TUGAS
INDIVIDU
Analisis Penggunaan Alih Kode Masyarakat Senggarang
DISUSUN OLEH:
AZMI
NIM
:
100388201359
PROGRAM
STUDI BAHASA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan struktur yang sistematis yang memiliki unsur-unsur yang
mengandung arti. bahasa juga
merupakan alat interaksi yang saling merespon satu
dengan yang lain. Bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari,
manusia selalu melakukan kegiatan setiap hari dan untuk memperlancar kegiatan
tersebut dibutuhkan sebuah komunikasi yang komunikatif.
Setiap penutur memiliki kemampuan
berbahasa secara komunikatif berupa kemampuan berbahasa serta kemampuan
berbahasa di saat yang tepat dan waktu yang tepat dan
berlandaskan norma-norma. Di dalam
kajian ilmu sosiolinguistik terdapat beberapa dimensi yang harus diperhatikan
yaitu: identitas social penutur, identitas social pendengar, lingkungan social
terjadinya tindak tutur, analisis sinkronik dan diakronik, penilaian social
yang berbeda dari penutur, tingkatan variasi dan ragam linguistik.
Dari berbagai dimensi tersebut, penulis
menganalisa tentang lingkungan sosial mengenai alih kode dalam masyarakat
Senggarang. Proses alih kode dalam
masyarakat Senggarang beragam Karena masyarakat Senggarang terdiri
dari berbagai suku, ras, agama sehingga
memungkinkan terjadinya ragam bahasa dalam masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah
dalam percakapan masyarakat Senggarang
terjadi alih kode?
- Faktor
apa saja yang mempengaruhi terjadinya alih kode?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya
alih kode dalam masyarakat
1.3.2 Manfaat Penelitian
- Mengetahui terjadinya alih kode dalam masyarakat
- Menambah wawasan kita khususnya Mahasiswa sehingga
bisa menerapkan alih
kode yang sesuai
dengan lingkungan penutur suatu bahasa dengan
baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Percakapan
Walaupun
berada di tanah Melayu, namun bahasa Jawa sangat mempengaruhi komunikasi masyarakat sehari-hari,
dikarenakan penutur merupakan kelompok masyarakat suku jawa. Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah dan bahasa daerah selalu
berdampingan dengan bahasaIndonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan
- proses
terjadinya alih kode
- penggunaan
bahasa jawa sebagai alat komunikasi dalam percakapan
- siapakah
yang mendominasi percakapan tersebut
- apa
yang menyebabkan adanya dominasi dalam percakapan
Analisis percakapan adalah analisis
yang sistematis dalam kegiatan berbicara
yang dihasilkan dalam setiap situasi interaksi percakapan (talk-in-interaction). Analisis percakapan merupakan suatu kajian tentang percakapan dan interaksi
yang terjadi secara alamiah. Pada prinsipnya, analisis percakapan bertujuan agar kita mengerti dan terjadinya
proses interaksi dalam penuturan antara
pembicara yang satu dengan pembicara yang lain.
Dengan percakapan, penutur
menunjukkan urutan-urutan berikutnya dari sebuah pemahaman yang dibicarakan
sebelumnya. Hal itu akan dapat menunjukkan hal-hal utama yang dikehendaki
ataupun tidak dikehendaki oleh penutur. Langkah-langkah tersebut disebut
sebagai langkah-langkah pembuktian giliran berikutnya (next-turn proof
procedure). Langkah-langkah tersebut menjadi alat dasar dalam analisis
percakapan untuk menjamin bahwa analisis benar-benar didasarkan pada
kelengkapan percakapan sebagai orientasi partisipan dalam menyelesaikan
percakapannya, bukan semata-mata didasarkan pada asumsi analis.
Urutan-urutan tuturan dalam sebuah
percakapan akan memberikan kepastian informasi yang dikehendaki oleh partisipan
dengan adanya pasangan tuturan yang berdekatan (adjacency pair).
Pasangan tuturan yang berdekatan ini akan mempertegas langkah-langkah
pembuktian terhadap cara-cara partisipan memahami dan membuat pengertian
tentang tuturan yang ada.
Langkah-langkah pembuktian itu didasarkan pada tiga
hal penting tentang peristiwa percakapan.
Pertama, tuturan dapat dipandang sebagai
tujuan penutur untuk menggunakannya bagi penyelesaian sesuatu yang khusus dalam
berinteraksi dengan yang lain daripada hanya sekedar mendengar.
Kedua, tuturan terjadi dalam konteks
khusus yang memerlukan jawaban-jawaban metodis. Karakteristik metodis berbicara
selalu ditujukan pada detail-detail interaksi dan konteks urutan dalam
percakapan yang dihasilkan yang biasa disebut dengan tindak tutur. Ketiga,
analisis percakapan merupakan sebuah metode ilmiah sosial. Hal itu didasarkan
pada pandangan bahwa suatu percakapan dalam interaksi terdiri atas hubungan
sebab-akibat yang menggunakan variabel-variabel linguistik yang dipengaruhi
oleh variabel-variabel sosial (Hutchby dan Wooffitt, 1998:21).
2.2 Proses terjadinya alih kode
2.2.1 Pengertian
alih kode
Menutut Apple(1976:79) mendefinisikan alih kode
sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.
Menurut Hymes(1875:103) menyatakan alih kode hanya
terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau
gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Namun karena di dalam suatu kode
terdapat berbagai kemungkinan variasi(baik variasi resional, variasi kelas
social, ragam, gaya atau register) maka peristiwa alih kode mungkin berwujud
alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Peralihan juga dapat
diamati lewat tingkat-tingkat tatabunyi, tatakata, tatabentuk, tatakalilmat,
maupun tatawacananya.
Alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling
ketergantungan bahasa. Di dalam masyarakat multilingual.
Latar Belakang Hidup di dalam
masyarakat dwibahasa (atau multibahasa) membuat orangIndonesia mampu berbicara setidaknya dua bahasa. Mereka dapat menggunakan paling
tidak bahasa daerahnya (yang biasanya merupakan bahasa ibu) dan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena pengaruh globalisasi dan masuknya
budaya asing, saat ini bahkan banyak sekali orang yang mampu berkomunikasi
dengan lebih dari bahasa satu bahasa asing.
Penguasaan beberapa bahasa mendorong
orang-orang menggunakan berbagai bahasa tersebut dalam situasi dan tujuan yang
berbeda. Karena inilah fenomena alih kode (code switching) dan campur kode
(code mixing) tidak dapat dihindari. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan
Umar dan Napitupulu (1994:13), bahwa alih kode merupakan aspek ketergantungan
bahasa dalam suatu masyarakat dwibahasa. Hampir tidak mungkin bagi seorang
penutur dalam masyarakat dwibahasa untuk menggunakan satu bahasa saja tanpa
terpengaruh bahasa lain yang sebenarnya memang sudah ada dalam diri penutur
itu, meskipun hanya sejumlah kosa kata saja. Alih kode dapat terjadi di
berbagai situasi dan tempat.
Landasan Teori Alih kode merupakan
hal yang dibahas dalam sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari bahasa
dengan mempertimbangkan hubungan antara bahasa dan masyarakat penutur bahasa
tersebut (Rahardi, 2001:12- 13). Orang-orang akan akan berkomunikasi
menggunakan bahasa atau kode tertentu berdasarkan siapa yang mereka ajak bicara
dan dalam situasi yang seperti apa serta tujuan apa yang ingin mereka peroleh
melalui penggunaan kode tersebut. Alih kode merupakan salah satu akibat adanya
kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi ketika dua bahasa atau lebih digunakan
oleh penutur yang sama (Suwito dalam Rahardi, 2001:17). Kontak bahasa ini akan
memengaruhi salah satu bahasa yang digunakan penutur, dan hal ini terlihat dari
adanya beberapa leksikon pinjaman dari salah satu bahasa tersebut.
Alih kode merupakan suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya
mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur
dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang adalasi penutur dengan lawan
bicara, dan situasi tutur yang ada. Sementara Sumarsono dan Pertana (2002:201)
mengatakan bahwa kode merupakan
bentuk netral yang mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek, atau variasi bahasa.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Tanner (dalam Pride & Holmes ed.,
1972:126) bahwa kode mencakup
bahasa dan perbedaan intrabahasa yang disebut variasi (tingkat tutur, dialek,
dan ragam). Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kode
mencakup bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan variasi bahasa tersebut,
termasuk dialek, tingkat tutur, dan ragam.
Dengan kata lain, kode adalah sistem yang digunakan
seseorang untuk berkomunikasi dengan mitra tuturnya .(Rahardi ,2001:21)
mengatakan bahwa alih kode
adalah penggunaan altenatif dari dua variasi atau lebih dari bahasa yang sama
atau dalam suatu masyarakat dwibahasa. Sementara itu,Crystal (dalam Skiba, 1997
hal. 2) mengatakan bahwa peralihan kode atau bahasa terjadi ketika seorang
dwibahasawan saling bergantian menggunakan dua bahasa selama dia berbicara
dengan dwibahasawan lain. Chaer dan Agustina (1995:141) menambahkan bahwa alih
kode adalah ”peristiwa pergantian bahasa…atau berubahnya dari ragam santai
menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke ragam santai….” Jadi dalam alih
kode, pemakaian dua bahasa atau lebih ditandai oleh kenyataan bahwa
masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan
konteksnya, dan fungsi masing-masing bahasa itu disesuaikan dengan relevan
dengan perubahan konteksnya.
Dalam alih kode setiap bahasa atau
ragam bahasa memiliki fungsi otonomi masing-masing, sedangkan kode-kode yang
lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanya berupa serpihan-serpihan
saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode Chaer and Agustina
(1995:151). Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu
masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan dengan
sengaja dengan sebab-sebab tertentu (fungsional).
2.2.2 Beberapa faktor penyebab alih kode
Kalau menelusuri penyebab terjadinya
alih kode kita harus kembali ke pokok bahasan sosiolinguistik yang
dikemukakan oleh Fishman (1976) yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa,
kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan
linguistic secara umum penyebab alih kode itu antara lain: (1) pembicara atau
penutur,(2) pendengar atau lawan tutur,(3) perubahan situasi dengan hadirnya
orang ketiga,(4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya,(5)
perubahan topic pembicaraan.
Menurut Crystal (dalam Skiba, 1997:p 3-4), peralihan
bahasa satu ke bahasa lain dapat dikarenakan oleh hal berikut ini:
1. Penutur tidak dapat mengungkapkan sesuatu dalam
bahasanya sehingga beralih ke bahasa lain.
2. Penutur ingin mengungkapkan solidaritas dengan
kelompok sosial tertentu.
3. Penutur ingin mengekspresikan sikapnya kepada mitra
tutur.
Senada dengan hal di atas, Wardaugh
(1986:102) mengatakan bahwa seorang penutur beralih dari variasi X ke variasi Y
karena adanya solidaritas dengan pendengarnya, pemilihan topik, dan jarak
sosial. Adapun Chaer dan Agustina (1995:143) menyimpulkan bahwa penyebab alih
kode antara lain penutur, mitra tutur, perubahan situasi karena adanya orang
ketiga, perubahan dari situasi formal ke informal, dan topik yang dibicarakan.
Dari berbagai pendapat tersebut,dapat disimpulkan bahwa munculnya alih kode
dapat dipengaruhi oleh para partisipan pembicaraan, perubahan situasi,
perubahan topik, dan solidaritas.
Para masyarakat juga
menguasai bahasa yang beragam pula, tetapi mereka minimal bisa menggunakan
bahasa Jawa dan bahasa Indonesia,
dan beberapa di antaranya menguasai bahasa asing lain seperti bahasa Inggris,
Jepang, maupun Arab. Alih kode eksternal Alih kode eksternal terjadi
ketika penutur berganti bahasa antara bahasa lokal ke bahasa asing. Alih kode
ini banyak muncul ketika para anggota beralih dari bahasa Indonesia atau Jawa
ke bahasa Inggris, atau sebaliknya. Alih kode situasional Alih kode
situasional terjadi ketika para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam
bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Senggarang melakukan alih kode antara lain:
1. Partisipan pembicaraan Partisipan pembicaraan atau
penutur lain dapat memengaruhi terjadinya alih kode.
2. Hadirnya orang ketiga yang berbeda bahasa tutur
2.2.3 Macam-macam alih kode
Menurut Soewito ada dua macam alih
kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Yang dimaksd alih kode
intern adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri, seperti dari
bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern
adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri(salah satu bahasa atau
ragam yang ada dalam verba repertoire masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.
Jadi, bisa disimpulkan dari percakapan di atas
terjadinya proses alih kode intern karena adanya perubahan percakapan dari
bahasa Jawa ke bahasaIndonesia.
Wardaugh (1986:102-103) danHudson(1996:52-53)
menjelaskan dua jenis alih kode, metaforis dan situasional, sedangkan Hymes
(dalam Rahardi, 2001:20) menyebutkan alih kode internal dan eksternal.
1. Metaforis Alih kode metaforis terjadi jika ada
pergantian topik (Wardaugh, 1986:103). Alih kode ini memiliki dimensi afektif,
yaitu kode berubah ketika situasinya berubah, misalnya formal ke informal,
resmi ke pribadi, maupun situasi serius ke situasi yang penuh canda.
2. Situasional Alih kode ini terjadi berdasarkan
situasi di mana para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa
tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain dalam situasi yang lain (Wardaugh,
1986:102-103). Tidak ada perubahan topik dalam alih kode situasional.
Sebagai tambahan, menurutHudson(1996:52), dalam alih
kode situasional pergantian ini selalu bertepatan dengan perubahan dari suatu
situasi eksternal (misalnya berbicara dengan anggota keluarga) ke situasi
eksternal lainnya (misalnya berbicara dengan tetangga).
1. Internal Alih kode
merupakan alih kode yang terjadi yang terjadi antarbahasa
daerah dalam suatu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa daerah, atau
antara beberapa ragam dangayayang terdapat dalam suatu dialek (Hymes dalam
Rahardi, 2001:20).
2. Eksternal Alih terjadi ketika penutur beralih
dari bahasa asalnya ke bahasa asing (Hymes dalam Rahardi, 2001:20), misalnya
dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya.
2.2.4 Analisi Data
Penulis tertarik
untuk meneliti proses alih kode pada percakapan masyarakat
Sengarang. Dalam percakapan tersebut
para masyarakat sering melakukan alih kode (biasanya dalam bahasa
Jawa, bahasa Indonesia). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan
berikut: 1. Menunjukkan jenis alih kode dan campur kode yang muncul, 2.
Menjelaskan faktor yang mempengaruhi
munculnya alih kode. Data-data
diperoleh melalui metode pembicaraan, di mana
peneliti juga berpartisipasi secara langsung dalam pembicaraan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Alih kode dalam masyarakat
merupakan suatu proses interaksi dalam berkomunikasi. Dalam alih
kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan harus memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan
dengan sadar, sengaja dan karena siutuasi dan kondisi tertentu.
3.2 Saran
Mahasiswa diharapkan mampu menganalisis tentang alih kode baik dilingkungan formal
maupun lingkungan nonformal untuk menambah wawasan dan khazanah ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul,
Agustina, Leonie. 1995. Sosiolinguistik Suatu
Pengantar. Jakarta: Rinieka Cipta.
DESKRIPSI DATA
Rofik dan Pak
Juli, keduanya berasal dari Tanjungbatu, Suku Jawa. Mereka terlibat percakapan
dalam bahasa jawa yang topiknya tentang keadaan kampung mereka.
Pak Juli: Hudan
terus iki Fik kampong kita?
Rofik: ya pak,
bapak karo mamak raiso kerjo.
Pak Juli: Podo
Fik, Ibuk raiso kerjo jugak
Rofik: Takdir
pak…
Pak Juli: ya
Fik, Naseb-naseb..
Sedang
asyik-asyiknya berbincang tiba-tiba datang Zek, Suku Melayu. Zek tidak mengerri
tentang bahasa Jawa.
Zek: Bual ape
juge ikak, tak paham lalu, peneng kepale.
Rofik: Bual-bual
kosong aje.
Pak Juli: Aok,
hari pasek ujan aje, matilah bini pak tak dapat motong.
Zek: saba pak,
besok Insya Allah tak ujan lagi.
Azmi: Aok pak,
Mudah-mudahan aje, besok tak ujan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar