Abstrak :
Ini masalah penelitian
dengan gangguan bahasa Jawa dalam
belajar bahasa indonesia di
SD Bintan Timur. Data
adalah bahasa lisan yang diucapkan oleh para siswa yang
orang tuanya bahasa Jawa.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada
tiga jenis gangguan terjadi dalam
percakapan siswa: gangguan interferensi,fonologi dan interferensi sintaksis. Campur tangan bahasa Jawa tidak terjadi secara
sadar.Hal ini terjadi karena
efek dari kehidupan sehari-hari ehingga unsur kata-kata atau kalimat Jawa masih dilakukan dalam komunikasi di
sekolah.
Kata kunci :interferensi, Jawa, bahasa Indonesia bahasa belajar.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu berbagai
suku bangsa yang memiliki latar belakang berbeda-beda, sebab Indonesia adalah
negara yang multilingual. Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara
nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat,
baik untuk komunikasi sehari-hari maupun keperluan yang sifatnya kedaerahan.
Dalam masyarakat multilingual yang
mobilitasnya tinggi, anggota-anggota masyarakatnya akan cenderung untuk
menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya atau sebagian, sesuai dengan
kebutuhan (Chaer, 1994:68). Kefasihan seseorang menggunakan dua bahasa sangat
tergantung kepada kesempatan menggunakan kedua bahasa tersebut. Jika
kesempatannya banyak, maka kefasihannya akan bertambah baik, sebaliknya bila
sedikit kesempatan maka kefasihannya akan tetap atau bahkan berkurang.
Bahasa Jawa pada
umumnya dipakai oleh masyarakat yang tinggal di pulau Jawa. Bahasa Jawa sebagai
bahasa daerah mempunyai logat dan dialek yang sesuai dengan wilayah domisili penuturnya.Bahasa jawa
yang dimaksudkan adalah bahasa dari provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur juga
terdapat daerah yang dominan masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa untuk
berkomunikasi yakni di daerah desa Wacopek Bintan Timur Kabupaten
Bintan.Logat
Bahasa Jawa yang
dipakai oleh masyarakat yang tinggal di desa Wacopek cukup jauh
berbeda dengan logat yang diucapkan oleh masyarakat yang tinggal di Bintan timur.
Dalam penggunaan bahasa Jawa yang
dikuasai anak sejak kecil dan terus digunakan dalam kehidupan siswa yang
bersekolah sudah tentu berpengaruh pada penggunaan bahasa pada saat mereka
mengikuti pelajaran di sekolah. Apalagi anak sekolah dasar yang masih kental
dengan bahasa ibunya. Selain itu juga, penduduk yang tinggal di sekitar
sekolah mayoritas suku Jawa,
kemungkinan anak-anak menggunakan bahasa jawa untuk berkomunikasi dalam proses
belajar-mengajar di sekolah sangat besar. Chaer (1994) menyebut gejala
pemakaian bahasa seperti ini sebagai interferensi bahasa. Interferensi bahasa
adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain dalam bahasa yang sedang digunakan,
sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang sedang digunakan
Penelitian ini mencoba
mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi bahasa Jawa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia siswa Sekolah Dasar di Bintan timur. Hasilnya
diharapkan dapat dijadikan informasi penting bagi pemerhati bahasa dalam
upaya pengembangan dan pembinaan bahasa
Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
Metode yang digunakan dalam penulisan ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Datanya adalah bahasa lisan yang
dituturkan oleh baik siswa maupun guru di dalam proses belajar-mengajar
bahasa Indonesia di kelas. Data tersebut diperoleh dengan teknik simak libat
cakap, catat, dan rekam.
Data yang terkumpul dianalisis
dengan metode padan intralingual dengan teknik hubung banding menyamakan dan
membedakan bentuk-bentuk intrferensi yang teranalisis. Selain itu digunakan
juga metode padan ekstralingual dengan teknik hubung-banding bentuk-bentuk bahasa
dengan hal-hal luar bahasa, misalnya kesepadanan bentuk bahasa yang digunakan
dengan penutur, tujuan, dan konteks tuturan.
TUJUAN
PENULISAN
Penulisan ini mencoba mendeskripsikan
bentuk-bentuk interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia siswa Sekolah Dasar di Bintan Timur. Hasilnya
diharapkan dapat dijadikan informasi penting bagi pemerhati bahasa dalam
upaya pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.
PEMBAHASAN
Masuknya bahasa Jawa dalam
tuturan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
umumnya terjadi secara spontan, artinya dalam berkomunikasi siswa tidak
merancang penuturan kalimat harus menggunakan bahasa jawa. Namun
tuturan percakapan dengan bahasa tersebutlah yang sebenarnya dikuasai. Dengan
demikian interferensi yang terjadi dikarenakan oleh kebiasaannya bertutur
menggunakan bahasa jawa dalam
kehidupan sehari-hari.
Setelah diperoleh data penelitian
dari tuturan yang dihasilkan siswa dan guru yang berlangsung pada saat proses
belajar mengajar, peneliti menemukan bahwa interferensi yang terjadi dalam
tuturan siswa dan guru terdapat dua jenis interferensi yaitu pada
tataran fonologi dan sintaksis. Interferensi
fonologi dapat dibedakan menjadi: interferensi yang terjadi dalam vokal,
diftong dan konsonan. Selanjutnya, interferensi sintaksis dapat dilihat pada
tataran frasa dan klausa.
Interferensi Fonologis
Interferensi fonologis adalah
kekacauan atau gangguan sistem suatu bahasa yang berhubungan dengan fonem.
Interferensi fonologi ini terjadi pada tataran vokal, diftong dan tataran
konsonan. Interferensi pada tataran vokal tampak seperti di bawah ini.
terimo
-----------
terima
kerjo ----------- kerja
Data
tersebut memperlihatkan bahwa interferensi fonologi bahasa jawa dalam
bahasa Indonesia yang terjadi pada tataran vokal yakni terjadi perubahan
vokal [o] dalam
bahasa Indonesia menajdi vokal [a] dalam bahasa jawa. Pada
kata terimo terjadi
perubahan vokal [o] dengan
vokal [a]. Perubahan ini disebut interferensi yang terjadi pada fonem dari
bahasa jawa kedalam
bahasa Indonesia sebab pola baku bahasa Indonesia adalah “terima” bukan terimo.
Interferensi fonologi bahasa jawa dalam
bahasa Indonesia terjadi pula pada bidang diftong, misalnya pulo ‘pulau’.
Dalam hal ini, kata pulo dalam bahasa jawa ber- ekuivalen dengan kata “pulau”
dalam bahasa Indonesia yang terdapat diftong [au]. Dalam kata pulo diakhiri
vokal [o] namun dalam kata “pulau” diakhiri dengan diftong [au]. Oleh sebab
itu, kata “pulau” sudah ter interferensi bahasa jawa menjadi pulo.
Interferensi fonologi bahasa jawa dalam
bahasa Indonesia juga terjadi pada bidang konsonan yakni terjadi perubahan
konsonan dalam bentuk penambahan bunyi konsonan, penghilangan bunyi konsonan
dan penggantian bunyi konsonan. Hal ini terlihat dari data berikut.
ati
-------- hati
Contoh di atas
memperlihatkan bahwa pengucapan kata “hati” merupakan interferensi fonologi
dalam bidang konsonan karena pada kata “hati” dalam bahasa Indonesia akan
menjadi ati dalam pengucapan bahasa jawa sebab terjadi penghilangan bunyi [h].
Interferensi Sintaksis
Interferensi bahasa jawa dalam
bahasa Indonesia terjadi pula dalam bidang sintaksis yakni pada tataran frasa
dan klausa. Interferensi pada tataran frasa terlihat dalam peristiwa tutur
yang berikut ini.
a. + Adi: ini pena siapa?
- Rita: Itu penane Rudi yang
hilang ‘Itu pena Rudi yang hilang
b. + Siswa: buk lihat bajune Riko kotor.
‘buk lihat baju Rikokotor’
- Guru: Riko
bersihkan baju kamu.
c. + Siswa: buk, tasne ibuguru bagus
‘buk, tas ibu gurubagus’
- Guru: terimakasih
ya.
Dari data frasa di atas merupakan
struktur kepemilikan atau posesif. Dalam bahasa jawa, makna
“kepemilikan” memang lazim dinyatakan dengan manambahkan – ne, yang
dalam bahasa Indonesia dapat dipadankan dengan –nya. Dalam bahasa Indonesia
frasa kepemilikan seperti itu tidak dinyatakan dengan -nya, tetapi cukup
dengan menggabungkan unsur termilik dan unsur pemiliknya.
Interferensi pada tataran klausa pun sering terjadi
seperti yang terlihat dalam tuturan berikut ini.
a) Coba lihat gembes banne sepedane Rino
‘Coba lihat kempes
bannya sepeda Rino’
‘Coba lihat, ban sepeda
Rino kempes,
b) Kira-kira sak meter duwur tiange
‘Kira-kira satu meter
tingginya tiang itu’
‘Tinggi tiang itu kira-kira
satu meter’
Penyebab Terjadinya Interferensi
Terjadinya interferensi bahasa jawa ke dalam
bahasa Indonesia yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari yang dilakukan
oleh siswa dan guru di sekolah Dasar Bintan Timur. Keadaan
ini memperlihatkan bahwa interferensi terjadi bukan karena disengaja oleh
siswa dengan maksud untuk mempermudah penyampaian buah pikirannya, tetapi
terjadi karena penguasaan sistem bahasa pertama (bahasa jawa) mereka
yang lebih tinggi dari kemampuan mereka bertutur dengan bahasa Indonesia.
Penguasaan bahasa pertama yang lebih tinggi menyebabkan mereka terbiasa
berbicara dengan bahasa tersebut, dan hal ini agaknya menjadi sebab mengapa
bahasa jawa banyak
terbawa ke dalam kata bahasa Indonesia saat mereka berkomunikasi pada saat
proses belajar mengajar.
Interferensi bahasa jawa yang
terjadi dalam proses belajar mengajar terjadi pula karena kebiasaan mereka
menggunakan bahasa tersebut dalam lingkungan mereka sehari-hari, sehingga
kebiasaan tersebut tetap mereka bawa pada saat mereka seharusnya bertutur
dengan bahasa Indonesia yang bukan merupakan bahasa keseharian mereka. Oleh
karena itu, kemampuan mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia sulit
berkembang dan hal tersebut menyebabkan mereka merasa malu menggunakan bahasa
Indonesia, sehingga berakibat keinginan mereka menggunakan bahasa Indonesia
rendah. Hal lain adalah kurangnya mereka menggunakan media massa seperti
koran, majalah yang mereka baca, untuk meningkatkan kemampuan mereka
berbahasa Indonesia.
Hasil pengamatan peneliti selama
penelitian menunjukkan bahwa sangat sedikit adanya interaksi antara guru
dengan murid yang menggunakan media bahasa Indonesia. Sehingga siswa tetap
menggunakan bahasa jawa pada saat
mereka seharusnya bertutur dengan bahasa Indonesia, hal ini terjadi karena
guru kurang tegas atau kontrol dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Akumulasi dari hal-hal tersebut di
atas akan membuat kemampuan siswa menggunakan bahasa Indonesia tidak
berkembang dengan baik, karena mereka selalu menggunakan bahasa jawa dalam
berkomunikasi baik di rumah maupun di sekolah. Oleh karena itu, wajar bila
dalam komunikasi siswa kepada guru pada saat proses belajar mengajar gaya dan
kemampuan mereka bertutur masih sangat dipengaruhi oleh bahasa jawa. Akibatnya
pada setiap mereka berkomunikasi ungkapan-ungkapan dan tata bahasa serta
tuturan yang bernuansa bahasa jawa selalu terbawa. Kemampuan mereka
berbahasa Indonesia menjadi rendah yang pada akhirnya mereka akan tetap
tertinggal dari mereka yang menguasai bahasa dengan baik dan benar dalam
segala hal.
Berdasarkan pengamatan penulis
selama penelitian, masih banyaknya penggunaan kata atau kalimat yang
terinterferensi oleh bahasa jawa membuktikkan bahwa penggunaan
bahasa jawa masih
dominan dipakai di lingkungan siswa Keadaan ini terjadi karena penggunaan
bahasa jawa yang
sudah terbiasa digunakan oleh siswa dalam lingkungan sehari-hari akan tetap
mereka bawa pada saat mereka seharusnya bertutur bahasa Indonesia yang bukan
merupakan bahasa keseharian mereka. Oleh karena itu, kemampuan mereka
menggunakan bahasa mereka masih rendah dan sulit untuk berkembang dengan
baik.
Selain itu, masih rendahnya
interaksi antara guru dan siswa yang menggunakan media bahasa Indonesia,
sehingga mereka akan tetap menggunakan bahasa jawa saat mereka seharusnya bertutur
dengan bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena guru kurang disiplin dalam
mengontrol pemakaian bahasa Indonesia. Penyebab terjadinya interferensi
bahasa jawa dalam
proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah antara lain adanya kalimat
yang terinterferensi oleh kata-kata dan struktur kata bahasa Bugis dalam
komunikasi yang dilakukan oleh siswa membuktikan bahwa betapa masih
dominannya pemakaian bahasa tersebut dalam komunikasi sehari-hari.
Peristiwa ini merupakan salah satu
dampak dari bilingualisme atau penggunaan dua bahasa. Dan keadaan seperti ini
menyiratkan bahwa interferensi terjadi begitu saja, karena kebiasaan siswa
menggunakan bahasa jawa dan
bahasa Indonesia secara bergantian. Bahasa jawa diperoleh siswa sebagai bahasa
pertama dan lebih dikuasainya dari bahasa Indonesia yang diperoleh di sekolah
sebagai bahasa kedua.
Kalau dilihat dari peluang
penggunaan bahasa, bahasa yang lebih besar peluang penggunaannya akan besar
pula peluangnya untuk terinterferensi kebahasa yang lebih kecil peluang
penggunaannya. Bahasa jawa lebih
berpeluang digunakan dari pada bahasa Indonesia dan lebih terbiasa atau fasih
menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari. Dan hal ini sepertinya menjadi
penyebab mengapa bahasa jawa terbawa kedalam komunikasi yang
dilakukan siswa.
Di samping itu, berdasarkan
jawaban siswa yang diperoleh pada saat melakukan wawancara, interferensi yang
terjadi pada saat proses belajar mengajar dikarenakan adanya unsur tidak
sengaja yang mereka lakukan, dan tidak mengetahui kosa kata atau struktur
kata bahasa Indonesia sehingga mereka menggantikannya dengan kata atau
struktur kata bahasa jawa, yang
merupakan salah satu dampak dari kurangnya penguasaan bahasa Indonesia dan
penguasaan bahasa jawa yang
lebih mereka kuasai.
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat
dikatakan bahwa interferensi bahasa jawa yang terjadi pada proses belajar
mengajar terjadi karena siswa lebih menguasai bahasa jawa dari pada
bahasa Indoneisa. Hal ini peneliti lihat dari penggunaan kosa kata bahasa
tersebut dalam percakapan.
PENUTUP
SIMPULAN
Berdasarkan pada uraian-uraian
yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan bahwa bentuk interferensi bahasa jawa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia ada pada tataran fonologi yang meliputi: perubahan bunyi vokal [o] dalam
bahasa Indoneisa menjadi vokal [a] dan, dan vokal [a] dalam bahasa
Indonesia menjadi vokal [e] dalam bahasa jawa ; pada tataran diftong juga
terjadi interferensi bahasa jawa pada bunyi diftong [au] dalam
bahasa Indonesia menjadi [o] dalam bahasa jawa.
Selanjutnya
bentuk interferensi bahasa jawa dalam bahasa Indonesia yang
terjadi dalam tataran sintaksis yakni pada frasa dan klausa sedangkan dalam
tataran kalimat tidak ditemukan interferensi bahasa jawa dalam
bahasa Indonesia.
Penyebab terjadinya interferensi
bahasa jawa dalam
proses belajar mengajar berasal dari guru dan siswa. Penyebab yang berasal
dari siswa karena kebiasaan mereka menggunakan bahasa jawa baik di
rumah maupun di sekolah. Rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia, adanya
ejekan dari teman-teman mereka menggunakan bahasa Indonesia, sehingga mereka
malu menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, kurangnya keinginan mereka
untuk menggunakan bahasa Indonesia. Penyebab yang berasal dari guru adalah
kurangnya kontrol dari guru dan karena guru lebih menekankan pada target
pencapaian kurikulum dari pada penekanan kaidah bahasa Indonesia yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhayi. 1985. Interferensi Gramatikal Bahasa
Indonesia dalam Bahasa Jawa. Jakarta: New aqua Perss.
Chaer, A. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta:
Rineka cipta
Hakim, Z. 1999. Tipe Semantik Bahasa Makassar.
Jakarta: Depdikbud.
Mustakim, 1994. Interferensi Bahasa Jawa dalam
Surat Kabar Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan, DJ. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud. Universitas Terbuka.
Tarigan, H.G. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar