v
DAFTAR ISI
.........................................................................................
vi
DAFTAR SINGKATAN
....................................................................... viii
INTISARI
..............................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
.......................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah......................................................
3
1.3. Alasan Pemilihan
Judul.............................................. 3
1.4. Ruang Lingkup
Penelitian.......................................... 4
1.5. Tinjauan Pustaka........................................................
5
1.6. Tujuan Penelitian
....................................................... 6
1.7. Metode dan Teknik Pengumpulan
Data...................... 6
1.8. Sistematika Penulisan
................................................ 11
BAB II KERANGKA TEORI
2.1. Bahasa pada Konteks
Sosial....................................... 12
2.2. Diglosia
..................................................................... 13
2.3.
Kedwibahasaan.......................................................... 15
2.4. Kode.
......................................................................... 17
2.5. Pengertian Campur Kode.
.......................................... 20
2.5.1. Tipe Campur Kode
......................................... 23
2.5.2. Bentuk Campur Kode
..................................... 25
2.5.3. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode. ......
25
BAB III CAMPUR KODE SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI
CUSTOMER SERVICE
3.1. Pengantar
................................................................... 30
3.2. Kuantitas Masuknya Bahasa Tercampur ke Dalam
Bahasa Sasaran
......................................................... 31
3.3. Wujud dan Tipe Campur Kode Sebagai Strategi
Komunikasi................................................................
36
3.4.1. Campur Kode Berupa Kata
............................ 36
3.3.1.1. Campur Kode Berupa Baster............ 42
3.3.1.2. Campur Kode Berupa Kata Ulang.... 45
3.4.2. Campur Kode Berupa
Frasa............................ 47
3.3.2.1. Frasa Endosentris.............................
48
3.3.2.2. Frasa Eksosentris
............................. 51
3.4. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode
.................. 53
3.4.1. Faktor Internal Pendorong Terjadinya Campur
Kode
............................................................. 53
3.4.2. Faktor Eksternal Pendorong Terjadinya
Campur Kode
................................................ 55
BAB VI PENUTUP
4.1. Kesimpulan
............................................................... 60
4.2. Saran..........................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA62
Lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar