Jumat, 15 Juni 2012

Salasiah C8



TUGAS INDIVIDU
SOSIOLINGUISTIK
Dosen pembimbing :Eka Rihan K. S,Pd, M.Pd


               

 Disusun oleh:
NAMA    :SALASIAH
NIM        : 100388201364
KELAS   : C8



UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TANJUNG PINANG
2012



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat bertukar pikiran, menyampaikan gagasan, dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Atmazaki (2006:5) yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain secara lebih tepat.
Ilmu yang mempelajari kaitan antara bahasa dan hubungannya dengan masyarakat pemakai bahasa adalah sosiolinguistik. Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat sebagai bahasa, melainkan dilihat sebagai sarana interaksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa adalah status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi dan jenis kelamin. Dalam penggunaan bahasa, faktor tersebut dapat mempengaruhi pemilihan kode.
Ikhwal perkodean adalah masalah yang penting untuk diteliti dalam linguistik. Dalam komunikasi banyak ditemui penutur mencampur dua bahasa sebagai sarana komunikasi. Dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya pemcampuran dari bahasa penutur. Peristiwa tersebut disebut campur kode.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bintan, seringkali mereka mencampur bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Di Indonesia dikenal dengan bahasa ”gado-gado” yang diibaratkan sebagai sajian gado-gado, yakni campuran dari bermacam-macam sayuran. Dengan bahasa gado-gado dimaksudkan penggunaan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau bahasa asing.Dalam makalah ini akan dibahas pengertian dan fungsi campur kode yang terjadi dalam masyarakat Bintan
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Campur Kode
Di antara sesama penutur yang bilingual atau multilingual sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan berbahasa. Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat. Dengan demikian campur kode dapat didefenisikan sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana (Ohoiwitun, 1996:69).
Chaer dan Agustina (1995:114) menjelaskan bahwa campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur, di mana salah satu merupakan kode utama atau kode dasar yang digunakan yang  memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa tertentu. Serpihan di sini dapat berupa kata, frasa, atau unit bahasa yang lebih besar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh penutur dalam suatu percakapan.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu
1.      Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.
2.      Campur kode ke luar (outer code-mixing):
campur kode yang berasal dari bahasa asing.
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
1.      sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutup
2.       kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa
Beberapa wujud campur kode
1.      penyisipan kata
2.      menyisipan frasa
3.      penyisipan klausa
4.      penyisipan ungkapan atau idiom, da
5.      penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
B.     Fungsi dan Tujuan Penggunaan Campur Kode

Fungsi bahasa yang digunakan dalam suatu peristiwa tutur  didasarkan pada tujuan berkomunikasi. Fungsi bahasa merupakan ungkapan yang berhubungan dengan tujuan tertentu, seperti perintah, menawarkan, mengumumkan, memarahi, dan sebagainya. Pembicara menggunakan bahasa menurut fungsi yang dikehendakinya sesuai dengan tujuan, konteks dan situasi komunikasi.
Dalam kegiatan  komunikasi pada masyarakat multilingual alih kode dan campur kode  pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan-tujuan  berikut.
a)      Mengakrabkan suasana
Sebuah informasi dalam gagasan /pesan yang disampaikan oleh seorang penutur akan lebih mudah dipahami atau lebih cepat berterima jika ada kedekatan secara emosional antara individu-individu yang terlibat dalam peristiwa tutur. Misalnya, seseorang yang baru mengenal orang lain di suatu tempat, awalnya berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tetapi ketika mengetahui bahwa lawan bicara memiliki latar kedaerahan yang sama maka keduanya segera beralih kode ke bahasa daerahnya.
b)     Menghormati lawan bicara
Dalam peristiwa tutur antara seseorang yang lebih tua dengan yang lebih muda atau seseorang dengan status sosial yang lebih rendah dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi, atau antara atasan dan bawahan,  alih kode dan campur kode kerap terjadi dengan tujuan menghargai atau menghormati lawan bicara.
c)      Meyakinkan topik pembicaraan
Kegiatan alih kode dan campur kode juga sering digunakan ketika seorang pembicara memberi penguatan untuk meyakinkan topik pembicaraannya.
d)     Untuk membangkitkan rasa humor
Dalam kegiatan berbahasa  dalam situasi tertentu. Biasanya terjadi alih kode yang  dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara dengan tujuan membangkitkan rasa humor untuk memecahkan kekakuan. Alih kode ini dilakukan dalam bentuk pemberian ilustrasi-ilustrasi atau anekdot-anekdot.
e)      Untuk sekadar bergaya atau bergengsi
Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif. Gejala seperti ini banyak kita temukan pada gaya bahasa para remaja atau artis selebriti. Biasanya mereka menggunakan bahasa Indonesia ragam Jakarta yang bercampur kode bahasa Inggris seakan ingin menampilkan trend setter yang kebarat-baratan.

C.    ANALISIS FUNGSI DAN TUJUAN PENGGUNANAAN CAMPUR KODE DALAM KALANGAN MASYARAKAT SEKITAR KABUPATEN BINTAN

1.      ABSTRAK
Ada asumsi yang mengatakan bahwa bahasa-bahasa adalah objek, yang secara ideal diantara objek-objek itu terdapat batas-batas yang jelas. Ini berimplikasi bahwa setiap ucapan dapat dikategorikan pada satu bahasa tertentu. Item-item yang jelas ‘termasuk bahasa lain’ dapat diakomodasikan – menurut pendapat ini – dengan istilah ‘bentuk pinjaman’ atau ‘terselip’ melalui interfensi. Asumsi tersebut tidak dapat dipakai lagi, sebab tidak mampu membahas bentuk-bentuk pengalihan antara bahasa-bahasa, sebagai satu gejala umum dalam masyarakat bilingual. Dan implikasinya adalah bahwa tingkah semacam itu membentuk gangguan yang yang mengurangi efesiensi tindak komunikatif dimana pengalihan itu terjadi. Hal yang sebaliknya juga banyak terbukti; bahwa percampuran bahasa itu sebenarnya memberikan fasilitas untuk itu biarpun jauh dari pengertian pembentukan komunikasi bagi para bilingual dengan repertoire-repertoire yang lebih sulit
Masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain, entah karena letaknya jauh terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka masyarakat tutur itu akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat yang monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur yang inklusif, dalam arti ia memiliki hubungan dengan masyarakat lain, tentu akan mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiw-peristiwa tersebut yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang didalam sosiolinguistik disebiut bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konfergensi dan pergeseran bahasa.
Dari pengalaman hidup di Indonesia, kita tahu bahwa di banyak Negara, bahkan banyak daerah dan kota, terdapat orang-orang yang memakai bahasa yang berlainan. Bisa juga terdapat orang-orang yang memakai lebuh dari satu bahasa, umpmanya bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Suatu daerah atau masyarakat di mana terdapat dua bahasa disebut daerah atau masyarakat yang berdwibahasa atau bilingual
Berpijak dari kerangka dasar di atas, maka dalam makalah ini dibahas tentang bilingualisme dan diglosia serta hubungan antara keduanya
2.      KATA KUNCI
a.       Campur kode
b.      Fungsi
c.       Tujuan
d.      Masyarakat
e.       Kabupaten Bintan
 3.      DESKRIPSI DATA
Analisis fungsi dan tujuan penggunaan CAMPUR KODE dalam masyarakat Bintan.
a.       Mengakrabkan suasana
Misalnya, seseorang yang baru mengenal orang lain di suatu tempat, awalnya berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tetapi ketika mengetahui bahwa lawan bicara memiliki latar kedaerahan yang sama maka keduanya segera beralih kode ke bahasa daerahnya. Seperti contoh petikan dialog berikut.
Penutur I         : “Sudah lama di Tanjungpinang, Bang?”
Penutur II         : “Lama juga, dari sejak kuliah.”
Penutur I         : “Dulu SMAnya memang di mana?”
Penutur II        : “Di tembeling.
Penutur I         :” Sekampong kite’
Penutur II        : “Aok ye,dari sane juge ye awak?”
Penutur I         : “iye same lah kite.”

b.      Menghormati lawan bicara
Dalam peristiwa tutur antara seseorang yang lebih tua dengan yang lebih muda atau seseorang dengan status sosial yang lebih rendah dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi, atau antara atasan dan bawahan,  alih kode dan campur kode kerap terjadi dengan tujuan menghargai atau menghormati lawan bicara. Seperti contoh berikut:
Lurah             : “Berapa anaknya pak ?”
Warga              : “ ene papat toh pak .’ (Ada empat anakku, Pak)
Bupati              : “Sekolah semua?”
Warga           : “Alhamdulliah,Pak loro neng  SD,Siji neng  SMP,Seng gede neng SMA.” (Alhamdullah, Pak, dua sekolah di SD, satu di SMP, yang besar di SMA)
Dalam petikan dialog di atas, seorang warga yang ditanya oleh Bupati dengan bahasa Indonesia tetapi menjawabnya dengan bahasa Jawa bukan berarti si warga tidak bisa berbahasa Indonesia tetapi karena tujuannya memberi rasa hormat maka yang bersangkutan menjawabnya dalam bahasa daerah.
c.       Meyakinkan topik pembicaraan
Kegiatan alih kode dan campur kode juga sering digunakan ketika seorang pembicara memberi penguatan untuk meyakinkan topik pembicaraannya. Seperti contoh berikut.
Penceramah: “… Jamaah yang dirahmati Allah, setiap manusia selalu diberi ujian oleh Allah, hanya dengan kesabaran kita dapat mengatasi segala ujian. Allah sangat menyukai orang-orang yang dapat menjaga kesabarannya, Innallaha ma’ashobirin Allah suke orang sabar..sabar itu kunci kehidupan cume dengan sabar segale penyakit amarah dapat padam ….” (Allah  menyayangi orang yang sabar…Sabar adalah kunci kehidupan. Hanya dengan sikap sabar segala amarah dapat dipadamkan).

Dalam contoh di atas topik penceramah adalah tentang kesabaran. Terjadi campur kode bahasa Arab dan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Melayu Bintan dengan tujuan penceramah ingin memberi penguatan untuk lebih meyakinkan topik yang disampaikannya kepada para pendengarnya.
d.      Untuk membangkitkan rasa humor
Dalam kegiatan berbahasa  dalam situasi tertentu. Biasanya terjadi alih kode yang  dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara dengan tujuan membangkitkan rasa humor untuk memecahkan kekakuan. Alih kode ini dilakukan dalam bentuk pemberian ilustrasi-ilustrasi atau anekdot-anekdot.
e.      Untuk sekadar bergaya atau bergengsi
Biasanya mereka menggunakan bahasa Indonesia ragam Jakarta yang bercampur kode bahasa Inggris seakan ingin menampilkan trend setter yang kebarat-baratan. Seperti contoh-contoh berikut.
a)      Don’t Worry, nggak perlu ada yang dipermasalahkan, everything gonna be ok kho!”
b)      ”Aku udah coba buat jalan bareng, tapi ngga ketemu chemestry-nya saat ini.”
c)      “Buat sekarang timing-nya ngga pas, we’ll see nanti.”


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual/multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia cenderung mengakibatkan timbulnya gejala alih kode (code-switching) dan campur kode (code-mixing). Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Alih kode terjadi untuk menyesuaikan diri dengan peran, atau adannya tujuan tertentu. Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Campur kode dapat terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut adanya pencampuran bahasa, tetapi dapat juga disebabkan faktor kesantaian, kebiasaan atau tidak adanya padanan yang tepat.
Dalam suatu peristiwa tutur, alih kode dan campur kode terjadi karena beberapa faktor yaitu:
1)      penutur dan pribadi penutur,
2)      mitra penutur,
3)      hadirnya penutur ketiga,
4)      tempat dan waktu tuturan berlangsung,
5)      modus pembicaraan,
6)      topik pembicaraan.
Alih kode dan campur kode memiliki fungsi terkait dengan tujuan berkomunikasi. Dalam kegiatan  komunikasi pada masyarakat multilingual, alih kode dan campur kode  pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan yaitu :
1)      mengakrabkan suasana,
2)      menghormati lawan bicara,
3)      meyakinkan untuk menghibur,
4)      menimbulkan gaya atau gengsi penutur.
B.     SARAN
 Analisis fungsi dan tujuan penggunaan campur kode yang terjadi dalam masyarakat Bintan semoga bisa bermanfaat dalam mengetahui perkembangan pemakaian bahasa yang terjadi di suatu daerah.

 DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Khaidir. 1990. Fungsi dan Peranan Bahasa : Sebuah Pengantar.
Yogyakarta : Gajahmada University Press
Arsana, Raditya Agung. 2000. ”Peristiwa Campur Kode dalam Novel Balada
Dara-Dara Mendut karya Y.B. Mangunwijaya”, Skripsi Sarjana (S-1).
Fakultas Sastra Undip Semarang
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta : Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar