Jumat, 15 Juni 2012

Marina C8




MAKALAH STUDI KASUS SOSIOLINGUSTIK
 INTERFERENSI BAHASA BUGIS DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

Dosen pembimbing: Eka Rihan K, S,Pd., M,Pd
                                                       

Disusun Oleh :
marina
100388201173


PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI




Abstrak :
Ini masalah penelitian dengan gangguan bahasa Bugis dalam belajar bahasa indonesia di SD Tanjungpinang. Data adalah bahasa lisan yang diucapkan oleh para siswa yang ibunya bahasa Bugis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga jenis gangguan terjadi dalam percakapan siswa: gangguan interferensi, fonologi, morfologi, dan interferensi sintaksis.  Campur tangan Bugis tidak terjadi secara sadar. Hal ini terjadi karena efek dari kehidupan sehari-hari sehingga unsur kata-kata atau kalimat Bugis masih dilakukan dalam komunikasi di sekolah.

 Kata kunci :  interferensi, Bugis, bahasa Indonesia bahasa belajar.
  
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
        Bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang berbeda-beda, sebab Indonesia adalah negara yang multilingual. Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat, baik untuk komunikasi sehari-hari maupun keperluan yang sifatnya kedaerahan.
        Dalam masyarakat multilingual yang mobilitasnya tinggi, anggota-anggota masyarakatnya akan cenderung untuk menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya atau sebagian, sesuai dengan kebutuhan (Chaer, 1994:68). Kefasihan seseorang menggunakan dua bahasa sangat tergantung kepada kesempatan menggunakan kedua bahasa tersebut. Jika kesempatannya banyak, maka kefasihannya akan bertambah baik, sebaliknya bila sedikit kesempatan maka kefasihannya akan tetap atau bahkan berkurang.
        Bahasa Bugis pada umumnya dipakai oleh masyarakat yang tinggal di propinsi Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis sebagai bahasa daerah mempunyai logat dan dialek yang berbeda-beda sesuai dengan wilayah domisili penuturnya. Selain di Propinsi Sulawesi Selatan, di Propinsi Jambi juga terdapat daerah yang dominan masyarakatnya menggunakan bahasa Bugis untuk berkomunikasi yakni di daerah desa Tanjung Jebung Timur . Logat Bahasa bugis yang dipakai oleh masyarakat yang tinggal di  desa Tanjung Jebung Timur tidak jauh berbeda dengan logat yang diucapkan oleh masyarakat yang tinggal di Tanjungpinang.

        Dalam penggunaan bahasa Bugis yang dikuasai anak sejak kecil dan terus digunakan dalam kehidupan siswa yang bersekolah sudah tentu berpengaruh pada penggunaan bahasa pada saat mereka mengikuti pelajaran di sekolah. Apalagi anak sekolah dasar yang masih kental dengan bahasa ibunya. Selain itu juga, penduduk yang tinggal di sekitar sekolah mayoritas suku Bugis, kemungkinan anak-anak menggunakan bahasa Bugis untuk berkomunikasi dalam proses belajar-mengajar di sekolah sangat besar. Chaer (1994) menyebut gejala pemakaian bahasa seperti ini sebagai interferensi bahasa. Interferensi bahasa adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain dalam bahasa yang sedang digunakan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang sedang digunakan
        Penelitian ini mencoba mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi bahasa Bugis dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa Sekolah Dasar di Tanjungpinang. Hasilnya diharapkan dapat dijadikan informasi penting bagi pemerhati bahasa dalam upaya pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.         

RUMUSAN MASALAH
        Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif kualitatif. Datanya adalah bahasa lisan yang dituturkan oleh baik siswa maupun guru di dalam proses belajar-mengajar bahasa Indonesia di kelas. Data tersebut diperoleh dengan teknik simak libat cakap, catat, dan rekam.
        Data yang terkumpul dianalisis dengan metode padan intralingual dengan teknik hubung banding menyamakan dan membedakan bentuk-bentuk intrferensi yang teranalisis. Selain itu digunakan juga metode padan ekstralingual dengan teknik hubung-banding bentuk-bentuk bahasa dengan hal-hal luar bahasa, misalnya kesepadanan bentuk bahasa yang digunakan dengan penutur, tujuan, dan konteks tuturan.

TUJUAN PENULISAN
        Penulisan ini mencoba mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi bahasa Bugis dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa Sekolah Dasar di Tanjungpinang. Hasilnya diharapkan dapat dijadikan informasi penting bagi pemerhati bahasa dalam upaya pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.      
   
PEMBAHASAN
        Masuknya bahasa Bugis dalam tuturan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah umumnya terjadi secara spontan, artinya dalam berkomunikasi siswa tidak merancang penuturan kalimat harus menggunakan bahasa Bugis. Namun tuturan percakapan dengan bahasa tersebutlah yang sebenarnya dikuasai. Dengan demikian interferensi yang terjadi dikarenakan oleh kebiasaannya bertutur menggunakan bahasa Bugis dalam kehidupan sehari-hari.
        Setelah diperoleh data penelitian dari tuturan yang dihasilkan siswa dan guru yang berlangsung pada saat proses belajar mengajar, peneliti menemukan bahwa interferensi yang terjadi dalam tuturan siswa dan guru terdapat tiga jenis interferensi yaitu pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Interferensi fonologi dapat dibedakan menjadi: interferensi yang terjadi dalam vokal, diftong dan konsonan. Interferensi morfologi dapat dibedakan menjadi: Prefiks, sufiks, dan konfiks. Selanjutnya, interferensi sintaksis dapat dilihat pada tataran frasa dan klausa.
           
Interferensi  Fonologis
        Interferensi fonologis adalah kekacauan atau gangguan sistem suatu bahasa yang berhubungan dengan fonem. Interferensi fonologi ini terjadi pada tataran vokal, diftong dan tataran konsonan. Interferensi pada tataran vokal tampak seperti di bawah ini.
            tarima     -----------   terima     
            tulung     -----------   tolong
            cilaka      -----------   celaka
            nyamen   -----------   nyaman 
            jeri          -----------   jera
     
  Data tersebut memperlihatkan bahwa interferensi fonologi bahasa Bugis dalam bahasa Indonesia yang terjadi pada tataran vokal yakni terjadi perubahan vokal [e] dalam bahasa Indonesia menajdi vokal [a] dalam bahasa Bugis. Pada kata tarima terjadi perubahan vokal [e] dengan vokal [a]. Perubahan ini disebut interferensi yang terjadi pada fonem dari bahasa Bugis kedalam bahasa Indonesia sebab pola baku bahasa Indonesia adalah “terima” bukan tarima.
        Kata “tolong” dari bahasa Indonesia, berubah pengucapan dalam bahasa bugis menjadi tulung. Perubahan kata tulung terjadi pada perubahan vokal [o] menjadi vokal [u]. Pada kata “celaka” dari bahasa Indonesia, berubah pengucapan dalam bahasa Bugis menjadi cilaka. Perubahan pada kata cilaka terjadi pada perubahan vokal [e] menjadi vokal [i]. Pada kata nyamen terjadi perubahan vokal [a] dengan vokal [e]. Perubahan ini disebut interferensi yang terjadi pada fonem dari bahasa Bugis ke dalam bahasa Indonesia sebab pola baku bahasa Indonesia adalah “nyaman” bukan nyamen. Perubahan pengucapan vokal [a] menjadi vokal [i] pada kata “jera” dalam bahasa Indonesia menjadi  jeri dalam bahasa Bugis.
        Interferensi fonologi bahasa Bugis dalam bahasa Indonesia terjadi pula pada bidang diftong, misalnya pulo ‘pulau’. Dalam hal ini, kata pulo dalam bahasa Bugis berekuivalen dengan kata “pulau” dalam bahasa Indonesia yang terdapat diftong [au]. Dalam kata pulo diakhiri vokal [o] namun dalam kata “pulau” diakhiri dengan diftong [au]. Oleh sebab itu, kata “pulau” sudah terinterferensi bahasa Bugis menjadi pulo.
      
  Interferensi fonologi bahasa Bugis dalam bahasa Indonesia juga terjadi pada bidang konsonan yakni terjadi perubahan konsonan dalam bentuk penambahan bunyi konsonan, penghilangan bunyi konsonan dan penggantian bunyi konsonan. Hal ini terlihat dari data berikut.
sala        --------   salah
musu      --------   musuh
ati           --------   hati
dinging  --------   dingin
waju       --------   baju
sujuk      --------   sujud


 Data di atas memperlihatkan bahwa pengucapan kata “salah” dan “musuh” dalam bahasa Indonesia akan menjadi sala dan musu dalam pengucapan bahasa Bugis. Ini merupakan interferensi fonologi dalam bidang konsonan sebab terjadi penghilangan bunyi [h]. Demikian juga pada kata “hati” juga merupakan interferensi fonologi dalam bidang konsonan karena pada kata “hati” dalam bahasa Indonesia akan menjadi ati dalam pengucapan bahasa Bugis sebab terjadi penghilangan bunyi [h]. 
        Sebaliknya, pengucapan kata “dingin” dalam bahasa Indonesia akan menjadi dinging dalam pengucapan bahasa Bugis. Pengucapan bunyi setiap kata yang diakhiri bunyi [n] akan mengalami perubahan bunyi menjadi [ng]. Ini merupakan interferensi fonologi dalam bidang konsonan karena setiap kata yang diakhiri bunyi [n] akan terdapat penambahan bunyi [g].
        Pengucapan kata “baju” dalam bahasa Indonesia akan menjadi waju dalam pengucapan bahasa Bugis. Terjadi perubahan pengucapan dari bunyi [b] dalam bahasa Indonesia menjadi bunyi [w] dalam bahasa Bugis. Demikian juga pada kata sujud terjadi perubahan bunyi menjadi sujuk; kata  jadi diucapkan  jaji dan tutup menjadi tutuk.
  
Interferensi Morfologis
            Interferensi morfologi terjadi pada unsur pembentuk katayang meliputi: prefiks, sufiks, dan konfiks. Hal ini terlihat pada data berikut ini.
            pedagang       ------     pa-             +    dagang           = padagang
            pembaca         ------     pab-           +    baca               =  pabbaca
            pembeli           ------     pan-          +    beli                =  pangelli
            belokan           ------     belok         +    -eng               belokeng
            turunan            ------     turun         +    -ang                =  turunang
            rumahnya        ------     rumah       +    -na                   = rumahna
            pergelangan    ------     gelang       +    pag-eng           =  paggelangeng
            kesenangan    ------     a-eng          +    senang            =  asenangeng
            bilangan          ------     ab-eng       +    bilangan          =  abbilangeng                        
           pelarian           ------     al-eng           +    lari                = allaringeng
           kurungan         ------     ak-eng      +     kurung             =  akkurungeng
           kecocokan      ------     assi-eng       +cocok                  = assicocokeng
            perjanjian         ------     assi-ing        +  janji              =  assijancing
            penurunan       ------     appa-eng      +turun                =  appaturungeng
            pertolongan     ------     appasi-eng   +tolong              =  appasitolongeng
            pergelangan    ------     sippag-eng   +gelang             = sipaggelangeng
            permusuhan    ------     assi-reng    + musu                 = assimusureng
 Interferensi Sintaksis
            Interferensi bahasa Bugis dalam bahasa Indonesia terjadi pula dalam bidang sintaksis yakni pada tataran frasa dan klausa. Interferensi pada tataran frasa terlihat dalam peristiwa tutur yang berikut ini.
a.  + Ika :  ini pena siapa? 
     - Rita: Itu penana Rudi yang hilang   ‘Itu pena Rudi yang hilang
b.  + Siswa :  buk lihat bajuna Riko kotor. ‘buk lihat  baju Rikokotor’
      -  Guru :  Riko bersihkan baju kamu.
c. + Siswa : buk,  tasna ibu guru bagus ‘buk, tas ibu gurubagus’
      - Guru : terimakasih ya.
        Dari data frasa di atas merupakan struktur kepemilikan atau posesif. Dalam bahasa Bugis, makna “kepemilikan” memang lazim dinyatakan dengan manambahkan –na, yang dalam bahasa Indonesia dapat dipadankan dengan –nya. Dalam bahasa Indonesia frasa kepemilikan seperti itu tidak dinyatakan dengan -nya, tetapi cukup dengan menggabungkan unsur termilik dan unsur pemiliknya.
 Interferensi pada tataran klausa pun sering terjadi seperti yang terlihat dalam tuturan berikut ini.
a)  Coba lihat masau banna sepedana Rino
     ‘Coba lihat kempes bannya sepeda Rino’
     ‘Coba lihat, ban sepeda Rino kempes,     
b)  Kira-kira sekdi meterek ro tandrena tiange          
     ‘Kira-kira satu meter tingginya tiang itu’
     ‘Tinggi tiang itu kira-kira satu meter’
c) Bagus sekali celak padokkokna buku Uki
    ‘Bagus sekali merah sampulnya buku Uki’
    ‘Sampul buku Uki bagus sekali


Penyebab Terjadinya Interferensi
        Terjadinya interferensi bahasa Bugis ke dalam bahasa Indonesia yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari yang dilakukan oleh siswa dan guru di sekolah Dasar Tanjungpinang. Keadaan ini memperlihatkan bahwa interferensi terjadi bukan karena disengaja oleh siswa dengan maksud untuk mempermudah penyampaian buah pikirannya, tetapi terjadi karena penguasaan sistem bahasa pertama (bahasa Bugis) mereka yang lebih tinggi dari kemampuan mereka bertutur dengan bahasa Indonesia. Penguasaan bahasa pertama yang lebih tinggi menyebabkan mereka terbiasa berbicara dengan bahasa tersebut, dan hal ini agaknya menjadi sebab mengapa bahasa Bugis banyak terbawa ke dalam kata bahasa Indonesia saat mereka berkomunikasi pada saat proses belajar mengajar.
        Interferensi bahasa Bugis yang terjadi dalam proses belajar mengajar terjadi pula karena kebiasaan mereka menggunakan bahasa tersebut dalam lingkungan mereka sehari-hari, sehingga kebiasaan tersebut tetap mereka bawa pada saat mereka seharusnya bertutur dengan bahasa Indonesia yang bukan merupakan bahasa keseharian mereka. Oleh karena itu, kemampuan mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia sulit berkembang dan hal tersebut menyebabkan mereka merasa malu menggunakan bahasa Indonesia, sehingga berakibat keinginan mereka menggunakan bahasa Indonesia rendah. Hal lain adalah kurangnya mereka menggunakan media massa seperti koran, majalah yang mereka baca, untuk meningkatkan kemampuan mereka berbahasa Indonesia.
        Hasil pengamatan peneliti selama penelitian menunjukkan bahwa sangat sedikit adanya interaksi antara guru dengan murid yang menggunakan media bahasa Indonesia. Sehingga siswa tetap menggunakan bahasa Bugis pada saat mereka seharusnya bertutur dengan bahasa Indonesia, hal ini terjadi karena guru kurang tegas atau kontrol dalam pemakaian bahasa Indonesia.
        Akumulasi dari hal-hal tersebut di atas akan membuat kemampuan siswa menggunakan bahasa Indonesia tidak berkembang dengan baik, karena mereka selalu menggunakan bahasa Bugis dalam berkomunikasi baik di rumah maupun di sekolah. Oleh karena itu, wajar bila dalam komunikasi siswa kepada guru pada saat proses belajar mengajar gaya dan kemampuan mereka bertutur masih sangat dipengaruhi oleh bahasa Bugis. Akibatnya pada setiap mereka berkomunikasi ungkapan-ungkapan dan tata bahasa serta tuturan yang bernuansa bahasa Bugis selalu terbawa. Kemampuan mereka berbahasa Indonesia menjadi rendah yang pada akhirnya mereka akan tetap tertinggal dari mereka yang menguasai bahasa dengan baik dan benar dalam segala hal.
        Berdasarkan pengamatan penulis selama penelitian, masih banyaknya penggunaan kata atau kalimat yang terinterferensi oleh bahasa Bugis membuktikkan bahwa penggunaan bahasa Bugis masih dominan dipakai di lingkungan siswa Keadaan ini terjadi karena penggunaan bahasa Bugis yang sudah terbiasa digunakan oleh siswa dalam lingkungan sehari-hari akan tetap mereka bawa pada saat mereka seharusnya bertutur bahasa Indonesia yang bukan merupakan bahasa keseharian mereka. Oleh karena itu, kemampuan mereka menggunakan bahasa mereka masih rendah dan sulit untuk berkembang dengan baik.


        Selain itu, masih rendahnya interaksi antara guru dan siswa yang menggunakan media bahasa Indonesia, sehingga mereka akan tetap menggunakan bahasa Bugis saat mereka seharusnya bertutur dengan bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena guru kurang disiplin dalam mengontrol pemakaian bahasa Indonesia. Penyebab terjadinya interferensi bahasa Bugis dalam proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah antara lain adanya kalimat yang terinterferensi oleh kata-kata dan struktur kata bahasa Bugis dalam komunikasi yang dilakukan oleh siswa membuktikan bahwa betapa masih dominannya pemakaian bahasa tersebut dalam komunikasi sehari-hari.
        Peristiwa ini merupakan salah satu dampak dari bilingualisme atau penggunaan dua bahasa. Dan keadaan seperti ini menyiratkan bahwa interferensi terjadi begitu saja, karena kebiasaan siswa menggunakan bahasa Bugis dan bahasa Indonesia secara bergantian. Bahasa Bugis diperoleh siswa sebagai bahasa pertama dan lebih dikuasainya dari bahasa Indonesia yang diperoleh di sekolah sebagai bahasa kedua.
        Kalau dilihat dari peluang penggunaan bahasa, bahasa yang lebih besar peluang penggunaannya akan besar pula peluangnya untuk terinterferensi kebahasa yang lebih kecil peluang penggunaannya. Bahasa Bugis lebih berpeluang digunakan dari pada bahasa Indonesia dan lebih terbiasa atau fasih menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari. Dan hal ini sepertinya menjadi penyebab mengapa bahasa Bugis terbawa kedalam komunikasi yang dilakukan siswa.
        Di samping itu, berdasarkan jawaban siswa yang diperoleh pada saat melakukan wawancara, interferensi yang terjadi pada saat proses belajar mengajar dikarenakan adanya unsur tidak sengaja yang mereka lakukan, dan tidak mengetahui kosa kata atau struktur kata bahasa Indonesia sehingga mereka menggantikannya dengan kata atau struktur kata bahasa Bugis, yang merupakan salah satu dampak dari kurangnya penguasaan bahasa Indonesia dan penguasaan bahasa Bugis yang lebih mereka kuasai.
        Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dikatakan bahwa interferensi bahasa Bugis yang terjadi pada proses belajar mengajar terjadi karena siswa lebih menguasai bahasa Bugis dari pada bahasa Indoneisa. Hal ini peneliti lihat dari penggunaan kosa kata bahasa tersebut dalam percakapan, serta adanya ketidak sengajaan siswa dan unsur kebiasaan siswa dalam berbahasa.

  
PENUTUP

SIMPULAN
         Berdasarkan pada uraian-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan bahwa bentuk interferensi bahasa Bugis dalam pembelajaran bahasa Indonesia ada pada tataran fonologi yang meliputi: perubahan bunyi vokal [e] dalam bahasa Indoneisa menjadi vokal [a] dan vokal [i] dalam bahasa Bugis, vokal [o] dalam bahasa Indonesia menjadi vokal [u] dalam bahasa Bugis, dan vokal [a] dalam bahasa Indonesia menjadi vokal [e] dalam bahasa Bugis; pada tataran diftong juga terjadi interferensi bahasa Bugis pada bunyi diftong [au] dalam bahasa Indonesia menjadi [o] dalam bahasa Bugis.
        Pada tataran konsonan juga terjadi perubahan bunyi konsonan yang terjadi pada penambahan fonem /ng/, penghilangan fonem /h/ dan penggantian fonem. Penggantian fonem terjadi pada fonem /b/ dalam bahasa Indonesia menjadi fonem /w/ dalam bahasa Bugis, fonem /d/ dalam bahasa Indonesia menjadi fonem /k/ dalam bahasa Bugis, fonem /d/ dalam bahasa Indonesia menjadi fonem /j/ dalam bahasa Bugis, dan fonem /p/ dalam bahasa Indonesia menjadi fonem /k/ dalam bahasaBugis. Bentuk interferensi bahasa Bugis dalam bahasa Indonesia pada tataran morfologi terjadi pada prefiks pa-,pab-, pan-, sufiks –eng, -ang dan sufiks –na. Pada konfiks pag-eng, a-eng, ab-eng, ap-eng, al-eng, ak-eng, assi-eng, assi-ing, appa-eng, appa-eng, appasi-eng, sipag-eng, a-eng dan assi-reng.
        Selanjutnya bentuk interferensi bahasa Bugis dalam bahasa Indonesia yang terjadi dalam tataran sintaksis yakni pada frasa dan klausa sedangkan dalam tataran kalimat tidak ditemukan interferensi bahasa Bugis dalam bahasa Indonesia.
        Penyebab terjadinya interferensi bahasa Bugis dalam proses belajar mengajar berasal dari guru dan siswa. Penyebab yang berasal dari siswa karena kebiasaan mereka menggunakan bahasa Bugis baik di rumah maupun di sekolah. Rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia, adanya ejekan dari teman-teman mereka menggunakan bahasa Indonesia, sehingga mereka malu menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, kurangnya keinginan mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia. Penyebab yang berasal dari guru adalah kurangnya kontrol dari guru dan karena guru lebih menekankan pada target pencapaian kurikulum dari pada penekanan kaidah bahasa Indonesia yang baik.


DAFTAR RUJUKAN

Abdulhayi. 1985. Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa. Jakarta: New aqua Perss.
Chaer, A. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka cipta
Hakim, Z. 1999. Tipe Semantik Bahasa Makassar. Jakarta: Depdikbud.
Mustakim, 1994. Interferensi Bahasa Jawa dalam Surat Kabar Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Rindjin, K, dkk. 1981. Interferensi Gramatikal Bahasa Bali dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Murid Sekolah Dasar di Bali. Jakarta: Pusat Pembinaan
          dan Pengembangan Bahasa.
Tarigan, DJ. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud. Universitas Terbuka.
Tarigan, H.G. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar