Jumat, 15 Juni 2012

Said Subhan Chandra Fani C8


Disusun Oleh:

SAID SUBHAN CHANDRA FANI
100388201177
Campur kode

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa
merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1982:19). Manusia menggunakan
bahasa dalam komunikasi dengan sesamanya pada seluruh bidang kehidupan.
Sebagai alat komunikasi dengan sesamanya bahasa terdiri atas dua bagian
yaitu bentuk atau arus ujaran dan makna atau isi. Bentuk bahasa adalah bagian
dari bahasa yang diserap panca indera entah dengan mendengar atau membaca.
Sedangkan makna adalah isi yang terkandung didalam bentuk-bentuk tadi, yang
dapat menimbulkan reaksi tertentu (Keraf,1982:6)
Hubungan antara bahasa dengan sistem sosial dan sistem komunikasi
sangat erat. Sebagai sistem sosial pemakaian bahasa dipengaruhi oleh faktorfaktor
sosial seperti usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan profesi.
Sedanga kan sebagai sistem komunikasi, pemakaian bahasa dipengaruhi oleh
faktor situasional yang meliputi siapa yang berbicara dengan siapa, tentang apa
(topik) dalam situasi bagaimana, dengan tujuan apa, jalur apa (tulisan, lisan) dan
ragam bagaimana (Nababan, 1986:7)
Berdasarkan sarana tuturnya bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu bahasa lisan dan bahas tulisan. Pada bahas lisan pembicara dan pendengar
saling berhadapan secara langsung sehingga mimik, gerak dan intonasi pembicara
dapat memperjelas maksud yang akan disampaikan. Sedangkan untuk bahasa
tulisan walaupun penulis dan pembaca tidak berhadapan langsung, tulisan dapat
dimengerti oleh pembaca berkat pengunaan tanda baca, pengunaan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami.



Seorang petugas customer service dalm hal ini bertindak sebagai penutur
dituntut memiliki kemahiran berbahasa, terutama secara lisan. Kemampuan
berbahasa sangat berguna bagi petugas customer service, agar ia dapat memetakan
makna kalimat yang akan ia sampaikan dan untuk memahami makna kalimat yang
diucapkan oleh mitra bicaranya. Dengan demikian seorang individu disamping
memiliki kompetensi komunikasi juga dituntut memiliki kompetensi lain yang
lebih luas daripada kompetensi komunikasi (Hymes:1972) .
Bahasa sebagai objek dalam sosiolinguistik tidak dilihat atau didekati
sebagai bahasa, sebagaimana linguistik umum tetapi sebagai sarana komunikasi
dalam masyarakat. Dalam masyarakat manusia bahasa merupakan faktor yang
penting untuk menentukan lancar tidaknya suatu komunikasi . Oleh karena itu
ketepatan berbahasa sangat diperlukan demi kelancaran komunikasi. Ketepatan
berbahasa tidak hanya berupa ketepatan memilih kata dan merangkai kalimat
tetapi juga ketepatan melihat situasi. Artinya seorang pemakai bahasa selalu harus
tahu bagaimana menggunakan kalimat yang baik atau tepat., juga harus melihat
dalam situasi apa dia berbicara:kapan; kapan; dimana; dengan siapa; untuk tujuan
apa dan sebagainya.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas ada beberapa permasalahan yang dikaji oleh
penulis diantaranya :
1. Wujud dan tipe campur kode apa yang terjadi pada tuturan Customer
Service saat berkomunikasi?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya campur kode pada
komunikasi Customer Service dengan pelanggan ?
3. Apakah fungsi campur kode dalam strategi komunikasi pada Customer
Service dengan pelanggan ?
1.3 Alasan Pemilihan Judul
Ketertarikan penulis untuk meneliti komunikasi antara Customer Service
dan pelanggan merupakan dialog yang menarik karena seorang Customer Service
harus dapat meyakinkan dan memberi kepercayaan pada pelanggan. Hal ini
didukung dengan adanya fenomena bahasa yang digunakan. Fenomena bahasa
tersebut berupa campur kode.


1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Merujuk pada topik campur kode pada Customer Service, penulis
membatasi penelitian pada hal-hal berikut :
1. Pencarian data berwujud campur kode dalam proses komunikasi, data dalam
peneletian ini merupakan studi kasus pada Customer Service. .
2. Mengidentifikasi faktor-faktor kebahasaan dan non-kebahasaan yang
mempengaruhi penggunaan campur kode tersebut.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap campur kode sebagai strategi komunikasi masih sedikit
dibahas khususnya campur kode sebagai strategi komunikasi Customer Service.
Dalam tugas ini penulis mencoba menganalisis campur kode sebagai strategi
Customer Service yang dinilai penulis memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi dengan calon customer. Sebagai bahan panduan penulis mengacu
pada beberapa penelitian terdahulu seperti :
Campur kode Bahasa Batak dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Sehari-hari
(di Kalangan Gereja HKBP tanjungpinang)”. Merupakan studi kasus campur kode
di kalangan pemuda Gereja HKBP tanjungpinang.
Tujuan penelitian tersebut adalah
(a) mengetahui konteks-konteks tutur yang melatarbelakangi terjadinya alih kode
dan campur kode pada para pemuda HKBP tanjungpinang.
 (b) mengetahui pokok -pokok pembicaraan apa alih kode dan campur kode yang sering terjadi
(c)meneliti faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dan fungsi
sosialnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif..
1.6 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Identifikasi strategi komunikasi yang digunakan pada tuturan customer service
yang mengandung unsur campur kode.
2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk campur kode
3. Identifikasi faktor-fakor penyebab terjadinya campur kode pada Customer
Service.
1.7 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode sampling
dengan teknik random sampling yaitu semua anggota populasi mempunyai
peluang yang sama untuk dimasukkan menjadi anggota sampel ( Sutrisno, 1998
:303 ). Peneliti memperoleh data induk sejumlah 45 buah tuturan. Data tersebut
adalah tuturan-tuturan yang terjadi antara customer service dengan calon
pelanggan saat penawaran produk dan persetujuan service. Penulis hanya
mengambil 45 buah data dengan alasan (1) keseluruhan data yang diperoleh
memiliki kesamaan karakteristik pola tuturan yaitu pola tuturan pendahuluan (ice
greating), pola tuturan isi (information) dan pola tuturan penutup (closing). Durasi
waktu rekaman data pada setiap kali melakukan penawaran ataupun persetujuan
service membutuhkan waktu 10-15 menit. Penulis menganggap bahwa sampel
yang diambil memiliki karakteristik populasi induknya (parameter populasi) dan
dianggap representatif sehingga dapat digeneralisasikan pada populasi yang sama
darimana sampel tersebut diambil. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif, sebab yang diamati berupa fenomena kebahasaan pada Customer
Service. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang dengan perilaku yang
dapat diamati (Moelong dan Aminudin,1990:14). Hal ini berarti penekanan
penelitian kualitatif diberikan pada kealamiahan sumber data. Artinya bahwa data
diambil dengan memperhatikan konteks penggunaanya. Metode adalah cara yang
harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode
(Sudaryanto, 1993:9). Metode merupakan cara untuk dapat memahami objek yng
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan ( Koentjaraningrat, 1993:7).
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1.7.1 Tahap Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah tuturan yang digunakan oleh para Customer
Service. Data di sini adalah tuturan yang dihasilkan penutur dalam hal ini adalah
tuturan seorang petugas Customer Service saat meyakinkan calon pelanggan.
Tuturan yang dikaji adalah tuturan yang mengandung peristiwa campur kode.
Penentuan sampel berdasarkan random sampling yaitu menentukan penentuan
sampel secara acak ( Singarimbun, 1981 : 110 ).
Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak
atau penyimakan dan metode wawancara. Penyimakan yang dimaksud adalah
menyimak penggunaan bahasa. Teknik-teknik yang digunakan adalah teknik
sadap, teknik simak bebas libat cakap (teknik SBLC), teknik rekam dan teknik
catat. Metode simak meliputi beberapa teknik yaitu :

1. Teknik dasar : Teknik Sadap
Teknik dasar yang digunakan pada penelitian ini meliputi teknik sadap,
yaitu penyimakan dengan meyadap penggunaan bahasa seseorang atau
beberapa orang. Teknik sadap cara memperoleh data dengan menyadap
dan menyimak penggunaan bahasa petugas customer service dengan calon
pelanggan.
2. Teknik Lanjutan I : Teknik Simak Bebas Libat Cakap
Teknik simak bebas libat cakap merupakan lanjutan teknik sadap, dalam
teknik SBLC penulis tidak terlibat langsung dalam menentukan calon data,
penulis hanya menjadi pemerhati atau pengamat terhadap tuturan yang
muncul diperistiwa kebahasaan yang ada di luar dirinya.
3. Teknik Lanjutan II : Teknik Rekam
Agar data yang diperoleh lebih akurat dibutuhakn teknik rekam yang
dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data. Setelah seluruh calon
data terkumpul, dilakukan transkripsi data untuk selanjutnya dipilih
berdasarkan objek penelitian.
4. Teknik Lanjutan III : Teknik Catat
Di samping kegiatan perekamnan penulis juga melakukan pencatatan.
Pencatatan dilakukan langsung pada saat teknik satu dan kedua selesai di
gunakan dan pada saat perekaman sudah dilakukan.
Metode selanjutnya adalah metode wawancara. Metode wawancara
digunakan untuk mendapatkan data tambahan, dengan cara mewawancarai
sejumlah informan melalui beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
objek analisis. Data tambahan adalah data pendukung diluar objek penelitian
misalnya tentang usia, pendidikan terakhir, penguasaan terhadap bahasa
daerah dan asing dan karakteristik calon pelanggan.
Alasan penulis memusatkan perhatian pada dua cara tersebut adalah untuk
memudahkan dalam pengumpulan data. Dua cara tersebut dimungkinkan
peneliti memiliki latar belakang yang sama dengan partisipan yang terlibat
dalam tuturan yang diamati. Latar belakang tersebut membantu peneliti dalam
memahami aspek-aspek apa saja yang terkandung dalam tuturan customer
service.


1.7.2 Tahap Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya adalah tahap analisis data. Pada tahap
ini digunakan metode deskriptif fungsional bedasarkan fungsinya sebagi alat
komunikasi. Analisis fungsional dilakukan dengan menggunkan metode
kontekstual (pendekatan yang memperhatikan konteks situasi) dalam tuturan
penawaran barang dan persetujuan service, bahasa tidak hanya berfungsi
sebagai penyampai informasi tapi dengan bahasa dan strateginya seseorang
dapat melakukan sesuatu. Selain itu data dianalisis berdasarkan wujud dan
latar belakang campur kode setelah hasil analisis didapatkan, selanjutnya
dilakukan pembahasan untuk bahan penarikan kesimpulan.
1.7.3 Tahap Penyajian Hasil
Hasil penelitian ini disajikan secara informal. Penyajian secara informal
merupakan penyajian berupa perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa
( Sudaryanto, 1993 : 144-157 ). Data-data yang telah terkumpul kemudian
diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan campur kode serta penyebab
terjadinya fungsi sosial. Kemudian hal yang terakhir masing-masing kegiatan
campur kode dianalisis sebagai strategi komunikasi pada customer service
serta melakukan penafsiran hasil analisis yang berisi pembahasan penyebab
serta latar belakang terjadinya campur kode yang ditemukan pada data.
1.8 Sistematika Penulisan
Skripsi disajikan dengan susunan sebagai berikut :
BAB I Menampilkan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang,
permasalahan, alasan pemilihan judul, ruang lingkup penelitian,
landasan teori, tujuan penelitian, , metode dan teknik penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Menampilkan tentang tinjauan pustaka, landasan teori tentang campur
kode.
BAB III Menampilkan analisis bentuk, tipe campur kode, campur kode sebagai
strategi komunikasi dan faktor-faktor yang melatarbelakangi
terjadinya campur kode.
BAB IV Simpulan dan saran



BAB III
CAMPUR KODE SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI
CUSTOMER SERVICE
3.1 Pengantar
Berhasil atau tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif, banyak
ditentukan oleh strategi komunikasi (Effendi, 1993:229). Dalam proses
persetujuan perbaikan dan penawaran barang seorang petugas CS harus
menentukan strategi komunikasi yang sekiranya dapat digunakan untuk mencapai
tujuan yakni pelanggan dapat memahami, menyetujui, dan akhirnya membeli
produk yang ditawarkan.
Customer Service merupakan setiap kegiatan yang diperuntukkan atau
ditujukan untuk memberikan kepuasan melalui pelayanan yang diberikan
seseorang secara memuaskan kepada pelanggan (http//www.tanadisantoso.com).
Pelayanan yang diberikan termasuk menerima keluhan atau masalah yang sedang
dihadapi, sehingga seorang CS harus pandai dalam mencari jalan keluar untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pelanggan.
Pentingnya sebuah perusahaan menggunakan petugas CS adalah untuk
memahami keluhan dan menerima pengaduaan dari pelanggan. Pelanggan yang
datang memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, sehingga kemampuan
berbahasa oleh petugas CS dalam hal ini sangat dibutuhkan.
Strategi komunikasi dapat digunakan oleh CS ketika seorang pelanggan
yang datang dalam keadaaan marah, sehingga intonasi berbicaranya tinggi.
Biasanya seorang pelanggan dengan kasus tersebut akan dihadapai oleh dengan
pendekatan secara personal.
Pendekatan secara personal menurut Lili (2005:3) adalah menyapa
pelanggan dengan menggunakan nama pelanggan bukan panggilan umum seperti
bapak, ibu, atau saudara. Dengan penyebutan nama, dapat lebih mengakrabkan
komunikasi yang terjalin antara pelanggan dengan petugas CS. Selain itu hal lain
yang dapat dilakukan adalah dengan tidak memotong pemicaraan pelanggan,
sebab dengan cara ini dapat menunjukan rasa empati atas keluhan pelanggan.
Pemberian solusi kepada pelanggan dengan bahasa yang mudah dipahami dan
tidak berbelit-belit sehingga dapat menimbulkan rasa puas atas layanan yang
diberikan. Hal inilah yang akhirnya ingin dicapai yaitu kepuasan pelanggan.
3.2 Kuantitas Masuknya Bahasa Tercampur kedalam Bahasa Sasaran
Suyanto dalam skripsinya (1993:39) mengatakan bahwa campur kode
melibatkan dua bahasa yang mendudukan bahasa-bahasa tersebut pada posisi yang
berbeda. Satu bahasa akan berkedudukan sebagai bahasa utama penutur dalam
tindak tuturnya yang disebut dengan bahasa sumber atau bahasa sasaran,
sedangkan yang lain merupakan bahasa tercampur yang menyusup kedalam
bahasa utama.
Campur kode yang terjadi antara penutur dengan lawan tutur dalam dialog
memiliki persentase yang akan ditampilkan dalam daftar tabel berikut:
Data Jumlah
Jumlah Dialog 210
Masuknya Unsur Tercampur 60
Dari keseluruhan dialog yang berjumlah 210 kalimat, 60 kalimat
didalamnya terjadi kasus berupa campur kode. Campur kode tersebut dapat
dikatakan cukup tinggi penggunaannya sebab terdapat 28.5% dari keseluruhan
dialog yang ada yang ada.
Namun jumlah dialog tersebut tidak termasuk didalamnya pola tuturan
pendahuluan (ice greeting) dan tuturan penutup (closeing) karena pada disetiap
dialog terdapat pola tuturan tersebut meskipun terdapat campur kode pada tuturan
tersebut. Tuturan pendahuluan (ice greeting) yang dijumpai pada data adalah
penggunaan kalimat sapaan saat akan memulai pembicaraan atau penyambutan
contohnya adalah kata selamat pagi, selamat siang, morning mam, selamat sore,
dan mempersilahkan duduk yang muncul disetiap awal dialog. Sementara tuturan
penutup (closeing) adalah kalimat yang digunakan saat menutup dialog, biasanya
berupa ucapan terima kasih dan kalimat berpamitan.
Jumlah dialog yang diambil hanya pada pola tuturan isi (information).
Contoh pada dialog berikut :
CS : “Selamat pagi ibu, silahkan duduk ada yang bisa dibantu ?”.
CP : “Ini lho mbak , ini hpnya kok sering mati-mati sendiri masih garansi”.
CS :” O,iya saya cek sebentar ya bu, bawa kartu garansinya ibu?”
( sambil membongkar hp)
CP : “Bawa mbak”
CS :”Ibu dari imeinya memang masih garansi dan kondisi fisik handphonenya
juga bagus, jadi garansinya bisa kita cover . Untuk servicenya harus
ditinggal kurang lebihnya tiga hari ya”.
CP : “Iya, mba, nanti saya telepon dulu atau langsung?”
CS : “Kalau mau telepon dulu boleh. Terimakasih Ibu, selamat siang.”
Dari contoh tersebut jumlah kalimat yang ada hanya tujuh buah kalimat
sebab tiga kalimat lainnya adalah tuturan ice greeting dan closeing. Sementara 60
jumlah tuturan unsur tercampur pada dialog termasuk didalamnya adalah
penggunaan lebih dari satu kali bentuk campur kode yang sama pada kalimat
dialog yang berbeda. Contoh pada penggunaan kata member berikut ini yang
muncul dengan frekuensi lebih dari satu kali pemakaian oleh penutur :
CS : “Jika Bapak mau jadi member ada biayanya, coba nanti Bapak tanya di atas,
terima kasih Pak”. (Tgl 10 Jan 2007, Pk. 16.30diBag Service)
CP : “Permisi Mas, kalo saya mau tambah aplikasi caranya gimana ya?”
CS : “Maaf sebelumnya sudah jadi member?” (05 Jan 2007, Pk. 12.30 diBag.
Penjualan)
CP : “Harganya?”
CS : “Cukup Rp5000.000 mbak sudah bisa mendapatkannya termasuk free untuk
jadi member disini”. (07 Jan 2007, Pk. 13.00 diBag. Penjualan
Unsur tercampur yang tidak ikut dalam penghitungan data adalah kata
service, handphone. Kata service yang merupakan bahasa asing telah ada dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:1053) dan telah terintegrasi dengan kata
servis yang berarti ’layanan’, ’pelayanan’ atau ’perbaikan atas suatu barang yang
rusak’. Sehingga kata service tidak ikut dalam sumber data. Sementara kata
handphone yang juga merupakan kata dalam bahasa asing yang memiliki padanan
dalam bahasa Indonesia yaitu ’telepon genggam’ namun penggunaannya kurang
populer dibanding dengan istilahnya dalam bahasa asing, sehingga kata tersebut
tidak dimasukkan dalam data campur kode.
Wujud campur kode itu sendiri menurut Soewito (1985) terbagi atas
campur kode berupa kata, baster, perulangan kata, frasa dan idiom. Daftar berikut
menunjukan jumlah campur kode antara penutur dengan lawan tutur:
.
Dari pengamatan di atas dapat dikatakan bahwa sumber bahasa campur
kode yang dominan digunakan dalam strategi komunikasi adalah bahasa Inggris
yaitu sebanyak 39 tuturan yang dominasi terbesarnya yaitu berupa kata sebesar
33 tuturan dari 45 tuturan keseluruhannya yang meliputi penyusupan berupa
baster 8 tuturan dan terakhir berupa perulangan kata 2 tuturan. Sisanya
penyusupan berupa frasa 12 tuturan Sedangkan penyusupan berupa idiom atau
ungkapan tidak ditemukan. Tidak ditemukannya campur kode berupa bentuk
idiom atau ungkapan dikarenakan oleh penutur dalam memberi penjelasan kepada
pelanggan tidak diperbolehkan bebelit-belit,dan untuk efsiensi waktu untuk
menjelaskan.
Terdapat dua tipe campur kode menurut Soewito (1985) seperti telah
dijelasakan sebelumnya yaitu campur kode intern yaitu campur kode yang
bersumber dari bahasa daerah dan campur kode ekstern yaitu campur kode yang
bersumber dari bahasa asing diluar bahasa penutur. Jumlah bahasa tercampur tipe
Wujud Campur Kode Jumlah
CK berupa Kata 33
CK berupa Frasa 12
Total 45
intern pada data sangat rendah pemunculannya. Dari 45 tuturan yang ada hanya 3
tuturan yang merupakan tipe campur kode interen, sementara 42 tuturan
merupakan campur kode ekstern yaitu bahasa Inggris. Hal ini terkait dengan latar
belakang pendidikan dan status sosial.
Penutur yang semuanya menempuh pendidikan tinggi dapat dikatakan
menguasai penggunaan bahasa asing terutama bahasa Inggris yang merupakan
bahasa internasional, selain itu status sosial yang ingin dicapai oleh penutur
adalah seorang yang terpelajar yang mengikuti perkembangan teknologi dimana
dalam dunia teknologi banyak istilah yang menggunakan bahasa asing, hal lain
yang mendorong penggunaan campur kode ekstern yaitu karena kebiasaan dalam
masyarakat penutur yang menggunakan bahasa tercampur saat berdialog dengan
lawan tutur.
Sementara penyusupan interen yaitu bahasa Jawa terjadi karena sebagai
orang jawa yang harus menerapkan tata krama bertutur atau ’undha-usuk’ yang
ada dalam masyarakat tutur. Sedikitnya penggunaan tipe campur kode intern
disebabkan karena pelanggan yang datang sebagian besar adalah seorang yang
juga menguasai bahasa asing dan tidak menggunakan bahasa daerah dalam
berkomunikasi.
Dari penjelasan diatas maka penulis ingin mengungkapkan wujud atau
bentuk campur kode dan tipe apa saja yang terdapat pada data. Dan hal-hal apa
yang melatar belakangi terjadinya campur kode oleh penutur.
3.3 Wujud dan Tipe Campur Kode
3.3.1 Campur Kode Berupa Kata
Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Maksudnya tidak dapat
dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang masing-masing
mengandung makna (Kentjono, 1982:44). Berdasarkan bentuknya kata dapat
dibedakan menjadi empat macam yaitu : kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan
kata majemuk. Selain itu menurut Ramlan (1981:22) kata dapat terbagi menjadi
tujuh kategori yaitu kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva),
kata keterangan (adverbia), kata bilangan (numeralia) dan kata tugas.
Penyusupan unsur berupa kata dalam dialog antara penutur dengan lawan
tutur terdapat 33 tuturan, yang terbagi atas 29 tuturan dalam bahasa asing yaitu
bahasa Inggris dan 4 tuturan adalah bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Campur
kode berupa kata yang ditemukan pada data ialah kata dasar, kata berimbuhan
atau baster dan kata ulang.
3.3.1.1 Berupa Kata Dasar
Kata dasar dalam KBII (1997) artinya adalah elemen terkecil dari sebuah
bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan merupakan realisasi kesatuan perasaan
dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.
Berikut penyusupan unsur berupa kata dasar dengan tipe ekstern yang ada
terdapat pada data : cover, load, confirm, cash, charge, trouble, pending, indent,
member, free, original, merchandise, launching, support, sending, software,
complain, handsfree, joystick, speaker, N series.
Bentuk campur kode berupa kata dasar dalam bahasa asing yang
menyusup kedalam bahasa sasaran dalam dialog masih ada yang sesuai dengan
makna asalnya dan ada yang sudah tidak sesuai dengan makna asalnya. Dari
tuturan tersebut terdapat empat tuturan yang maknanya menyimpang dari makna
aslinya pada kamus.
Berikut contoh kata yang pengunannya oleh penutur masih setia dengan makna
aslinya.
(1) CP : “Saya mau cari handfree untuk hp saya”.
CS : “Kita disini menyediakan handfree original untuk hp Mas supaya
menghasilkan suara jernih dan bagus”. (Tgl 03 Jani 2007, Pk
12.15 diBag Penjualan)
(2) CP : “Ya udahlah, tapi saya tunggu ya
CS : ”Maaf Ibu untuk servicenya tidak bisa ditunggu karena load kita
hari ini ramai. Kemungkinan besok baru bisa diambil”.
CP : “Ya udahlah Mbak yang penting beres, tapi kalo nanti sore saya
mau tanya bisa?”. ( 04 Jan, Pk.11.00 di Bag. Service )
(3) CP : “ Ini Mbak saya punya hp N71 sudah bisa 3G belum ya
Mas?”
CS : “ Semua tipe Nseries sudah support 3G Mbak, tapi Mbak
harus pakai kartu yang juga sudah menyediakan jaringan 3G. Nanti
jika sudah tinggal daftar saja”( Tgl 09 Jan 2007, pk 14.00 bag.
Penjualan).
Kata original dalam dialog (1) berarti ’asli’, ’orisinil’ (Echols :1996)
penggunaan kata original sebenarnya dapat diganti dengan makna aslinya oleh
penutur. Namun ternyata penutur menganggap bahwa penggunaan kata original
dapat lebih meyakinkan lawan tutur yang dalam hal ini adalah seorang pelanggan
yang sedang mencari sesuatu. Makna kata original sama dengan orisinil seperti
yang terdapat dalam KBBI (1996: 912) yang telah diserap namun karena faktor
kebiasaan kata padanannya dalam bahasa Inonesia hampir tidak pernah
digunakan. Kadang penutur hanya menggunakan kata ori untuk menyingkat kata
original tersebut dan biasanya lawan tutur sudah dapat memahami maksud
penutur.
Kata load berarti ’beban’, ’ muatan’, ’isi’ (Echols:1996), kata load
ternyata memiliki tiga makna dalam bahasa Indonesia namun pada dialog (2)
makna yang dimaksud adalah makna muatan yaitu banyaknya pelanggan yang
datang pada hari itu. Kata load dirasa lebih sopan untuk menolak dan
menginformasikan keinginan pelanggan.
Sementara kata support pada dialog (3) berarti ’sokongan’, ’bantuan’,
’sandaran’ (Echols :1996). Jika dilihat dari dialog antara penutur dengan lawan
tutur kata support menunjuk pada arti ’sokongan’ sebab pada dialog tersebut
penutur ingin menyatakan bahwa layanan 3G mendapat sokongan oleh operator
jaringan. Penggunanan kata support biasanya diartikan sebagai dukungan. Hal ini
ternyata salah sebab dukungan dalam bahasa Inggris seharusnya adalah
’endorsment’ dalam KII (1996:151). Namun ternyata penggunaan kata support
lebih sering digunakan oleh penutur untuk menggantikan makna dukungan yang
sebenarnya dalam bahasa Inggris.
Kata lain seperti kata cover, cash, trouble, pending, member free,
launching dan sending ternyata penggunannya dalam kalimat masih sesuai dengan
makna aslinya dalam kamus. Kata – kata tersebut muncul hampir pada setiap
dialog dengan lawan tutur pada kasus yang sama.
Selain kata yang tersebut terdapat kata confirm, charge, indent dan
merchandise yang maknanya tidak sesuai lagi dengan makna aslinya. Berikut ini
penggunaanya dalam dialog dengan lawan tutur :
(4) CS : “Bisa Ibu, nanti tlp kesini dulu, atau nanti kita confirm ke
nomer Ibu kalau sudah jadi. Terimakasih”( 04 Jan, Pk.11.00 di
Bag. Service)
(5)CS : ”Ini joysticknya akan kita ganti, untuk pembayarannya cash pak?
CP : “Iya cash saja, kalau pake card bisa?
CS : ”Bisa tapi kena charge 3 %
CP : “Cash ajah Mbak (Tgl 04 Jan 2007, Pk. 13.00 bag.Service)
(6) CP: “Handphone saya gak ada suaranya kalo ada telepon masuk gak
denger”.
CS : “ Bisa pinjam hpnya sebentar, biasanya kerusakan seperti ini
karena speakernya trouble, tapi maaf untuk penggantian speaker
masih pending, jadi bapak harus indent dulu, mungkin sekitar dua
minggu” (Tgl 07 Jan 2007, Pk. 17.30 bag. Service)
(7)CP : “Harga disini lebih mahal ya Mbak, kemarain saya tanya
ditempat lain gak segitu Mbak, kok dipusatnya malah lebih mahal?”
CS : “Iya memang Ibu disini lebih mahal, sebab jika Ibu pembelian
diluar Ibu mau isi gambar atau lagu nanti kena biaya, tapi kalau Ibu
belinya disini Ibu gratis dan kita ada merchandise untuk Ibu” (Tgl
05 Jan 2007, Pk. 14.00 di Bag. Penjualan)
Pada dialog (4) penutur menyusupkan kata confirm, jika dilihat dari
kalimatnya, penutur seolah-olah akan menghubungi kembali pelanggan yaitu
lawan tutur jika perbaikan sudah selesai. Hal ini ditunjukkan dengan kata
dibelakangnya ”ke nomer ibu”. Nomer disini berarti nomer telepon yang dapat
dihubungi. Sebenarnya kata confirm memiliki makna ’memperkuat’,
’membaptiskan’ (Echols, 1996:137). Jika diambil salah satu dari makna tersebut
yang paling mendekati adalah makna ’menegaskan’, namun penggunaan kata
confirm masih belum tepat. Penutur sering menggunakan kata confirm untuk
menggantikan kata konfirmasi atau pemberitahuan. Kata konfirmasi ternyata
dalam bahasa Inggris yaitu confirmation, sementara penggunaan kata confirm
adalah untuk menyingkat kata tersebut. Namun terjadinya pemengggalan kata
yang sebenarnya maknanya salah tersebut, dapat dipahami maksudnya oleh lawan
tutur. Dialog (5), (6) dan (7) penyusupan kata yang salah yaitu kata charge,
indent dan merchandise. Charge diartikan oleh penutur sebagai ’biaya tambahan’
jika pelanggan melakukan pembayaran dengan kartu kredit. Indent digunakan
untuk menggantikan kata ’pesanan’ sementara kata merchandise seolah digunakan
untuk menyatakan ’hadiah’.
Makna yang dimaksud oleh penutur tersebut adalah sebuah kesalahan,
sebab makna kata yang digunakan oleh penutur tersebut menyimpang dari makna
sebenarnya dalam KII, seharusnya jika penutur bermaksud untuk menyatakan
biaya tambahan kata yang digunakan terdiri atas dua kata yaitu charge ’biaya’ dan
add ’tambahan’ namun ternyata gabungan dari kata ini justru membuat lawan
tutur bingung akan maknanya. Penutur menggunakan kata charge untuk
pengganti kata biaya tambahan.
Indent yang dimaksud sebagai pesanan ternyata memiliki makna asli yaitu
’memasukan’(Echols, 1996:318), namun seolah penutur menggunakan kata
tersebut untuk menyarankan pada pelanggan untuk memesan. Kata indent dapat
berfungsi untuk menyingkat maksud penutur yaitu memasukan ke dalam daftar
pesanan.
Demikian halnya dengan kata merchandise pada dialog (7) yang
digunakan oleh penutur untuk menggantikan kata hadiah yang sebenarnya
menurut (Echols, 1996:378) berarti ’barang dagangan’. Penutur menggunakan
kata merchandise saat melakukan penawaran adalah untuk menarik minat
pelanggan. Kata hadiah itu sendiri dalam bahasa Inggris yaitu ’gift’, tapi ternyata
penutur beranggapan bahwa kata ’gift’ penggunaannya lebih untuk hadiah
perseorangan bukan hadiah karena pembelian sebuah produk. Penggunaan kata
merchandise juga terjadi pada beberapa penawaran produk lain pada brosur iklan
dengan mencantumkan kata merchandise untuk menggantikan kata hadiah.
Kejadian ini seolah telah menjadi sebuah kebiasaan pada masyarakat karena
meskipun penutur dalam hal ini menyampaikan kata yang maknanya menyimpang
dari makna aslinya, lawan tutur tetap dapat memahami maksud penutur hal ini
seolah telah menjadi kebiasaan pada masyarakat tutur. Kata yang merupakan
istilah dalam bahasa asing yang ditemukan pada data adalah kata-kata berikut:
software, handsfree, joystick, speaker, N series. Kata software merupakan istilah
yang ada dalam dunia teknologi yang berarti ‘ perangkat lunak’, sementara kata
handsfree, joystick, speaker dan N series merupakan istilah untuk nama
komponen dan produk.
Unsur bahasa tercampur berupa kata dalam bahasa daerah yaitu bahasa
Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang ditemukan pada data adalah penggunaan
kata matur dan monggo. Penggunaan kata dalam bahasa Jawa tersebut merupakan
bahasa Jawa pada tingkat krama yang biasanya digunakan pada seorang yang
belum dikenal atau lebih tua. Penutur menggunakan kata matur dan monggo
memiiki makna yaitu ’katakan’ dan ’silahkan’ dalam bahasa Indonesia. Oleh
penutur dalam dialog oleh penutur adalah sebagai pengganti kata perintah.
Seperti yang dapat dilihat pada dialog di bawah ini :
(8) YS : ” Iya lebih baik, bapak matur dulu saja takutnya pemilik
hpnya tidak setuju” (08 Jan 12.15 bag. Service).
3.3.1.2 Berupa Kata Berimbuhan
Afiks atau imbuhan adalah semacam morfem non dasar yang secara
struktural dilekatkan pada kata dasar atau bentuk dasar unutk membentuk katakata
baru. Bentuk kata dasar merupakan bentuk yang dijadikan landasan untuk
tahap pembentukan berikutnya. Sedangkan menurut Ramlan (1983:47) dalam kata
berimbuhan penyusupan unsur yang terjadi pertimbangannya sama dengan kata
dasar, yang membedakan yaitu bahwa kata dasar merupakan morfem bebas
sedangkan kata berimbuhan terdiri dari morfem bebas dan terikat, sehingga sudah
berwujud kata kompleks.
Bentuk penyusupan berupa baster yang terdapat pada data adalah sebagai
berikut: terinstall, dicover, costnya, direplace, vibratnya, budgetnya, diaturi,
dicancel. Dari keseluruhan bentuk baster tersebut proses afiksasi atau
pembubuhan afiks dapat dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar
sehingga bentuk baster dapat dibedakan menjadi prefiks, yaitu afiks yang
diimbuhkan dimuka bentuk dasar.
Bentuk baster yang termasuk dalam kategori prefiks adalah sebagai
berikut, ter-install, di-cover, di-replace, di-aturi, di-cancel yang semuanya
merupakan bentuk prefiks dalam bahasa Indonesia yang dibubuhkan kedalam
bentuk dasar dalam bahasa asing atau bahasa Inggris. Sementara ditemukan
bentuk dasar dalam bahasa Jawa yang mendapat prefiks di-, yaitu kata di-aturi.
Berikut contoh kasus bentuk baster:
(15) CS : “Sebentar dicek dulu ya Mbak, kondisi hpnya sudah sangat
parah kemungkinan besar jika diperbaiki akan sama dengan hp
baru, gimana mau diservice atau dicancel saja?” (Tgl. 13 Jan
2007 Pk. 11.35 Bag. Service)
Dicancel merupakan bentuk campur kode ekstern yang memiliki kata dasar
cancel yang berarti ’batal’, mendapat prefiks di-. Penutur berusaha menjelaskan
tentang parahnya kondisi hp pelanggan dan biaya yang harus dikeluarkan,
sehingga penutur memberi pilihan untuk tetap diperbaiki atau dibatalkan saja.
Dicancel terdengar lebih halus untuk memberitahukan pada pelanggan bahwa
kondisi hpnya sudah tidak dapat diperbaiki lagi
(16)CP :“Nggeh, mangkeh kulo matur Bapak dulu, Masnya
tolong ditulis disini biayanya berapa?”
CS : “Lebih baik, yang punya hp saja diaturi dateng kesini”. (
Tgl (08 Jan 2007, Pk. 12.15 bag.Service)
Diaturi merupakan penyusupan unsur campur kode berupa kata berimbuhan
yang termasuk dalam bentuk campur kode intern. Memiliki kata dasar aturi yang
dalam Kamus Bahasa Jawa berarti ’suruh’, mendapat prefiks di- menjadi kata
’disuruh’. pelanggan bukan merupakan pemilik hp, karena terdapat beberapa data
dan persyaratan yang harus disetujui, maka penutur meminta si pemilik hp untuk
datang. Termasuk dalam campur kode intern sebab kata tersebut berasal data
bahasa Jawa, tempat terjadinya penelitian sehingga pelanggan yang datang
sebagian besar merupakan orang-orang dari sekitar Jawa Tengah dan dapat
berbahasa daerah.
(17) CS : “Untuk virus tidak dicover garansi, costnya Rp 100.000
datanya hilang semua, gimana?” (Tgl 04 Jan 2007 , Pk.11.00)
Dicover merupakan kata yang mendapat prefiks di- untuk menjelaskan kata
sebelumnya bahwa kerusakan hp pelanggan tidak mendapat garansi karena bukan
merupakan kesalahan produk melainkan kesalahan pemakai.. Kemudian kata
costnya, cost berarti ’biaya’ mendapat sufiks –nya untuk menegaskan biaya yang
akan dikenakan.
Selain bentuk prefiks, proses afiksasi yang terjadi dapat pula berupa bentuk
sufiks. Yang dimaksud dengan sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi
akhir bentuk dasar (Chaer :1995). Pada keseluruhan data sufiks yang terjadi
adalah bnetuk sufiks –nya. Hal ini terjadi pada bertuk dasar dalam bahasa asing.
Penggunaan bentuk baster yang masuk kedalam kategori sufiks adalah : cost-nya,
vibrat-nya, budget-nya. Ketiga bentuk dasar kata tersebut menutur Echols (1996)
berarti ’ biaya’, ’getar’, ’anggaran’ mendapat sufiks –nya yang digunakan oleh
penutur untuk menegaskan kata sebelumnya yang menggunakan bahasa Inggris.
Dalam bahasa Inggris sebenarnya terdapat bentuk sufiks seperti bentuk – ion dan
sufiks – s. Bentuk sufiks dalam bahasa asing tersebut biasanya muncul pada kata:
constitution dan books. Namun dalam penyusupan campur kode berupa bentuk
baster, penyusupan yang terjadi adalah adanya bentuk dasar baik berupa kata
dalam bahasa Inggris atau pun bentuk dasar dalam bahasa daerah. Berikut ini
contoh terjadinya penyusupan bentuk baster pada kategori sufiks –nya :
(18) CP : “Siang Mbak, saya cari hp yang ada kameranya Mbak, tapi
jangan yang mahal-mahal”
CS : “Tipe yang ini tidak telalu mahal ibu, budgetnya dibawah 2
juta”. (Tgl 05 Jan 2007, Pk. 14.00 bag. Penjualan)
Budget-nya merupakan bentuk campur kode berimbuhan yang terdiri dari
kata budget sufiks –nya, budget berarti ’anggaran belanja’. Anggaran belanja
disini maksudnya adalah harga hp yang ingin dibeli disesuaikan dengan kondisi
dengan pelanggan. CP dalam dialog diatas sedang mencari hp berkamera yang
harganya tidak terlalu mahal. Kemudian CS menawarkan salah satu tipe yang
anggaran belanjanya dibawah dua juta. Dengan cara ini CS berusaha menjual
produknya sesuai dengan kebutuhan dan dana pelanggan.

3.3.1.3 Berupa Kata Ulang
Ramlan (1983:60) menyatakan bahwa kata ulang merupakan kata yang
telah mengalami proses morfologis berupa pengulangan bentuk dasarnya, baik
pengulangan seluruh, sebagian ataupun pengulangan dengan perubahan bunyi.
Bentuk perulangan kata sama halnya dengan reduplikasi.
Reduplikasi menurut Chaer (1995) adalah proses morfemis yang
mengulang bentuk bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian maupun
dengan perubahan bunyi. Bentuk perulangan yang terdapat pada data termasuk
dalam bentuk perulangan secara keseluruhan atau bentuk reduplikasi penuh.
Dalam linguistik Indonesia digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan
perubahan perulangan kata dalam bahasa Jawa yaitu istilah dwilingga yakni
perulangan bentuk dasar. Perulangan ini berlaku atas kedua bentuk data yang
diperoleh yaitu :
(19) CP : “Iya Mas, eman-eman hp baru, matur nuwun Mas”
CS :”Iya Ibu, sami-sami”.(Tgl 12 Jan 18.45 bag. Service)
Dari salah satu contoh perulangan kata sami-sami merupakan tipe campur kode
intern dalam bahasa daerah yaitu bahasa Jawa yang bersifat darivasional yaitu
membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk
dasarnya. Seperti kata sami-sami yang digunakan oleh penutur untuk
mengungkapkan kembali rasa terimakasih yang sebelumnya telah digunakan oleh
lawan tutur. Kata sami-sami atau berarti ’sama- sama’ memiliki bentuk dasar sami
yang mengalami perulangan secara penuh.
Sementara bentuk perulangan lain yang ditemukan pada data adalah perulangan
dalam bahasa asing yaitu kata : restart-restart yang memiliki bentuk dasar start
yang mendapat prefiks re- kemudian mengalami proses perulangan secara utuh
yang menghasilkan identitas yang sama dengan kata dasarnya yaitu ’mulai’,
’menjadi’, ’mengulang kembali’ atau ’memulai kembali’. Restart-restart memiliki
sifat perulangan paradigmatis yaitu tidak mengubah identitas leksikal melainkan
hanya memberi makna gramatikal. Penggunaan kata restart oleh penutur adalah
untuk lebih menyingkat maksud tuturan dengan hanya menggunakan perulangan
kata sebagai strateginya.
3.3.2 Campur Kode Berupa Frasa
Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mestinya
mempertahankan makna kata dasarnya. Sementara gabungan itu menghasilkan
suatu relasi tertentu dan tiap pembentuknya tidak dapat berfungsi sebagai subjek
dan predikat dalam konstruksi tersebut (Keraf, 1991:175).
Sudaryanto (1992) menyatakan bahwa secara semantik ada beberapa frasa
yang telah meninggalkan makna asalnya, sebab makna yang kemudian muncul
sulit ditentukan proses gramatikalnya. Frasa kambing hitam yang artinya orang
yang dipersalahkan. Makna yang muncul kemudian jelas sudah meninggalkan
makna aslinya yaitu kambing yang berwarna hitam. Selain itu (Ramlan, 1981:138)
mengatakan bahwa frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau
lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.
Bentuk campur kode unsur berupa frasa yang muncul dalam kalimat data
sebanyak 12 buah tuturan yang semuanya merupakan frasa dalam bahasa asing
yaitu bahasa Inggris sehingga termasuk dalam tipe campur kode ekstern. Frasa
yang muncul pada keseluruhan kalimat adalah sebagai berikut : blackmarket, id
card, product knowlage, overload, free of charge, repair order, misuse, searching
network, sales packaged, internal memory, touchscreen, price list. Frasa dapat
dibedakan atas dua kategori yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentrik.
3.3.2.1 Frasa Endosentris
Frasa endosentris yaitu frasa yang salah satu unsurnya memiliki perilaku sintaksis
yang sama dengan unsur keseluruhan. Frasa endosentris salah satu unsurnya dapat
berupa kata nomina dan kata verba.
Frasa yang masuk dalam kategori frasa endosentris yang salah satu unsurnya
berupa nomina dari 12 buah tuturan tersebut adalah : id card, product knowlage,
pricelist. Penyusupan tersebut dapat dilihat pada contoh berikut :
(9) CS : (CS hanya mendengarkan dan mengangguk-anggukkan kepala).
”Sebelumnya saya konfirmasi ke Bapak dulu, kalo kita hanya
bisa bantu blokir garansi bukan blokir imei Pak. Dan nanti kita
akan konfirmasi ke Bapak jika HP Bapak masuk ke distributor
kita. Tapi sebelumnya, Bapak harus memberikan kelengkapan ke
kita berupa kartu garansi, id-card, surat kehilangan dari
kepolisian. Nanti data-data yang Bapak beri akan kita urus ke
Nokia Indonesia”
Id card merupakan penyusupan unsur berupa frasa yang memiliki unsur
inti berupa kata nomina yang berarti ’ katu pengenal’ dalam KII. Penggunaan
frasa id card oleh penutur sebenarnya merupakan akronim dari frasa identity card
hal ini dilakukan untuk lebih mempermudah penjelasan pada lawan tutur bahwa
kelengkapan yang harus disertakan dapat berupa Kartu Tanda Penduduk atau KTP
dan dapat pula berupa kartu pengenal lainnya yang menunjukan identitas
pelanggan.
(10) CP : ”Mas, tipe 9300i supaya bisa untuk kirim email gimana?”
CS : ”Untuk penjelasan lebih lanjut tentang penggunaan dan product
knowladge Mas bisa tanyakan langsung di lantai atas dibagian
penjualan, sebentar saya hubungi dulu ya Mas”
( Tgl 10 Jan 2007, pk.16.30 bag. Service)
Product knowladge berarti ’ilmu pengetahuan produk’, produk yang
dimaksud adalah produk dari barang yang ditawarkan. Ilmu pengetahuan
merupakan unsur inti yang berupa kata nomina Product knowladge biasanya
digunakan oleh penutur untuk memberitahukan fasilitas-fasilitas yang terdapat
handphone. Penggunaan frasa tersebut oleh penutur digunakan untuk
memperhalus frasa dalam bahasa Indonesia ilmu pengetahuan produk yang dirasa
kurang tepat jika digunakan untuk berbicara dengan lawan tutur.
(11) AP “Iya silahkan Ibu, ini kami ada pricelist kalau mau dilihat dulu”.
CP : “O, iya makasih mas. Mas ini harganya berubah-ubah gak”.
(10 Jan 2007, pk. 16.00 bag. Penjualan)
Sama halnya dengan id card dan product knowlage diatas pricelist
merupakan frasa nomina sebab salah satu unsurnya merupakan kata nomina.
Pricelist berarti ’daftar harga’. Daftar harga yang dimaksud adalah daftar
keseluruhan harga produk yang ditawarkan dibuat dalam daftar yang dapat dilihat
oleh pelanggan sehingga pelanggan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
pelanggan saat memilih atau membeli salah satu produk yang ditawarkan.
Sementara frasa endosentris yang termasuk kategori frasa verba dalam
data tersebut adalah blackmarket, misuse dan searching network. Penggunaan
frasa blackmarket berarti ’menjual barang-barang dipasar gelap’ (Echols:1996)
digunakan oleh penutur untuk memperhalus maksud tuturan yaitu barang yang
dimiliki oleh pelanggan tidak memiliki garansi resmi atau dengan kata lain
merupakan barang selundupan. Penggunaan frasa blackmarket digunakan agar
pelanggan tidak merasa tersingung ataupun marah. Berikut penggunannya dalam
kalimat :
(12) CP : ”Maksudnya mas?”
CS : ”Hpnya blackmarket jadi tidak diperjualbelikan diIndonesia.
Kalo diservice selain datanya hilang ada resiko terburuk mati total,
gimana?” (02 Jan 2007, pk. 10.15 bag. Service)
Frasa blackmarket termasuk dalam frasa verba karena makna frasa tersebut
adalah menjual yang berarti kata kerja. Sebenarnya pelanggan disini bukanlah
penjual dari barang selundupan tersebut melainkan pembeli yang membeli dari
penjual barang-barang yang ada dipasar gelap tersebut.
Frasa lainnya yang masuk kategori frasa endosentris verba adalah frasa
misuse dan searching network yang berarti ’ kesalahan penggunaan’ dan ’mencari
jaringan’ salah satu unsurnya merupakan kata kerja yaitu penggunaan dan
mencari. Kesalahan penggunaan tersebut berarti kesalahan yang terjadi karena
pemakaian seperti handphone yang terkena cairan ataupun jatuh. Sementara
mencari disini berarti menyatakan kerusakan yang terdapat pada hp tersebut.
Penutur disini menegaskan kembali apa yang dikeluhkan oleh pelanggan sebagai
lawan tutur seperti pada kalimat dialog berikut ini :
(13) CP : ”gak ada mba, telepon juga gak lama tapi signalnya sulit
CS : ”sering searching network ya, ini yang mengakibatkan battrei
jadi cepet habis dan panas, sudah dicoba dengan simcard lain?”(12
Jan pk.18.45, bag. Service)
Terlihat dalam dialog sebelumnya lawan tutur telah mengungkapkan kerusakan
pada hpnya dalam bahasa Indonesia dengan mengganti istilah jaringan dalam
bahasa Inggris yaitu kata signal. Penutur menggunakan frasa dalam bahasa asing
sebab lawan tutur lebih dulu menjelaskan dengan adanya penyusupan istilah
dalam bahasa asing
3.3.2.2 Frasa Eksosetrik
Frasa eksosentrik adalah frasa yang komponennya tidak memiliki perilaku yang
sama dengan keseluruhan unsurnya. Frasa eksosentrik juga terbagi atas frasa
eksosentris direktif yaitu frasa eksosentris yang salah satu komponennya memiliki
preposisi yaitu di, dari, pada. dan frasa eksosentris nondiriktif yaitu salah satu
unsurnya digunakan untuk memperhalus dengan kata yang atau para (Chaer
:1995).
Bentuk frasa lainnya yaitu frasa eksosentrik yang terdapat pada data adalah
sebagai berikut: free of charge, repair order, sales packed, internal memory dan
touchscreen. Masuk dalam kategori frasa eksosentrik yang terbagi lagi dalam
frase eksosentrik derektif diantaranya adalah free of charge, repair order, sales
packaged sebab salah terdapat kata preposisi pada maknanya dalam bahasa
Indonesia. Contoh penggunaannya dalam kalimat dialog oleh penutur :
(14) CP : “Tapi free ya Mbak?”
CS : “Free of charge Ibu, kan handphonenya masih garansi” (11 Jan
2007, Pk. 11.55 bag. Service)
Free of charge berarti ‘bebas dari biaya’ kata dari menunjukan preposisi dari kata
biaya. Demikian halnya dengan frasa repair order berarti ‘perintah untuk
memperbaiki’ dan sales packed berarti ‘paket pada penjualan’, kedua frasa ini
temasuk dalam frasa enksosentrik direktif karena terdapat preposisi untuk dan
pada dalam salah satu unsurnya. Namun kata preposisi tersebut ternyata
digunakan oleh penutur secara eksplisit dalam bahasa asing. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa kata dalam bahasa asing kadang merupakan frasa dalam bahasa
Indonesia. Sementara frasa eksosentrik nondirektif, komponennya terdapat kata
yang dan kata para dalam data yang termasuk dalam kategori ini adalah internal
memory dan touchscreen. Internal memory menurut (Echols:1996) adalah ’ingatan
yang ada didalam’ dan touchscreen adalah ’layar yang disentuh’. Kata yang dalam
frasa tersebut menunjukan bahwa frasa tersebut masuk dalam kategori frasa
eksosentrik nondirektif. Penutur menggunakan kata tersebut untuk memberi
penjelasan pada lawan tutur.
Campur kode berupa ungkapan atau idiom tidak ditemukan pada data sehingga
bentuk ini diabaikan.
3.4 Campur Kode sebagai Strategi Komunikasi
Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak
langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain
dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain dilingkungannya. Satu-satunya
alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain dilingkungannya adalah
komunikasi baik secara verbal maupun non verbal ( bahasa tubuh dan isyarat
yang banyak dimengerti oleh suku bangsa).
Dari penertian diatas maka diperoleh beberapa definisi komunikasi yakni:
1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung
arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam
kegiatan komunikasi (Astrid).
2. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau
informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
3. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu
orang ke orang lain (Davis, 1981).
4. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain
(Schram,W)
5. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada
orang lain, komunikasi merupakan proses sosial (Modul PRT, Lembaga
Administrasi).
Dari beberapa definisi tersebut maka tujuan komunikasi dianatranya adalah :
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi perilaku seseorang
3. Mengungkapkan perasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Berhubungan dengan orang lain
6. Menyelesaian sebuah masalah
7. Mencapai sebuah tujuan
8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain
(Hewit, 1981 :158)
Campur kode sebagai strategi komunikasi pada customer service memiliki
maksud tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, yakni membeli maupun
memperbaiki handphone. Penggunaan campur kode dalam strategi komunikasi
dapat dilihat pada penggunaan kata indent, confirm, support, free, restart-restart
yang digunakan oleh penutur untuk menyingkat maksud tuturan.
Selain itu campur kode juga berfungi sebagai strategi komunikasi untuk menolak
keinginan pelanggan, contoh pada kata load, yang digunakan oleh penutur saat
pelanggan meminta perbaikan hpnya untuk ditunggu. Penutur menggunakan kata
load untuk menunjukan bahwa volume perbaikan sudah banyak sehingga
prosesnya tidak dapat ditunggu.
Campur kode juga dapat berfungsi untuk lebih memperhalus maksud tuturan, hal
ini terlihat pada penggunaan kata blackmarket, misuse, charge, budget, overload.
Kata maupaun frasa tersebut digunakan oleh penutur agar pelanggan dalam hal ini
sebagai lawan tutur tidak merasa tersinggung atau malu, sebab dalam kegiatan
custome service seorang peneliti harus menghargai dan menghormati setiap
pelanggan yang datang.
Pengunaan campur kode sebagai strtegi komunikasi juga dapat dilihat pada
penggunaan istilah dalam bahasa asing, contoh pada kata software, hang, restart,
blank yang merupakan istilah dalam bahasa asing yang sudah sangat populer
dibandingklan dengan bahasa Indonesia.
3.5 Latar Belakang Terjadinya Campur Kode
Faktor pendorong terjadinya campur kode oleh Suwito (1985:77) dapat dibedakan
atas latar belakang sikap (atitudinal type) atau non- kebahasaan dan latar belakang
kebahasaan (lingustic type).
3.5.1 Faktor Non-Kebahasaan
1) Need for Synonim maksudnya adalah penutur menggunakan bahasa lain
untuk lebih memperhalus maksud tuturan.
Contohnya sebagai berikut:
CS : ”Hpnya blackmarket jadi tidak diperjualbelikan di Indonesia. Kalau
diservice selain datanya hilang ada resiko terburuk mati total,
gimana?” (02 Jan 2007, pk. 10.15 bag. Service)
Blackmarket disini sengaja digunakan oleh penutur untuk memberitahukan
pada pelanggan bahwa hp tersebut termasuk dalam kategori hp selundupan
yang tidak memiliki izin resmi di Indonesia. Namun jika penutur
menggunakan kata dalam bahasanya sendiri dikhawatirkan pelanggan akan
tersinggung atau malu. Sehingga kata blackmarket yang merupakan unsur
dalam bahasa Inggris dapat memperhalus maksud tuturan.
2) Social Value, yaitu penutur sengaja mengambil kata dari bahasa lain dengan
mempertimbangkan faktor sosial. Pada kasus disini penutur cenderung
bercampur kode dengan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dengan maksud
menunjukan bahwa penutur merupakan seorang yang berpendidikan dan
modern sehingga dalam berkomunikasi dengan pelanggan banyak
menyisipkan kata atau istilah dalam bahasa asing.
3) Perkembangan dan Perkenalan dengan Budaya Baru, hal ini turut menjadi
faktor pendorong munculnya campur kode oleh penutur, sebab terdapat
banyak istilah dan strategi penjualan dalam bidang telekomunikasi yang
mempergunakan bahasa asing. Sehingga hal ini mempengaruhi prilaku
pemakaian kata-kata bahasa asing oleh penutur yang sebenarnya bukan
merupakan bahasa asli penutur.
Sementara menurut Suyanto (1993:83) terdapat faktor psikologis, yaitu
faktor yang mengungkap potensi kebahasaan penutur baik dengan penguasaan
bahasa yang bersangkutan maupun kondisi psikologis yang mewarnai tuturan
yang terekspresi dalam campur kode tersebut.
Faktor psikologis dapat dilihat dari warna emosi penutur yaitu marah dan terkejut.
Warna emosi marah tidak terjadi pada tuturan penutur, sebab penutur di sini harus
memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dan dapat meredam kemarahan pelanggan.
Berikut contoh dialog saat pelanggan marah dan bahasa yang digunakan oleh
penutur:
CS : ”Siang Bapak, ada masalah apa?”
CP : “Mbak saya mau complain, Mbak gimana sih, data saya kok jadi
hilang. Mbak tahu berapa banyak nomer-nomer penting di hp
saya?”
CS : ”Maaf Bapak, diawal persetujuan service kemarin saya sudah
katakan bahwa kehilangan bukan menjadi tanggungjawab kami.
Dan kemarin Bapak sudah menyetujui dan membubuhkan
tandatangan diform repair order”.( sambil menunjukan bukti tanda
tangan)
CP : ”Gimana nih, pelayanananya gak beres nih
CS : ”Kami mohon maaf Bapak, tapi memang untuk data baik dihp
maupun dikartu memori sepenuhnya bukan tanggung jawab kami”.
Strategi komunikasi yang digunakan oleh penutur lebih sopan dan tidak
menunjukkan kemarahan.
Warna emosi terkejut biasanya terjadi jika dituduh melakukan hal negatif atau
mendengar pernyataan yang tidak diduga sebelumnya. Pada kasus ini penutur juga
harus memiliki strategi komunikasi agar tidak menyinggung atau menimbulkan
kemarahan pada pelanggan. Tuturan berikut merupakan contohnya:
CS : ” Maaf Bu, memorycardnya dibawa?”
CP :” Kan, saya tinggal disini kemarin, mbak”.
CS:”Ibu, diformulir servicenya dituliskan bahwa semua kelengkapan
hpnya tidak ditinggal.”
Selain itu latar belakang terjadinya campur kode dilihat dari faktor nonkebahasaan
ialah dengan menggunakan beberapa konsep teori komponen tutur
yang dibahas oleh Dell Hymes (melalui Nababan, 1993:7) yaitu setting, scene,
participant, end., Norm of interaction and interpretation
1. Setting and scene, unsur yang dimaksud yaitu, keadaan serta situasi
penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini adalah di pelayanan jasa Nokia Care
Centre Bimasakti Semarang. Scene tuturan meliputi situasi puas, marah,
terkejut, bingung.
2. Participant, yaitu siapa yang terlibat dalam peristiwa tutur tersebut. Dalam
penelitian ini adalah customer service sebagai penutur yang menggunakan
campur kode sebagai strategi komunikasi dan pelanggan sebagai lawan tutur.
3. Norm of interaction and interpretation, unsur norma atau tuturan yang harus
dimengerti dan ditaati dalam suatu komunikasi. Dalam penelitian ini norma
interaksi meliputi norma bertanya, norma menjawab, norma meminta maaf,
norma memberitahu, norma berterimakasih dan norma menyapa. Norma
bertanya bertujuan untuk mengawali maksud. Norma menjawab meliputi
jawaban dengan syarat dan jawaban tanpa syarat. Norma meminta maaf
meliputi meminta maaf dengan menggunakan kata maaf. Norma memberitahu
meliputi pujian untuk meyakinkan dan untuk mengawali maskud. Sedangkan
norma interpretasi berupa pemakian bahasa Jawa dalam tingkat krama dan
bahasa asing yaitu
3.5.2 Faktor Kebahasaan
Latar belakang kebahasaan yang menyebabkan seseorang melakukan
campur kode disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1) Low frequency of word, yaitu karena kata-kta dalam bahasa asing tersebut
lebih mudah diingat dan lebih stabil maknanya.
Contoh dalam penelitian ini adalah pada dialog :
CS : “Kita disini menyediakan handset original untuk hp mas supaya
menghasilkan suara jernih dan bagus”. (Tgl 03 Jani 2007, Pk 12.15
diBag Penjualan)
Kata original merupakan penyusupan unsur bahasa asing yaitu bahasa
Inggris yang lebih mudah dan sering didengar oleh pelanggan alat
telekomunikasi. Jika penutur menggunakan makna sebenarnya yaitu
‘asli; maka makna tesebut akan menjadi tidak stabil sebab dalam istilah
telekomunikasi asli dapat berarti kualitas kelas satu atau dua yang
sebenarnya tidak masuk dalam kategori asli. Namun jika menggunakan
kata original pelanggan pasti lebih yakin bahwa barang tersebut benarbenar
asli.
2) Pernicious Homonimy, maksudnya adalah jika penutur menggunakan
kata dari bahasanya sendiri maka kata tersebut dapat menimbulkan
masalah homonim yaitu makna ambigu. Contohnya dalam dialog
berikut:
CS : “ Untuk speakernya Ibu sudah kami urgentkan dipusat
mudah-mudahan dalam minggu ini sudah datang dan hpnya
bisa segera kami perbaiki “.
Urgent berarti ‘darurat’ namun jika kata tersebut digunakan oleh CS saat
berkomunikasi dengan pelanggan maka yang muncul adalah makna yang
ambigu. Sebab kata darurat biasanya ada dalam istilah kedokteran.
Dengan menggunakan kata urgent maka penutur telah berusaha
meyakinkan pelanggan bahwa apa yang diinginkannya lebih di
prioritaskan.
3) Oversight, yaitu keterbatasan kata-kata yang dimiliki oleh bahasa
penutur. Banyaknya istilah dalam bidang telekomunikasi yang berasal
dari bahasa asing menyebabkan penutur sulit menemukan padanannya
dalam bahasa penutur. Contohnya : software, install, flash, restart, hang,
blank
4) End (Purpose and Goal), yaitu akibat atau hasil yang dikehendaki. End
(tujuan) meliputi membujuk, dengan meyakinkan, menerangkan. Untuk
mencapai hasil tersebebut penutur harus menggunakan campur kode. Hal
ini dapat dilihat pada beberapa contoh berikut :
CS : ”Maaf Ibu ,untuk charger tidak bisa diservice, tapi kalo selama 6
bulan dari tanggal pembelian dapat direplace tapi kita kirim ke
jakarta, diganti charger baru ”.
Pada kalimat tersebut penutur berusaha menjelasakan tentang solusi yang akan
ditempuh oleh pelanggan jika mengalai kerusakan pada charger. Kalimat
lain yang menunjukan penutur membujuk pelanggan adalah dengan
menwarkan beberapa faislitas yang didapat, contoh berikut ini :
CS :”Begini, kalo adiknya mau install apilkasi gratis sebelumnya harus
jadi member dulu disini biayanya Rp 300.000 untuk satu tahun”
CP : ”Bisa apa aja?”
CS : ”Selain adik bisa pasang aplikasi gratis juga bisa download
wallpaper hp. Bagaimana?”
Dengan penggunaan kata ’bagaimana’ dibagian akhir kalimat, setelah
menginforamsikan beberapa kemudahan yang akan ddidapat setelah
menjadi anggota, tampak disini penutur berusaha membujuk
pelanggannya.
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................... vi
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... viii
INTISARI .............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................... 3
1.3. Alasan Pemilihan Judul.............................................. 3
1.4. Ruang Lingkup Penelitian.......................................... 4
1.5. Tinjauan Pustaka........................................................ 5
1.6. Tujuan Penelitian ....................................................... 6
1.7. Metode dan Teknik Pengumpulan Data...................... 6
1.8. Sistematika Penulisan ................................................ 11
BAB II KERANGKA TEORI
2.1. Bahasa pada Konteks Sosial....................................... 12
2.2. Diglosia ..................................................................... 13
2.3. Kedwibahasaan.......................................................... 15
2.4. Kode. ......................................................................... 17
2.5. Pengertian Campur Kode. .......................................... 20
2.5.1. Tipe Campur Kode ......................................... 23
2.5.2. Bentuk Campur Kode ..................................... 25
2.5.3. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode. ...... 25
BAB III CAMPUR KODE SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI
CUSTOMER SERVICE
3.1. Pengantar ................................................................... 30
3.2. Kuantitas Masuknya Bahasa Tercampur ke Dalam
Bahasa Sasaran ......................................................... 31
3.3. Wujud dan Tipe Campur Kode Sebagai Strategi
Komunikasi................................................................ 36
3.4.1. Campur Kode Berupa Kata ............................ 36
3.3.1.1. Campur Kode Berupa Baster............ 42
3.3.1.2. Campur Kode Berupa Kata Ulang.... 45
3.4.2. Campur Kode Berupa Frasa............................ 47
3.3.2.1. Frasa Endosentris............................. 48
3.3.2.2. Frasa Eksosentris ............................. 51
3.4. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode .................. 53
3.4.1. Faktor Internal Pendorong Terjadinya Campur
Kode ............................................................. 53
3.4.2. Faktor Eksternal Pendorong Terjadinya
Campur Kode ................................................ 55
BAB VI PENUTUP
4.1. Kesimpulan ............................................................... 60
4.2. Saran.......................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA62
Lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar