TUGAS INDIVIDU
SOSIOLINGUISTIK
Dosen pembimbing :Eka Rihan K. S,Pd, M.Pd
Disusun oleh:
NAMA :SALASIAH
NIM : 100388201364
KELAS : C8
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TANJUNG PINANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Bahasa berfungsi sebagai alat
komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat bertukar pikiran, menyampaikan
gagasan, dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Atmazaki (2006:5) yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang
dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain secara lebih tepat.
Ilmu yang mempelajari kaitan antara bahasa dan hubungannya
dengan masyarakat pemakai bahasa adalah sosiolinguistik. Sebagai objek dalam
sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat sebagai bahasa, melainkan dilihat sebagai
sarana interaksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemakaian bahasa adalah status sosial, tingkat pendidikan, umur,
tingkat ekonomi dan jenis kelamin. Dalam penggunaan bahasa, faktor tersebut
dapat mempengaruhi pemilihan kode.
Ikhwal perkodean adalah masalah yang penting untuk diteliti
dalam linguistik. Dalam komunikasi banyak ditemui penutur mencampur dua bahasa
sebagai sarana komunikasi. Dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya
pemcampuran dari bahasa penutur. Peristiwa tersebut disebut campur kode.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bintan, seringkali mereka
mencampur bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Di Indonesia dikenal
dengan bahasa ”gado-gado” yang diibaratkan sebagai sajian gado-gado, yakni
campuran dari bermacam-macam sayuran. Dengan bahasa gado-gado dimaksudkan
penggunaan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau
bahasa asing.Dalam makalah ini akan dibahas pengertian dan fungsi campur kode
yang terjadi dalam masyarakat Bintan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Campur Kode
Di antara sesama penutur yang bilingual atau multilingual
sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan
berbahasa. Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa
tertentu dalam satu kalimat. Dengan demikian campur kode dapat didefenisikan
sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana
(Ohoiwitun, 1996:69).
Chaer dan Agustina (1995:114) menjelaskan bahwa campur kode
adalah pemakaian dua bahasa atau lebih atau dua varian dari sebuah bahasa dalam
suatu masyarakat tutur, di mana salah satu merupakan kode utama atau kode dasar
yang digunakan yang memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan
kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa
serpihan-serpihan saja. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu
bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia
menggunakan satu bahasa tertentu. Serpihan di sini dapat berupa kata, frasa,
atau unit bahasa yang lebih besar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa campur kode
adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh penutur dalam suatu percakapan.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur
menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan
unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur,
seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri
menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena
keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga
ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.
Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu
1.
Campur kode ke dalam
(innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala
variasinya.
2.
Campur kode ke luar (outer
code-mixing):
campur kode yang berasal dari bahasa asing.
Latar
belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
1.
sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutup
2.
kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan
identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau
menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa
Beberapa wujud campur kode
1.
penyisipan kata
2.
menyisipan frasa
3.
penyisipan klausa
4.
penyisipan ungkapan atau idiom, da
5.
penyisipan bentuk baster (gabungan
pembentukan asli dan asing).
B. Fungsi dan Tujuan Penggunaan Campur Kode
Fungsi bahasa yang digunakan dalam suatu peristiwa
tutur didasarkan pada tujuan berkomunikasi. Fungsi bahasa merupakan
ungkapan yang berhubungan dengan tujuan tertentu, seperti perintah, menawarkan,
mengumumkan, memarahi, dan sebagainya. Pembicara menggunakan bahasa menurut
fungsi yang dikehendakinya sesuai dengan tujuan, konteks dan situasi
komunikasi.
Dalam kegiatan komunikasi pada masyarakat
multilingual alih kode dan campur kode pada umumnya dilakukan antara lain
untuk tujuan-tujuan berikut.
a) Mengakrabkan suasana
Sebuah informasi dalam gagasan /pesan yang disampaikan
oleh seorang penutur akan lebih mudah dipahami atau lebih cepat berterima jika
ada kedekatan secara emosional antara individu-individu yang terlibat dalam
peristiwa tutur. Misalnya, seseorang yang baru mengenal orang lain di suatu
tempat, awalnya berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tetapi ketika mengetahui
bahwa lawan bicara memiliki latar kedaerahan yang sama maka keduanya segera
beralih kode ke bahasa daerahnya.
b) Menghormati lawan bicara
Dalam peristiwa tutur antara seseorang yang lebih tua
dengan yang lebih muda atau seseorang dengan status sosial yang lebih rendah
dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi, atau antara atasan dan
bawahan, alih kode dan campur kode kerap terjadi dengan tujuan menghargai
atau menghormati lawan bicara.
c) Meyakinkan topik pembicaraan
Kegiatan alih kode dan campur kode juga sering
digunakan ketika seorang pembicara memberi penguatan untuk meyakinkan topik
pembicaraannya.
d) Untuk membangkitkan rasa humor
Dalam kegiatan berbahasa dalam situasi tertentu.
Biasanya terjadi alih kode yang dilakukan dengan alih varian, alih ragam,
atau alih gaya bicara dengan tujuan membangkitkan rasa humor untuk memecahkan
kekakuan. Alih kode ini dilakukan dalam bentuk pemberian ilustrasi-ilustrasi
atau anekdot-anekdot.
e) Untuk sekadar bergaya atau bergengsi
Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan
faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih
kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak
komunikatif. Gejala seperti ini banyak kita temukan pada gaya bahasa para
remaja atau artis selebriti. Biasanya mereka menggunakan bahasa Indonesia ragam
Jakarta yang bercampur kode bahasa Inggris seakan ingin menampilkan trend
setter yang kebarat-baratan.
C. ANALISIS FUNGSI DAN TUJUAN PENGGUNANAAN CAMPUR KODE DALAM KALANGAN MASYARAKAT SEKITAR KABUPATEN BINTAN
1. ABSTRAK
Ada asumsi yang mengatakan bahwa
bahasa-bahasa adalah objek, yang secara ideal diantara objek-objek itu terdapat
batas-batas yang jelas. Ini berimplikasi bahwa setiap ucapan dapat
dikategorikan pada satu bahasa tertentu. Item-item yang jelas ‘termasuk bahasa
lain’ dapat diakomodasikan – menurut pendapat ini – dengan istilah ‘bentuk
pinjaman’ atau ‘terselip’ melalui interfensi. Asumsi tersebut tidak dapat
dipakai lagi, sebab tidak mampu membahas bentuk-bentuk pengalihan antara
bahasa-bahasa, sebagai satu gejala umum dalam masyarakat bilingual. Dan
implikasinya adalah bahwa tingkah semacam itu membentuk gangguan yang yang
mengurangi efesiensi tindak komunikatif dimana pengalihan itu terjadi. Hal yang
sebaliknya juga banyak terbukti; bahwa percampuran bahasa itu sebenarnya
memberikan fasilitas untuk itu biarpun jauh dari pengertian pembentukan
komunikasi bagi para bilingual dengan repertoire-repertoire yang lebih sulit
Masyarakat tutur yang tertutup, yang
tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain, entah karena letaknya jauh
terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur
lain, maka masyarakat tutur itu akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis
dan tetap menjadi masyarakat yang monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur
yang inklusif, dalam arti ia memiliki hubungan dengan masyarakat lain, tentu
akan mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa
kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiw-peristiwa tersebut yang mungkin terjadi
sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang didalam sosiolinguistik
disebiut bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi,
integrasi, konfergensi dan pergeseran bahasa.
Dari pengalaman hidup di Indonesia, kita
tahu bahwa di banyak Negara, bahkan banyak daerah dan kota, terdapat
orang-orang yang memakai bahasa yang berlainan. Bisa juga terdapat orang-orang
yang memakai lebuh dari satu bahasa, umpmanya bahasa daerah dan bahasa
Indonesia. Suatu daerah atau masyarakat di mana terdapat dua bahasa disebut
daerah atau masyarakat yang berdwibahasa atau bilingual
Berpijak dari kerangka dasar di atas,
maka dalam makalah ini dibahas tentang bilingualisme dan diglosia serta
hubungan antara keduanya
2. KATA KUNCI
a. Campur
kode
b. Fungsi
c. Tujuan
d. Masyarakat
e. Kabupaten
Bintan
3.
DESKRIPSI
DATA
Analisis fungsi dan tujuan penggunaan
CAMPUR KODE dalam masyarakat Bintan.
a.
Mengakrabkan suasana
Misalnya, seseorang yang baru mengenal orang lain di
suatu tempat, awalnya berkomunikasi dengan bahasa Indonesia tetapi ketika
mengetahui bahwa lawan bicara memiliki latar kedaerahan yang sama maka keduanya
segera beralih kode ke bahasa daerahnya. Seperti contoh petikan dialog berikut.
Penutur
I : “Sudah lama di
Tanjungpinang, Bang?”
Penutur
II : “Lama juga, dari sejak
kuliah.”
Penutur
I : “Dulu SMAnya memang di
mana?”
Penutur II :
“Di tembeling.
Penutur
I :” Sekampong kite’ “
Penutur
II : “Aok ye,dari sane juge ye
awak?”
Penutur
I : “iye same lah kite.”
b. Menghormati
lawan bicara
Dalam peristiwa tutur antara seseorang yang lebih tua
dengan yang lebih muda atau seseorang dengan status sosial yang lebih rendah
dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi, atau antara atasan dan
bawahan, alih kode dan campur kode kerap terjadi dengan tujuan menghargai
atau menghormati lawan bicara. Seperti contoh berikut:
Lurah
: “Berapa
anaknya pak ?”
Warga
: “ ene papat toh pak .’ (Ada empat anakku, Pak)
Bupati
: “Sekolah semua?”
Warga : “Alhamdulliah,Pak loro
neng SD,Siji neng SMP,Seng gede neng SMA.” (Alhamdullah,
Pak, dua sekolah di SD, satu di SMP, yang besar di SMA)
Dalam petikan dialog di atas, seorang warga yang
ditanya oleh Bupati dengan bahasa Indonesia tetapi menjawabnya dengan bahasa
Jawa bukan berarti si warga tidak bisa berbahasa Indonesia tetapi karena
tujuannya memberi rasa hormat maka yang bersangkutan menjawabnya dalam bahasa
daerah.
c. Meyakinkan
topik pembicaraan
Kegiatan alih kode dan campur kode juga sering
digunakan ketika seorang pembicara memberi penguatan untuk meyakinkan topik
pembicaraannya. Seperti contoh berikut.
Penceramah: “… Jamaah yang dirahmati Allah, setiap
manusia selalu diberi ujian oleh Allah, hanya dengan kesabaran kita dapat
mengatasi segala ujian. Allah sangat menyukai orang-orang yang dapat menjaga
kesabarannya, Innallaha ma’ashobirin Allah suke orang sabar..sabar itu kunci
kehidupan cume dengan sabar segale penyakit amarah dapat padam ….”
(Allah menyayangi orang yang sabar…Sabar adalah kunci kehidupan. Hanya
dengan sikap sabar segala amarah dapat dipadamkan).
Dalam contoh di atas topik penceramah adalah tentang
kesabaran. Terjadi campur kode bahasa Arab dan alih kode dari bahasa Indonesia
ke bahasa Melayu Bintan dengan tujuan penceramah ingin memberi penguatan untuk
lebih meyakinkan topik yang disampaikannya kepada para pendengarnya.
d. Untuk
membangkitkan rasa humor
Dalam kegiatan berbahasa dalam situasi tertentu.
Biasanya terjadi alih kode yang dilakukan dengan alih varian, alih ragam,
atau alih gaya bicara dengan tujuan membangkitkan rasa humor untuk memecahkan
kekakuan. Alih kode ini dilakukan dalam bentuk pemberian ilustrasi-ilustrasi
atau anekdot-anekdot.
e. Untuk
sekadar bergaya atau bergengsi
Biasanya mereka menggunakan bahasa Indonesia ragam
Jakarta yang bercampur kode bahasa Inggris seakan ingin menampilkan trend
setter yang kebarat-baratan. Seperti contoh-contoh berikut.
a)
“Don’t Worry, nggak perlu ada
yang dipermasalahkan, everything gonna be ok kho!”
b)
”Aku udah coba buat jalan bareng,
tapi ngga ketemu chemestry-nya saat ini.”
c)
“Buat sekarang timing-nya
ngga pas, we’ll see nanti.”
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kontak yang
intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang
bilingual/multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia cenderung
mengakibatkan timbulnya gejala alih kode (code-switching) dan campur kode
(code-mixing). Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan
dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Alih kode terjadi
untuk menyesuaikan diri dengan peran, atau adannya tujuan tertentu. Campur kode
(code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa
secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya.
Campur kode dapat terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang
menuntut adanya pencampuran bahasa, tetapi dapat juga disebabkan faktor kesantaian,
kebiasaan atau tidak adanya padanan yang tepat.
Dalam suatu peristiwa tutur, alih kode dan campur kode
terjadi karena beberapa faktor yaitu:
1)
penutur dan pribadi penutur,
2)
mitra penutur,
3)
hadirnya penutur ketiga,
4)
tempat dan waktu tuturan berlangsung,
5)
modus pembicaraan,
6)
topik pembicaraan.
Alih kode dan campur kode memiliki fungsi terkait
dengan tujuan berkomunikasi. Dalam kegiatan komunikasi pada masyarakat
multilingual, alih kode dan campur kode pada umumnya dilakukan antara
lain untuk tujuan yaitu :
1) mengakrabkan
suasana,
2) menghormati
lawan bicara,
3) meyakinkan untuk
menghibur,
4) menimbulkan
gaya atau gengsi penutur.
B. SARAN
Analisis fungsi dan tujuan penggunaan campur kode yang
terjadi dalam masyarakat Bintan semoga bisa bermanfaat dalam mengetahui perkembangan
pemakaian bahasa yang terjadi di suatu daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Khaidir. 1990. Fungsi dan Peranan Bahasa : Sebuah Pengantar.
Yogyakarta
: Gajahmada University Press
Arsana,
Raditya Agung. 2000. ”Peristiwa Campur Kode dalam Novel Balada
Dara-Dara
Mendut karya Y.B. Mangunwijaya”, Skripsi Sarjana (S-1).
Fakultas
Sastra Undip Semarang
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta
: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar